Korban Pemuja Ilmu Syaitan
Bab (10)
Bukan tok ketua saja.Zainon juga bagai lenyap ditelan bumi.Ketika gua kecil dimana zainon disuruh ayahnya bersembunyi kami temukan,semak belukar didepan gua telah porak peranda.Diterangi oleh lampu gaslin.Keadaan didalam gua lebih berselerak lagi.Buntil berisi pakaian dan makanan berserakan disana sini.Bekas kubur tua berkayu nisan yang sudah lapuk itu,menganga diam tanpa bisa menceritakan apa yang telah terjadi sebelum kami tiba.
"Syaitan tua itu telah melarikan anakku."Dengus ayah zainon dengan wajah panik.Suaranya putus asa ketika ia memanggil-manggil."Zainon.Zainooon.Zainoonnnnn."
Aku pun turut memanggil dengan suara lebih keras.
"Zainoooooonnnn."
Satu dua orang lagi melakukan hal yang sama.Tetapi suara kami hanya disambut oleh punggok dan bulan retak kerana gerhana dilangit,seolah-olah memandang kami dengan wajah yang berdukacita.Aku dan safuan siap untuk membahagi kelompok orang-orang yang melakukan usaha mencari ke segenap penjuru.Ayah zainon bersungut lemah.
"Aku tahu kemana syaitan itu membawa zainon."
Seperti pasukan yang siap sedia untuk berperang,kami berbaris beriring-iringan melalui semak belukar.Jalan-jalan sempit diantara pohon-pohon raksasa,bukit-bukit berbatu pejal.Tidak seorang pun yang berani berkata walau sepatah.Juga tidak ada yang mengeluh keletihan.Semuanya seakan-akan memikirkan hal yang sama,maut yang sedang dihadapi zainon.Dalam hati,aku memanjat doa tiada henti-hentinya.Semakin jauh berjalan,semakin banyak air mataku yang jatuh berlinang.
"Tabahkan hatimu,non.Tabahkan hatimu.Kami akan menolongmu."Bisikku pada diri sendiri.
Ayah zainon yang berjalan didepan,tiba-tiba berhenti.
Pengikut-pengikutnya pun turut berhenti.Tepat dibawah kaki bulan yang sedang gerhana,nampak sebuah longgokan tanah keras berbatu pejal,dilingkungi oleh pohon-pohon dan semak belukar.Ketika orang ramai itu berpecah mengintip lapangan kecil yang ganjil itu,cahaya obor dan gaslin memberi gambaran jelas tentang apa yang terdampar di tengah-tengah lingkaran itu.
Datuk safuan,ketua kampung cenderung yang disanjung dan dipuji,kelihatan duduk bersimpuh dengan kepala menekur ke tanah,berhadpaan dengan sesusuk mahkluk berupa mawas berbulu hitam legam,punggung telanjang kemerah-merahan.Bermuka kejam dengan mata berwarna merah berapi-api,waktu memandangi manusia-manusia yang sedang bergerak mengepung tempat itu.Mahkluk itu menjerit dahsyat,meloncat-loncat diudara dengan suara kaki yang berdentum-dentum mengerikan.Aku hampir-hampir tak sabar untuk melompat ke tengah-tengah tanah lapang bermaksud menyambar tubuh zainon yang terletak pengsan disamping tok ketua.
"Tunggu,bahaya."Tanganku ditarik oleh ayah zainon.
Gerakan binatang yang aneh itu membuat semua orang terpukau kaku.
Yang terdengar hanyalah suara kakinya yang menghentak-hentak.Mulutnya yang mengaum seperti harimau.Kemudian terdengar keluhan tok ketua yang tersekat-sekat.
"Ampun,guru.Ampun.Bukan aku yang membawa mereka kemari."
"Gerr.Nggahhh."Lalu sebelah tangan panjang mahkluk itu menyambar pinggang tok ketua,mengangkatnya tinggi-tinggi ke udara.
Orang tua itu berteriak serta meronta-ronta.
"Oh,guru.Jangan.Jangan kau bunuh aku."Suaranya terkadang terputus oleh menahan sakit.
"Guru,ampuuuunnn.Bukan aku yang salah.Si yunus yang celaka itu salah.Aku tak menduga ia akan memperkosa gadis itu sebelum aku persembahkan padamu.Ampun,guru.Aku kini membawa ganti.Korban baru yang masih segar.."
"Biadap.."Seseorang memaki disampingku.
"Sampai hati ia korbankan cucunya."
Tak ada yang menyahut.
Kerana semua orang sedang memerhatikan apa yang terjadi di tengah lapangan ganjil itu.Makhluk tadi kini memutar-mutar lengannya yang mencengkam tubuh si tua,tinggi diudara.Orang tua itu menjerit putus asa.
"Jangan aku.Kutuk lah semua orang itu.Kutuklah,supaya mereka menjadi kera yang akan menghambakan diri padamu.Kutuklah,seperti yang pernah kau lakukan pada seorang anak,dua orang menantu dan seorang cucuku yang masih kecil,dulu.Oh,ampunilah.Tolonglah aku,guru.Jangan bunuh aku...jangan."
Kemudian.
"Gruuuu."Jeritan lengking lepas dari mulut orang tua itu waktu tubuhnya dilontarkan dengan keras,melayang di udara,kemudian."Buk..bukrrkk."Berdebuk dan berderak menghentak sebatang pokok besar berdaun rendang dipinggir lapangan.Orang ramai yang berada ditempat itu,bertempiaran mengelak sambil berteriak ketakutan.Tubuh orang tua itu jatuh ke tanah dengan suara yang dahsyat.Darah bersemburan keluar.Mengerang sesaat kemudian kaku tak bergerak-gerak lagi.
Ketika itulah,dari atas pokok dimana tubuh tok ketua terbujur kaku,berloncatan turun ketanah beberapa ekor makhluk lain.Mula-mula tiga ekor.Dua besar satu kecil.Mahkluk-mahkluk yang sudah tak asing lagi bagiku.Ketiga-tiganya bertindak berhati-hati ke tengah lapangan dengan sikap bengis.Mahkluk dahsyat yang mereka dekati,mengerang tinggi,terngadah ke bulan sambil menepuk-nepuk dada.Suaranya riuh rendah.Sesusuk mahkluk lain meloncat turun dari pohon.Sementara ketiga-tiga ekor kera itu menyerang mahkluk hitam bermata merah berapi-api,mahkluk kera yang keempat berhati-hati mendekati ke arena pertempuran.Naluriku mengatakan inilah mahkluk yang pernah aku kejar yang berada didalam bilik tidur zainon disuatu malam dulu.
Aku terpegun apa yang akan terjadi.Kera terkecil dan paling ganas itu,terhempas ke tanah dengan suara ngik yang menggigilkan tulang,disusul oleh dua kera-kera lainnya.Tetapi kera keempat,telah berjaya menyambat tubuh zainon lantas menyeretnya ke pinggir lapangan dari arah mana ayah zainon terdengar berseru.
"Ke sinikan.Lastri.ke sini kan."
Kera itu tinggal beberapa langkah lagi dari pinggir lapangan,bila mahkluk yang berang tadi sudah menerjang ke depan.Hanya sekali sambar,kera yang dinamakan lastri itu,adalah nama arwah isterinya.Iaitu ibu kepada anak gadisnya,diramas-ramas dengan kejam dan kedua tapak tangannya yang berbulu lebat dan panjang-panjang.
"Lastri.."Ayah zainon menjerit.Ia menyerbu ke depan.
Tetapi sebuah tendangan keras melontarkannya keluar dari lapangan.Jatuh terhempas kedalam rimbunan semak belukar.
Seseorang memberi arahan.
"Bertakbir.Semua bertakbir."
Gaung suara orang ramai memuji nama allah,bergema memecah kesepian malam yang mengerikan itu.Mahkluk itu undur ke tempat berdirinya semula sambil melepaskan mangsanya yang menggeliat-liat di tanah.Sebentar kemudian,kaku tak bergerak-gerak.Jeritan lengking yang geram berulang kali terkeluar dari mulut tebal dan lebar si mahkluk ganjil,namun suara takbir memuji kebesaran nama allah,ikut bergema lebih keras.
Pada saat itulah,orang yang memberi arahan tadi,bomoh yang pernah melumpuhkan babi jelmaan manusia malam tadi,bersedu pada safuan.
"Sekarang,tembak."
Mulut safuan berbunyi.
"Bismillah.."
Dan.
"Bang."
Letupan dahsyat meledak seketika.Semburan api merah kehijau-hijauan keluar dari mulut senjata berlaras dua ditangan safuan.Kemudian tubuh mahkluk ditengah lapangan bagai ditolak ke belakang.Dari arah jantungnya,tersembur darah berwarna hitam.
Tubuh yang luar biasa besar dan kejam itu,terhempas ke sebuah batu besar lalu terjerembab ke tanah,Kedua kaki dan tangannya menggapai ke sana kemari.Makin lama kian lemah,kemudian kaku.
Tak seorang pun meninggalkan tempat itu sehingga matahari pagi muncul diufuk timur,lembut dan nyaman.Aku membawa zainon ke tepi.Dia menangis tak berhenti-henti.
Semakin terang suasana pagi,semakin kabur bentuk lembaga tubuh mahkluk di tengah lapangan.Demikian juga keempat-empat kera yang mati berserakan disana sini.
Sebaik saja matahari menjilat tanah,tubuh mahkluk itu lenyap,dan yang tinggal hanya kesan-kesan darah hitam bertompok-tompok ditanah.Lain pula halnya dengan empat ekor kera yang tadi nya penghamba kemudian diluar dugaan berubah jadi penyerang mahkluk yang mereka sembah.Di tempat dimana tubuh-tubuh mereka menggeletak,terdapat tulang-tulang berserakan.Tulang-tulang kering tetapi kotor berdebu.Namun jelas.Semuanya tulang-tulang manusia,bukan kera.
Yang membuat jantung setiap orang yang melihat bagai terhenti berdenyut,adalah keadaan tok ketua.Di bekas tempatnya terdapat mati,didapati tubuh kera yang hancur kerana menghentam pokok begitu kuat.
Ia telah termakan sumpahnya sendiri.Seperti diceritakan oleh ayah zainon kemudian.Mati penasaran sebagai korban terakhir,mendahului korban-korban lain.Terdiri dari bayi,beberapa orang perawan dari berbagai desa yang diambil secara paksa atau melalui tangan orang-orang yang bisa menutup mulut dengan bayaran tinggi seperti halnya dengan yunus.Diantara korban-korban itu,terdapatlah kakak perempuan safuan yang hilang ketika berumur sembilan tahun.Kemudian kakak sepupunya yang masih perawan,pada malam pengantin juga hilang bersama suaminya.Terakhir,adalah lastri,ibu zainon yang mengetahui rahsia sebenarnya mertuanya lalu menceritakan hal itu pada orang lain.Memang tidak ada orang yang percaya.Tetapi akibatnya,lastri termakan sumpah sang mertua.Tidak boleh seorang anggota keluarga pun membocorkan rahsia pada orang luar.
"Kau belum menjadi menantuku yang sah."Ujar ayah zainon menutup ceritanya sepanjang perjalanan pulang."Itulah sebab aku rahsiakan latar belakang keluarga kami.Aku tak ingin jadi kera seperti lastri."
"Tetapi..."Tanyaku tak puas."Suatu ketika,saya melihat pakcik bersikap aneh pada zainon,diatas katil bilik tidurnya."
Orang tua itu kemerah-merahan mukanya kerana malu.
"Sudah aku buka rahsia itu kemarin pada zainon.Ketika ia membangkang untuk pulang kerumah.Itulah sebabnya kemudian ia menurut dengan patuh waktu kami tinggalkan kampung.Ah,nak,mungkin kau tak percaya.Selama bertahun-tahun aku terombang-ambing diantara cinta isteri dan sayang anak.Kerana lastri orang luar,masih punya suami dan anak,yang kebetulan adalah anak gadis,maka ia mati wajar sebagai manusia,apabila suami dan anaknya saling berhubungan sex sebagaimana layaknya binatang.Aku tak pernah berjaya melakukannya,kerana dilarang oleh perasaan kemanusiaan,satu-satunya perasaan yang tak bisa dipengaruhi syaitan."
Pengaruh syaitan.
Keesokan harinya aku terbangun dari tidur yang nyenyak.Aku berjalan dengan kenyataan yang benar-benar memeranjatkan.Tidak seorang pun yang menyebut-nyebut apa pun yang terjadi dilereng gunung hari sebelumnya.Sama ada zainon mahu pun ayahnya.Begitu juga safuan.Seterusnya juga penduduk lain.
Semua berjalan seperti biasa.
Mereka melakukan tugas sehari-hari.Bersawah,berkebun,berternak,berniaga.Yang mereka bualkan hanya soal-soal perkembangan sehari-hari.Harga beras yang semakin naik ke kota sehingga menguntungkan mereka,dan macam-macam lagi.Tidak sepatah pun yang cuba menyebutkan kejadian menakjubkan itu.Malah,ayah zainon tidak lagi disisihkan sebagaimana menurut ingatanku terjadi sebelum ini.Semua berjalan seperti tidak ada apa yang ganjil berlaku semalam.
Keadaan itu benar-benar membingungkan.
Aku cuba mengingat-ingatkan,apakah aku baru terbangun dari tidur yang dipenuhi mimpi-mimpi buruk yang terlalu panjang.Atau mimpi panjang yang tersangat buruk.Fikiranku semakin kacau.Ketika dirumah datuk zainon yang telah meninggal dunia,kata mereka sudah lama.Aku menemui lembaran-lembaran buku tua yang terselit diantara longgokan buku-buku diruang tengah.
Disalah satu lembaran itu,terbaca kalimat.
"Tiada seorang pun manusia yang terpengaruh dengan syaitan,sedar dan ingat apa yang telah dan sedang diperbuatnya,selama syaitan-syaitan berada diantara diri manusia itu sendiri."
Siapakah yang dipengaruhi syaitan?.Zainon?.Ayahnya?.Keluarga-keluarga mereka yang hidup tenteram,dan penduduk desa yang hidup aman dan damai.Ataukah aku sendiri?.Lama kemudian,banyak aku dengar huraian ulama-ulama yang memberi khutbah di masjid-masjid.
"Didalam diri setiap manusia,terselit setiap tempat untuk syaitan bertakhta.Misalnya tinggal.Apakah manusia bisa menaklukkan syaitan itu,atau sebaliknya syaitan lah yang memperbudak-budakkan manusia."
Zainon telah memberi tiga orang anak kepadaku.
Untuk safuan,telah dua yang diberikan oleh sabariah.
Kalau aku tanya apa sebab ayah sabariah meninggal,tenang saja ia menjawab.
"Jatuh dari pokok kelapa."
"Datuk kau?."
"Diterkam binatang buas.Juga kakak perempuanku.Sepupu,bapa saudaraku dan ibunya zainon."
Lalu dengan wajah yang keruh,akan ia sambar rifle berlaras dua yang sudah tua itu.
"Hei,kau pelamun.Aku nak pulang ke kampung.Ikut?."
"Nak buat apa?."Tanyaku.
"Berburu.Telah banyak keluargaku yang dibinasakan oleh binatang buas.Kini,bahagian aku pula membinasakan binantang-binatang buas itu."
Aku terpegun.
Lama.
Kemudian,aku menjadi bimbang.
"Sebenarnya,apa yang telah terjadi?."
(Selesai...)
Sumber : Naskah Dari Pawang Syaitan
Tuesday, 22 November 2016
Korban Pemuja Ilmu Syaitan
Bab (9)
Matahari telah condong kearah barat bila gerombolan penduduk yang semuanya laki-laki itu berjalan meninggalkan kampung tanpa seorang pun berkata apa-apa.Mungkin semuanya sedang memikirkan apa yang berkecamuk dibenakku.Melalui petak-petak sawah,aku terngadah menatap bukit menjulang dikejauhan.Bercabang hutan-hutan lebat dan diantaranya ada yang jarang dijamah manusia.Sekilas,aku tidak melihat bukit saja,tetapi juga melihat gambaran bulan yang samar-samar.Bulan pucat agak pekat disiang hari,pada waktu dimana matahari masih bersinar.Bulan dan matahari nampaknya seperti mau berpadu.
Aneh,fikirku.
Tetapi kemudian.
"Mungkinkah nanti malam ada gerhana?."
Keanehan lain tak lepas juga dari perhatianku.Aku sama sekali tidak menunjukkan atau mengatakan kemana kira-kira zainon dibawa pergi oleh ayahnya.Namun jelas,rombongan yang dipimpin oleh tok ketua,berjalan ke tujuan yang sama dengan arah kemana aku mengikuti ayah zainon dis suatu malam dan kemudian kemana aku dan safuan pergi menyelidik.Ah.Apa yang anehnya?.Datuk zainon seorang ketua kampung.Ia cukup tahu liku-liku daerahnya.Lagi pun,menurut khabar-khabar bukankah orang pernah sekali dua melihat ayah zainon keluar dari hutan larangan diatas sana.
Semua orang berjalan cepat.
Aku lebih cepat lagi.Meski pun letih dan kurang rehat selama beberapa hari yang mencengkam kebelakangan ini,namun ingatan pada zainon membuat semangatku membara.Sayang safuan tidak ikut sehingga aku mempunyai seorang teman untuk diajak berbicara dan menyusun siasat.Barangkali dia kini sedang berkumpul dengan keluarga sabariah yang sedang berkabung.Keluarga yang mendapat malu besar kerana perbuatan ayah sabariah.Dan kini ia sedar,betapa malu besar telah mengena pada diri tok ketua,akibat perbuatan ayah zainon.
Kira-kira apa yang telah dan sedang terjadi diatas sana,sejak malam tadi?.Jadi,kesempatan aku tidak ada dirumah telah dimanfaatkan baik-baik oleh laki-laki yang bersikap misteri itu.Ia pernah memohon agar aku berlaku belas kasihan padanya.Mengapa?.Dan apa pula alasanku untuk mengasihani dia?.
Dia telah membawa zainon.
Bukan itu saja.
Siapa tau,meski pun aku tidak percaya sama sekali,gadis itu telah ia korbankan pada mahkluk kera.Atau,ini lebih dapat aku percayai,gadis itu ia pergunakan untuk nafsunya sendiri.
"Ayah terkutuk."Umpatku.
Sidek yang berjalan disampingku,mengomel.
"Apa?."
Aku menarik nafas.
Memandang keatas bukit yang rasanya kini berada diatas kepala.
"Ah,tak apa-apa."Rungutku.
Lalu mulai berjalan lagi dalam remang-remang hutan belukar.Beberapa orang mulai menyalakan obor yang mereka bawa,juga beberapa buah lampu gaslin.Aku perhatikan ada yang memegang golok di pinggang dengan mata awas memandang kegelapan disekitar.
Malam telah datang,ketika kami berada tak jauh dari tempat dimana aku perkirakan ayah zainon menyembunyikan anak gadisnya.
"Kemana kita akan dibawa,tok ketua?."Tanya sidek separuh berbisik,dengan nafas termengah-mengah dan tangan menyapu keringat yang membasahi mukanya.
Aku mau mengatakan,justru pertanyaan itu juga tertera dibenak,waktu sebuah letupan tiba-tiba bergema memecahkan kesunyian hutan.Seseorang berteriak.Batang pokok berhampirannya bersepih kulitnya dilanggar peluru automatik,semua orang pandang keatas.Dibawah jilatan bulan yang seperti retak,nampak sesusuk tubuh berdiri diatas bukit berbtaut pejal dengan senjata terarah ke bawah.
"Itu dia."
Dan orang berteriak lantang.
"Siapa saja yang rapat,akan aku tembak."
Tidak seorang pun yang bergerak.Tembakan pertama tadi bukan main-main.Dan peringatan ayah zainon jelas ancaman yang sungguh-sungguh.Semua orang sedar,bahawa laki-laki itu akan berbuat apa saja demi untuk menjaga keselamatan dirinya.Beberapa saat,hanya terdengar suara angin berdesir melanggar dedaun dan semak belukar.Rasa-rasanya seperti orang seperti takut meski pun hanya untuk bernafas.Belasan obor tergantung diam diudara kelam.Cahayanya berkibar kesana kemari,menimbulkan bayang-bayang menggetarkan dalam hutan.
Lalu,tok ketua tiba-tiba bergerak.
Ia naik beberapa langkah keatas,dan terhenti waktu sebuah tembakan memporak perandakan dahan rendah disebatang pokok dekat kepalanya.
Letupan kedua itu bagaikan bersenandung dengan gaung memanjang.
Bibirku terasa kering.Kubasahi dengan ludah sambil memerhatikan bagaiaman laki-laki di puncak bukit berbatu,mengisi peluru kemudian meluruskan senjatanya dengan suara berderak.
"Naik."Suara tok ketua meragut kesepian malam."Katakanlah apa yang kau mahu."
Ayah zainon tertawa.Terbahak-bahak.Parau suaranya.
"Yang aku kehendaki?.Atau kau kehendaki tok ketua?."
Orang ramai bergumam halus dan marah.Laki-laki diatas tidak menyebut pemimpin rombongan kami sebagai ayahnya,tetapi menyebut orang tua itu dengan panggilan pangkat jawatannya.Betapa mendarah daging kebencian dalam diri laki-laki misteri diatas bukit itu.
"Tak usah bersilat lidah,nak."Tok ketua masih lembut suaranya."Apa yang kau kehendaki sebenarnya?."
"Bersurai.Bersurai kalian semua.Tinggalkan aku sendirian."
"Dan zainon?."
"Dia anakku.Tidak seorang pun boleh menjamahnya."
"Kami cemas akan keselamatan cucuku itu,nak.Mengapa ia tidak kau berikan saja pada kami?."
"Cemas akan keselamatan zainon?."Ayah zainon ketawa lagi."Kau cemas tok ketua.Benarkah?."Nada suaranya seperti menghina.Orang-orang disekitarku bergumam lagi.Makin marah.Dan laki-laki diatas,berteriak lantang.
"Baiklah.Kalian akan memperolehi zainon.Tetapi tidak sekarang.Tunggulah,setelah gerhana bulan berakhir."
Gerakan kepala seperti diarah,aku mendongak kelangit kelam.
Bulan semakin retak-retak oleh percikan merah,hitam,kuning,kelabu,ungu berpadu menjadi satu.
"Kami tak dapat menunggu,nak.."Tok ketua terus berbicara.Banyak sekali yang ia utarakan untuk memujuk laki-laki yang sedang putus asa itu,sehingga aku mendapat kesempatan untuk melakukan apa saja yang teringat.
Aku menarik tangan sidek.
Ia menoleh.Terkejut.
"Kita harus melakukan sesuatu."Bisikku perlahan diantara suara keras orang anak beranak yang bertanya jawab itu.Tok ketua seperti mengerti apa yang aku lakukan,dan ia mengulur waktu terus dengan berbicara tak putus-putusnya.Sementara aku dan sidek merayap perlahan-lahan bergerak ke arah yang berlawanan.Semasa mendaki dari arah utara dimana tempat aku melihat zaini kelmarin meluncur menuju mata air,telingaku sayup-sayup mendengar suara tok ketua semakin tak sabar.
"Menyerahlah.Kalau tidak,orang-orang ini tak akan menurut perintahku lagi.Kau tau,mereka sudah sejak lama tidak menyukai tingkah lakumu."
Dari atas,ayah zainon membalas lantang.
"Kau,datuk luar biasa.Demi menjaga nama baikmu,kau sampai tergamak memimpin serombongan manusia-manusia buas untuk membunuh anakmu sendiri."
Pada saat itu,aku telah merangkak keatas dan berada tak jauh dibelakang ayah zainon.Ia mengumpatkan banyak kata-kata penghinaan terhadap ayahnya sendiri,yang dibalas dari bawah dengan umpat caci pula.Dengan hati-hati aku merayap mendekati laki-laki yang sedang memegang senjata itu.Dan satu ketika.
"Hei,awas."Sidek melompat berdiri dari arah yang berlawanan denganku.Laki-laki bersenjata itu terkejut,memalingkan muka dan menarik pelatuk.Senjata ditangannya meletup dengan suara yang sangat dahsyat,tetapi sidek yang memang bertugas untuk menarik perhatian semata,telah meluru menyelinap sepantas kilat menyelamatkan diri.Pada saat yang sama,aku menerkam.
"Hu."Seruku,dan tubuh laki-laki yang hidup satu bumbung dengan aku dalam suasana yang tidak menggambarkan kekeluargaan,telah berada dalam pelukan kedua belah tanganku.Ia memberontak,dan kami jatuh berguling ke bawah.Senjata berlaras dua milik safuan itu terlepas dari genggaman ayah zainon.Dan setiba dibawah,orang-orang yang sudah tidak sabar segera mengerumun.
Beberapa orang diantaranya sudah bersiap berlaku kejam,tetapi aku cepat berseru.
"Jangan."
"Tahukah kau apa yang kau lakukan,anak bodoh?."
Aku tersinggung oleh ucapannya.Aku meludah ketanah.
"Dimana zainon?."
"Tidak akan ku katakan."
"Harus."
"Tidak."
Pelan-pelan aku menyeringai.
"Saya tahu dimana ia pakcik sembunyikan.Dalam gua berisi kubur,bukan?."
Dalam sinar belasan obor yang mengelilingi laki-laki yang terkunci rapat dalam belitan lenganku itu,nampak wajah ayah zainon menjadi pucat lesi.
"Darimana..kau tahu?."Bisiknya lemah.
Dan tiba-tiba aku lihat air matanya berlinang.
Tubuhnya lemah dan waktu pelukan aku lepaskan,ia meluncur jatuh ke tanah,bersimpun sambil menangis tersedu-sedu.
"Anakku.Anakku yang malang..."Katanya terisak-isak.
Seseorang berteriak sinis.
"Air mata buaya."
Dan yang lain menyindir.
"Bukan buaya.Tapi kera."
Lalu suara yang riuh rendah bergema dalam hutan.
"Jangan biarkan dia bermain sandiwara.Ia tidak patut dikasihani.Ia manusia berbahaya.Ayuh,kita ikat sekarang juga."
Mereka mulai menarik laki-laki itu berdiri.Ia tidak melawan.
Menyerah.Benar-benar menyerah kalah.
Aku berteriak menahan orang-orang,tetapi mereka tidak peduli.Cepat aku menoleh sambil memanggil.
"Datuk,tolonglah hentikan.Mereka.."Tetapi tak ada sahutan.
Tok ketua tidak nampak batang hidungnya.
Ayah zainon telah diseret ketempat yang lapang sedikit.Di sana,ia mulai menerima lampiasan kemarahan dan kebencian penduduk yang selama ini terpendak.Ditendang,dipukul,diludah,dicaci maki.Sesaat aku terfana oleh rasa kaget dan kemudian aku teringat,bagaimana laki-laki ini adalah ayah zainon.Memang ia telah berbuat jahat seperti sangkaan orang ramai,tetapi tak pernah aku harapkan ia dihakimi sedemikian rupa.
"Hentikan."Jeritku marah."Hentikan."
Aku menyambar tangan orang terdekat,membantingkannya ke tanah.Memukul pergelangan tangan seseorang yang sedang menghayunkan sebilah golok dan menendang perut orang lainnya lagi yang bertubi-tubi menghunjamkan tinju ke tubuh laki-laki yang tidak berdaya itu.
Tiba-tiba.
Apa?.Dia membela manusia laknat itu?.
Disusul teriakan marah.
"Mungkin mereka berkuncu.Hentam dia."
Satu letupan pendek bergema.Tidak terlalu keras,namun pekik orang-orang yang sudah siap melanyak kami berdua benar-benar mengejutkan.Orang-orang yang terpekik itu,mundur sambil memegang bahagian tubuh tertentu.Masing-masing dengan mulut merintih kesakitan.Yang lain,terpegun dan kemudian menoleh ke arah datangnya letupan senjata misteri tadi.
Dari semak belukar diantara pohon-pohon raksasa yang berdiri diam,kelihatan beberapa susuk tubuh sedang mendaki kearah kami.Mereka membawa obor,malah yang terdepan sekali menyandang senjata.Barulah aku sedari mengapa orang-orang yang sudah siap untuk melanyak aku,cepat-cepat menyingkir,dalam keadaan sakit.Ternyata mereka telah menjadi sasaran sejumlah peluru yang biasanya diperuntukkan bagi sasaran berupa burung,yang meledak selaigus dari laras double-loop ditangan orang terdepan itu.
"Safuan."Aku berteriak girang.
"Hish.Diamlah.Kau tau ditolong saya.Lama-lama bosan juga."Rungut si pemuda sambil berlari-lari mendekati kami.
"Ada apa disini?."Dan waktu dia melihat orang yang terdampar dengan mulut merintih-rintih kesakitan diatas rumput,safuan terkejut.
"Pakcik."Serunya,lalu membantu orang tua itu duduk.
Dari terkejut,bertukar menjadi marah.
"Siapa yang begitu kurang ajar terhadap keluarga aku,ha?.Siapa?."
Semua orang terbungkam.
Safuan disegani,seperti orang-orang yang menyegani datuknya.
"Ayuh.Mengapa tak ada yang menajawab?.Kalau mau menghina,bersikap jantanlah.Berdiri satu persatu,lalu akulah yang dilawan.Bukan orang tua lemah begini.Ayuh.Tampil semua.Tampillah."
Langkah-langkah orang-orang yang bersama safuan mendekat.
Aku ternampak ketua parit buntar,pakcik masor,pakcik hussain orang tua aneh yang menaklukkan babi jelmaan di kampung terpencil itu,seorang dua orang-orang lain yang aku kenal sebagai penduduk desa parit buntar.Lalu seseorang yang tak pernah lekang dari ingatanku.Yunus.Ia setengah diseret oleh dua orang yang aku sebut terakhir.Dan aku agak hairan melihat bagaimana wajahnya lebam malah dari mulutnya yang pecah menitis darah yang membasahi pakaian yang dipakainya.
"Mengapa dia?."Tanyaku takjub.
Ketegangan ditubuh safuan mengendur.
"Ah,hanya sekadar penebuh dosa."Ketua parit buntar menyeringai.
"Aku kembali tak sanggup menahan penduduk yang hampir saja membunuhnya."
"Membunuh yunus?.Tetapi mengapa?."
"Ketika zaini sedar,nama pertama yang ia teriakkan adalah nama yunus.Ternyata bangsat ini lah yang memujuk zaini meninggalkan rumah.Lalu menyerahkannya pada seseorang yang telah membayar mahal pada yunus.Kami seret yunus ke cenderung untuk membuktikan ucapannya sekali gus untuk minta pertanggungjawabkan orang yang ia sebut-sebut.Tetapi desa kalian sepi.Kebetulan kami bertemu safuan yang baru balik dari cenderung.Ia mendengar apa yang telah terjadi didesa kalian.Lalu mengajak kami bersama-sama ke sini untuk dua maksud.Pertama,menyelamatkan orang tak bersalah..."Ia menggerakkan dagu kearah ayah zainon yang berdiri lemah."Setelah itu,menyeret syaitan laknat manusia budiman.Nah.Boleh kami tahu dimana adanya ketua kalian?."
(Bersambung...)
Sumber : Naskah Dari Pawang Syaitan
Bab (9)
Matahari telah condong kearah barat bila gerombolan penduduk yang semuanya laki-laki itu berjalan meninggalkan kampung tanpa seorang pun berkata apa-apa.Mungkin semuanya sedang memikirkan apa yang berkecamuk dibenakku.Melalui petak-petak sawah,aku terngadah menatap bukit menjulang dikejauhan.Bercabang hutan-hutan lebat dan diantaranya ada yang jarang dijamah manusia.Sekilas,aku tidak melihat bukit saja,tetapi juga melihat gambaran bulan yang samar-samar.Bulan pucat agak pekat disiang hari,pada waktu dimana matahari masih bersinar.Bulan dan matahari nampaknya seperti mau berpadu.
Aneh,fikirku.
Tetapi kemudian.
"Mungkinkah nanti malam ada gerhana?."
Keanehan lain tak lepas juga dari perhatianku.Aku sama sekali tidak menunjukkan atau mengatakan kemana kira-kira zainon dibawa pergi oleh ayahnya.Namun jelas,rombongan yang dipimpin oleh tok ketua,berjalan ke tujuan yang sama dengan arah kemana aku mengikuti ayah zainon dis suatu malam dan kemudian kemana aku dan safuan pergi menyelidik.Ah.Apa yang anehnya?.Datuk zainon seorang ketua kampung.Ia cukup tahu liku-liku daerahnya.Lagi pun,menurut khabar-khabar bukankah orang pernah sekali dua melihat ayah zainon keluar dari hutan larangan diatas sana.
Semua orang berjalan cepat.
Aku lebih cepat lagi.Meski pun letih dan kurang rehat selama beberapa hari yang mencengkam kebelakangan ini,namun ingatan pada zainon membuat semangatku membara.Sayang safuan tidak ikut sehingga aku mempunyai seorang teman untuk diajak berbicara dan menyusun siasat.Barangkali dia kini sedang berkumpul dengan keluarga sabariah yang sedang berkabung.Keluarga yang mendapat malu besar kerana perbuatan ayah sabariah.Dan kini ia sedar,betapa malu besar telah mengena pada diri tok ketua,akibat perbuatan ayah zainon.
Kira-kira apa yang telah dan sedang terjadi diatas sana,sejak malam tadi?.Jadi,kesempatan aku tidak ada dirumah telah dimanfaatkan baik-baik oleh laki-laki yang bersikap misteri itu.Ia pernah memohon agar aku berlaku belas kasihan padanya.Mengapa?.Dan apa pula alasanku untuk mengasihani dia?.
Dia telah membawa zainon.
Bukan itu saja.
Siapa tau,meski pun aku tidak percaya sama sekali,gadis itu telah ia korbankan pada mahkluk kera.Atau,ini lebih dapat aku percayai,gadis itu ia pergunakan untuk nafsunya sendiri.
"Ayah terkutuk."Umpatku.
Sidek yang berjalan disampingku,mengomel.
"Apa?."
Aku menarik nafas.
Memandang keatas bukit yang rasanya kini berada diatas kepala.
"Ah,tak apa-apa."Rungutku.
Lalu mulai berjalan lagi dalam remang-remang hutan belukar.Beberapa orang mulai menyalakan obor yang mereka bawa,juga beberapa buah lampu gaslin.Aku perhatikan ada yang memegang golok di pinggang dengan mata awas memandang kegelapan disekitar.
Malam telah datang,ketika kami berada tak jauh dari tempat dimana aku perkirakan ayah zainon menyembunyikan anak gadisnya.
"Kemana kita akan dibawa,tok ketua?."Tanya sidek separuh berbisik,dengan nafas termengah-mengah dan tangan menyapu keringat yang membasahi mukanya.
Aku mau mengatakan,justru pertanyaan itu juga tertera dibenak,waktu sebuah letupan tiba-tiba bergema memecahkan kesunyian hutan.Seseorang berteriak.Batang pokok berhampirannya bersepih kulitnya dilanggar peluru automatik,semua orang pandang keatas.Dibawah jilatan bulan yang seperti retak,nampak sesusuk tubuh berdiri diatas bukit berbtaut pejal dengan senjata terarah ke bawah.
"Itu dia."
Dan orang berteriak lantang.
"Siapa saja yang rapat,akan aku tembak."
Tidak seorang pun yang bergerak.Tembakan pertama tadi bukan main-main.Dan peringatan ayah zainon jelas ancaman yang sungguh-sungguh.Semua orang sedar,bahawa laki-laki itu akan berbuat apa saja demi untuk menjaga keselamatan dirinya.Beberapa saat,hanya terdengar suara angin berdesir melanggar dedaun dan semak belukar.Rasa-rasanya seperti orang seperti takut meski pun hanya untuk bernafas.Belasan obor tergantung diam diudara kelam.Cahayanya berkibar kesana kemari,menimbulkan bayang-bayang menggetarkan dalam hutan.
Lalu,tok ketua tiba-tiba bergerak.
Ia naik beberapa langkah keatas,dan terhenti waktu sebuah tembakan memporak perandakan dahan rendah disebatang pokok dekat kepalanya.
Letupan kedua itu bagaikan bersenandung dengan gaung memanjang.
Bibirku terasa kering.Kubasahi dengan ludah sambil memerhatikan bagaiaman laki-laki di puncak bukit berbatu,mengisi peluru kemudian meluruskan senjatanya dengan suara berderak.
"Naik."Suara tok ketua meragut kesepian malam."Katakanlah apa yang kau mahu."
Ayah zainon tertawa.Terbahak-bahak.Parau suaranya.
"Yang aku kehendaki?.Atau kau kehendaki tok ketua?."
Orang ramai bergumam halus dan marah.Laki-laki diatas tidak menyebut pemimpin rombongan kami sebagai ayahnya,tetapi menyebut orang tua itu dengan panggilan pangkat jawatannya.Betapa mendarah daging kebencian dalam diri laki-laki misteri diatas bukit itu.
"Tak usah bersilat lidah,nak."Tok ketua masih lembut suaranya."Apa yang kau kehendaki sebenarnya?."
"Bersurai.Bersurai kalian semua.Tinggalkan aku sendirian."
"Dan zainon?."
"Dia anakku.Tidak seorang pun boleh menjamahnya."
"Kami cemas akan keselamatan cucuku itu,nak.Mengapa ia tidak kau berikan saja pada kami?."
"Cemas akan keselamatan zainon?."Ayah zainon ketawa lagi."Kau cemas tok ketua.Benarkah?."Nada suaranya seperti menghina.Orang-orang disekitarku bergumam lagi.Makin marah.Dan laki-laki diatas,berteriak lantang.
"Baiklah.Kalian akan memperolehi zainon.Tetapi tidak sekarang.Tunggulah,setelah gerhana bulan berakhir."
Gerakan kepala seperti diarah,aku mendongak kelangit kelam.
Bulan semakin retak-retak oleh percikan merah,hitam,kuning,kelabu,ungu berpadu menjadi satu.
"Kami tak dapat menunggu,nak.."Tok ketua terus berbicara.Banyak sekali yang ia utarakan untuk memujuk laki-laki yang sedang putus asa itu,sehingga aku mendapat kesempatan untuk melakukan apa saja yang teringat.
Aku menarik tangan sidek.
Ia menoleh.Terkejut.
"Kita harus melakukan sesuatu."Bisikku perlahan diantara suara keras orang anak beranak yang bertanya jawab itu.Tok ketua seperti mengerti apa yang aku lakukan,dan ia mengulur waktu terus dengan berbicara tak putus-putusnya.Sementara aku dan sidek merayap perlahan-lahan bergerak ke arah yang berlawanan.Semasa mendaki dari arah utara dimana tempat aku melihat zaini kelmarin meluncur menuju mata air,telingaku sayup-sayup mendengar suara tok ketua semakin tak sabar.
"Menyerahlah.Kalau tidak,orang-orang ini tak akan menurut perintahku lagi.Kau tau,mereka sudah sejak lama tidak menyukai tingkah lakumu."
Dari atas,ayah zainon membalas lantang.
"Kau,datuk luar biasa.Demi menjaga nama baikmu,kau sampai tergamak memimpin serombongan manusia-manusia buas untuk membunuh anakmu sendiri."
Pada saat itu,aku telah merangkak keatas dan berada tak jauh dibelakang ayah zainon.Ia mengumpatkan banyak kata-kata penghinaan terhadap ayahnya sendiri,yang dibalas dari bawah dengan umpat caci pula.Dengan hati-hati aku merayap mendekati laki-laki yang sedang memegang senjata itu.Dan satu ketika.
"Hei,awas."Sidek melompat berdiri dari arah yang berlawanan denganku.Laki-laki bersenjata itu terkejut,memalingkan muka dan menarik pelatuk.Senjata ditangannya meletup dengan suara yang sangat dahsyat,tetapi sidek yang memang bertugas untuk menarik perhatian semata,telah meluru menyelinap sepantas kilat menyelamatkan diri.Pada saat yang sama,aku menerkam.
"Hu."Seruku,dan tubuh laki-laki yang hidup satu bumbung dengan aku dalam suasana yang tidak menggambarkan kekeluargaan,telah berada dalam pelukan kedua belah tanganku.Ia memberontak,dan kami jatuh berguling ke bawah.Senjata berlaras dua milik safuan itu terlepas dari genggaman ayah zainon.Dan setiba dibawah,orang-orang yang sudah tidak sabar segera mengerumun.
Beberapa orang diantaranya sudah bersiap berlaku kejam,tetapi aku cepat berseru.
"Jangan."
"Tahukah kau apa yang kau lakukan,anak bodoh?."
Aku tersinggung oleh ucapannya.Aku meludah ketanah.
"Dimana zainon?."
"Tidak akan ku katakan."
"Harus."
"Tidak."
Pelan-pelan aku menyeringai.
"Saya tahu dimana ia pakcik sembunyikan.Dalam gua berisi kubur,bukan?."
Dalam sinar belasan obor yang mengelilingi laki-laki yang terkunci rapat dalam belitan lenganku itu,nampak wajah ayah zainon menjadi pucat lesi.
"Darimana..kau tahu?."Bisiknya lemah.
Dan tiba-tiba aku lihat air matanya berlinang.
Tubuhnya lemah dan waktu pelukan aku lepaskan,ia meluncur jatuh ke tanah,bersimpun sambil menangis tersedu-sedu.
"Anakku.Anakku yang malang..."Katanya terisak-isak.
Seseorang berteriak sinis.
"Air mata buaya."
Dan yang lain menyindir.
"Bukan buaya.Tapi kera."
Lalu suara yang riuh rendah bergema dalam hutan.
"Jangan biarkan dia bermain sandiwara.Ia tidak patut dikasihani.Ia manusia berbahaya.Ayuh,kita ikat sekarang juga."
Mereka mulai menarik laki-laki itu berdiri.Ia tidak melawan.
Menyerah.Benar-benar menyerah kalah.
Aku berteriak menahan orang-orang,tetapi mereka tidak peduli.Cepat aku menoleh sambil memanggil.
"Datuk,tolonglah hentikan.Mereka.."Tetapi tak ada sahutan.
Tok ketua tidak nampak batang hidungnya.
Ayah zainon telah diseret ketempat yang lapang sedikit.Di sana,ia mulai menerima lampiasan kemarahan dan kebencian penduduk yang selama ini terpendak.Ditendang,dipukul,diludah,dicaci maki.Sesaat aku terfana oleh rasa kaget dan kemudian aku teringat,bagaimana laki-laki ini adalah ayah zainon.Memang ia telah berbuat jahat seperti sangkaan orang ramai,tetapi tak pernah aku harapkan ia dihakimi sedemikian rupa.
"Hentikan."Jeritku marah."Hentikan."
Aku menyambar tangan orang terdekat,membantingkannya ke tanah.Memukul pergelangan tangan seseorang yang sedang menghayunkan sebilah golok dan menendang perut orang lainnya lagi yang bertubi-tubi menghunjamkan tinju ke tubuh laki-laki yang tidak berdaya itu.
Tiba-tiba.
Apa?.Dia membela manusia laknat itu?.
Disusul teriakan marah.
"Mungkin mereka berkuncu.Hentam dia."
Satu letupan pendek bergema.Tidak terlalu keras,namun pekik orang-orang yang sudah siap melanyak kami berdua benar-benar mengejutkan.Orang-orang yang terpekik itu,mundur sambil memegang bahagian tubuh tertentu.Masing-masing dengan mulut merintih kesakitan.Yang lain,terpegun dan kemudian menoleh ke arah datangnya letupan senjata misteri tadi.
Dari semak belukar diantara pohon-pohon raksasa yang berdiri diam,kelihatan beberapa susuk tubuh sedang mendaki kearah kami.Mereka membawa obor,malah yang terdepan sekali menyandang senjata.Barulah aku sedari mengapa orang-orang yang sudah siap untuk melanyak aku,cepat-cepat menyingkir,dalam keadaan sakit.Ternyata mereka telah menjadi sasaran sejumlah peluru yang biasanya diperuntukkan bagi sasaran berupa burung,yang meledak selaigus dari laras double-loop ditangan orang terdepan itu.
"Safuan."Aku berteriak girang.
"Hish.Diamlah.Kau tau ditolong saya.Lama-lama bosan juga."Rungut si pemuda sambil berlari-lari mendekati kami.
"Ada apa disini?."Dan waktu dia melihat orang yang terdampar dengan mulut merintih-rintih kesakitan diatas rumput,safuan terkejut.
"Pakcik."Serunya,lalu membantu orang tua itu duduk.
Dari terkejut,bertukar menjadi marah.
"Siapa yang begitu kurang ajar terhadap keluarga aku,ha?.Siapa?."
Semua orang terbungkam.
Safuan disegani,seperti orang-orang yang menyegani datuknya.
"Ayuh.Mengapa tak ada yang menajawab?.Kalau mau menghina,bersikap jantanlah.Berdiri satu persatu,lalu akulah yang dilawan.Bukan orang tua lemah begini.Ayuh.Tampil semua.Tampillah."
Langkah-langkah orang-orang yang bersama safuan mendekat.
Aku ternampak ketua parit buntar,pakcik masor,pakcik hussain orang tua aneh yang menaklukkan babi jelmaan di kampung terpencil itu,seorang dua orang-orang lain yang aku kenal sebagai penduduk desa parit buntar.Lalu seseorang yang tak pernah lekang dari ingatanku.Yunus.Ia setengah diseret oleh dua orang yang aku sebut terakhir.Dan aku agak hairan melihat bagaimana wajahnya lebam malah dari mulutnya yang pecah menitis darah yang membasahi pakaian yang dipakainya.
"Mengapa dia?."Tanyaku takjub.
Ketegangan ditubuh safuan mengendur.
"Ah,hanya sekadar penebuh dosa."Ketua parit buntar menyeringai.
"Aku kembali tak sanggup menahan penduduk yang hampir saja membunuhnya."
"Membunuh yunus?.Tetapi mengapa?."
"Ketika zaini sedar,nama pertama yang ia teriakkan adalah nama yunus.Ternyata bangsat ini lah yang memujuk zaini meninggalkan rumah.Lalu menyerahkannya pada seseorang yang telah membayar mahal pada yunus.Kami seret yunus ke cenderung untuk membuktikan ucapannya sekali gus untuk minta pertanggungjawabkan orang yang ia sebut-sebut.Tetapi desa kalian sepi.Kebetulan kami bertemu safuan yang baru balik dari cenderung.Ia mendengar apa yang telah terjadi didesa kalian.Lalu mengajak kami bersama-sama ke sini untuk dua maksud.Pertama,menyelamatkan orang tak bersalah..."Ia menggerakkan dagu kearah ayah zainon yang berdiri lemah."Setelah itu,menyeret syaitan laknat manusia budiman.Nah.Boleh kami tahu dimana adanya ketua kalian?."
(Bersambung...)
Sumber : Naskah Dari Pawang Syaitan
Korban Pemuja Ilmu Syaitan
Bab (8)
Babi yang dihebohkan itu terjebak diantara pagar bambu yang rapat dan tembok rumah seorang penduduk yang terkaya dikampung itu.Kami bertiga turun dari teksi.Lalu bergegas ikut bersama penduduk berkerumun melingkar disekeliling pagar terutama dibahagian pintu masuk halaman rumah tersebut.Hanya seekor babi yang hitam legam tersepit ke tembok rumah.Obor-obor dinaikkan tinggi-tinggi.Begitu juga sebuah lampu gaslin.Sehingga cahaya terang benderang menerangi tubuh binatang itu.
Sepasang mata kecil mengintai dengan liar disekitar orang-orang yang berkerumun.Taring panjang yang keluar dari sudut-sudut mulutnya,amat mengerikan.Kulitnya coklat kehitam-hitaman.Berbulu kasar dan kesat menggerendeng dengan hempasan-hempasan kaki berkuku keras berdentam-dentum ke tanah.
Aku terlihat sebatang tombak terbaring ditanah.Juga beberapa bilah golok dan pisau.Malah segelintir dari orang-orang disitu sedang melontar batu-batu besar dan potongan-potongan kayu kearah binatang yang tidak berkelip menerimanya.Dengan mata terbelalak aku melihat sendiri,bagaimana benda-benda merbahaya itu mengenai kulit sang babi.Memantul dengan kuat tanpa menjejaskan kulit sang babi.Apalagi luka.
"Ia kebal senjata."Teriak beberapa orang dengan gusar bercampur takut.
"Hampir-hampir tak dapat dipercayai."Gumam safuan disebelahku.Ia meraba senapangnya dan merungut-rungut sendiri."Sialan.Biar aku mencuba dengan senapang pula."
Semasa kepungan itu kian merapat,bahkan beberapa orang telah melompat pagar bambu,tiba-tiba babi itu mengereng.Dengan sebuah keluhan aneh keluar dari hidungnya yang kembang kempis serta berlendir,binatang yang mengerikan itu berdiri dengan kedua kaki belakangnya.Serentak dengan jeritan aneh yang keluar dari mulutnya,bayangan binatang itu kian kelam,semakin kelam dan mulai membentuk bayang-bayang yang nyata.
Tiba-tiba seseorang berteriak.
"Meludah ketanah.Meludah ketanah."
Mendengar arah itu,semua orang-orang yang berkerumun,meludah dengan suara bising kearah tanah.Sehingga seolah-olah tidak ada tanah disekitar itu yang tak kene air liur.Pemandu teksi berludah disampingku.Meludah paling keras,malah wajahnya membayangkan kejijikan dan rasa muak yang berlebihan.
"Mengapa mesti berludah,pakcik?."Tanyaku ingin tahu.
Pemandu teksi itu merenungi mataku seketika.Seperti ia baru mengenal aku.Lantas ia menerangkan.
"Seorang yang menjelma jadi babi untuk memperolehi kekayaan,biasanya tidak bergerak bersendirian.Selama ia mencari sasaran rumah-rumah orang kaya,dengan menempelkan tubuhnya kedinding sehingga harta kekayaan yang diingini atau pun rezeki si pemilik rumah,pindah ke rumah si penjelma itu sendiri.Maka salah seorang anggota keluarga.Entah isteri,entah anaknya sekalipun,harus selalu siap diahadapan sebuah lilin yang bernyala.Bila babi ini dalam keadaan bahaya,seperti sekarang,maka lilin tadi akan berkelip-kelip.Lantas si penjaga lilin harus segera meniupnya.Maka babi itu akan lenyap dari pandangan mata orang-orang yang membahayakan dirinya.Nasib baik ada yang ingat untuk berludah.."Matanya dikecilkan begitu juga suaranya."Nah,lihatlah."
Bayang-bayang tadi menggelupur liar.Kemudian membentuk kembali seperti semula.Seekor babi besar,bertaring tajam mengerikan.Mata berkilat-kilat tajam.Peluh kini membanjiri seluruh tubuhnya.Rupanya dalam usaha untuk menlenyapkan diri,ia telah mengerahkan seluruh tenaganya.Kini ia meringkuk ditanah.Termengah-mengah keletihan dan orang ramai bersorak-sorak sambil melontar binatang itu dengan apa saja yang tercapai.Perbuatan yang ternyata sia-sia saja.Kerana tidak sedikit pun memberi kesan atau menjejaskan kulit sang babi.
Orang ramai terus merapat,dan kini semuanya telah berada dihalaman.Sebahagian dari mereka menghimpit ke tembok,sehingga binatang itu tambah tersepit.Ia berpusing-pusing dengan ganasnya.Tetapi tidak kerana menerjang ke hadapan kerana air ludah berhamburan dimana-mana.Pada saat itulah safuan mencengkam pergelangan tanganku.
"Jalal."Bisiknya.
"Heh?."Aku terkejut kerana ketika itu aku dicengkam oleh perasaan takjub dan bebaur dengan ngeri.
"Kau lihat gerakan binatang itu?."
"Ya."
"Ya,apa?."Soalnya mengejek.
"Biasa.Tak ada yang ganjil."
"Mata kau diusap syaitan rupanya.Tidakkah kau lihat kaki kanannya yang depan agak pincang?."
Setelah memerhatikan gerakan binatang itu betul-betul,baru aku ternampak seperti yang dikatakan oleh safuan.Namun masih belum mengerti apa tujuan safuan.
"Jadi?."Tanyaku."Apakah seseorang telah berjaya melukai kakinya?."
"Bodoh."Tepelak safuan.
"Babi ini pernah berkeadaan cemas sehingga lilin dirumahnya tidak bergoyang-goyang,bila kaki kanannya itu disambar peluru."
"Peluru?."
"Kau dah lupa?."Safuan bertanya agak marah.
Lama baru aku teringat waktu pertama kali berburu disempadan hutan antara parit buntar dan kampung cenderung,dimana kami mengejar seekor babi yang sempat menghilang dengan aneh setelah kaki kanannya disambar peluru senapang safuan.
"Bagaimana kau tahu babi ini.."
"Aku pemburu.."Katanya antara marah dengan bangga."Seorang pemburu punya panca indera yang tajam."
"Persetan dengan pancaindera mu.Tetapi lihatlah apa yang sedang dilakukan oleh binatang ganjil itu."
Ditengah-tengah halaman,dalam cahaya obor dan gaslin,kedua kaki depan binatang itu menekuk dengan siku menyentuh tanah.Seperti layaknya seseorang yang sujud untuk menyembah.Kepala binatang itu mencium tanah.Menghadap seorang laki-laki berumur yang perlahan-lahan masuk ke tengah-tengah halaman dengan memakai kain dan tengkolok hitam.Serentak dengan itu,masuk seorang tua yang berpotongan seperti pengawal.Suara-suara bising dan bisik,lenyap perlahan-lahan.Suasana menjadi sepi.Sesekali dipecahkan oleh suara helaan-helaan nafas yang letih dari sang babi.
"Jadi kau tak mau melawan,dan kini ingin menyerah."Kata orang tua itu dengan suara tenang.Entah pada siapa.
Kepala babi itu terangguk-angguk.Benar.
Mengiyakan.
"Kau tahu risikonya?."
Sang babi berdiam diri.Nafasnya tak terdengar,sama seperti manusia yang mengerumuninya.
Orang tua itu mengusap-usap janggutnya.
Ia geleng-geleng kepala sebentar.Lantas.
"Aku maklum."Katanya."Kau ingin mati seperti manusia biasa,bukan sebagai babi yang hina.Keluarga mu dirumah mungkin kini sedang dilanda perasaan cemas kerana tipuan mereka tidak memadamkan lilin sama sekali.Aku dapat bayangkan anggota keluarga mu itu sedang keletihan,dan mulai berfikir apa yang terjadi denganmu."
Sudut-sudut mata binatang itu berair.
Babi itu menangis.
"Nasi sudah menjadi bubur.Hai manusia yang dilaknat tuhan.Kerana engkau terlalu tamak dan bernafsu untuk cepat kaya secara senang,kini kau memilih.Mengorbankan salah seorang anggota keluargamu atau membunuh diri."
Tubuh babi itu bergegar hebat.
Tergoncang-goncang.
Suara tangis yang terlalu lemah,menyapu telinga dan aku menggigil mendengarnya.Disebelahku,safuan berulang kali mengucapkan istighfar.Ucapannya terlalu keras dan aku kira mungkin didengar oleh binatang itu.Sehinga si babi kini memukul-mukul kepalanya ke tanah sehingga bunyi berdebuk-debuk.
Sang babi tiba-tiba bingkas berdiri,bila orang tua melepaskan kain sarung yang dia pakai.Kini orang tua itu hanya berseluar pendek.Ia bergerak mendekati binatang itu.Binatang itu bergerak mundur.Orang ramai yang berkerumun dibelakangnya,bertempiaran menghindarkan diri.Binatang itu terus undur.Dan sebaik saja punggungnya tertumpu ke tembok,keempat-empat kakinya dibengkokkan.Mulutnya menyeringai memperlihatkan taring-taring yang semakin panjang dan tajam.Sepasang matanya yang kecil itu mula digenangi air.
"Apa boleh buat.Rahsiamu akan aku buka dihadapan khalayak ramai.Sebagai hukuman dan agar kau insaf.Eh..kau menolak.Kau memilih untuk mati penasaran?."
Sebagai jawapan,binatang itu tiba-tiba menerkam.Tubuhnya melayang-layang ke udara dan terus ke laki-laki yang sedang membongkok itu.Laki-laki itu mengelak.Tengkoloknya kene sambar,sehingga terjatuh ke tanah.
Orang tua itu naik berang.
"Kau jamah kepalaku."Teriaknya,seram."Kau harus menerima balasan penghinaanmu ini."
Rupanya babi yang terhumban ke tanah itu sudah tidak mempedulikan apa yang akan terjadi ke atas dirinya.Ia sudah tidak melihat jalan selamat,kerana kepungan manusia yang demikian ketat dan ludah yang terus menerus bersemburan sehingga ia tidak berani menerobos melalui semburan ludah-ludah itu.
Setelah ia kembali berdiri tegak,gerakan tubuhnya menuju kearah orang tua yang memanggil nama seseorang.
"Rahim."
Seorang laki-laki muda yang dipanggil rahim,keluar dari kerumunan orang ramai.Sebilah golok yang tergenggam ditangannya,dilemparkan ke tempat lapang.Lemparan itu serentak dengan loncatan sang babi.Orang tua tadi berkelip sedikit,sehingga tidak terkena oleh hunjaman taring-taring panjang.Namun golok yang melayang diudara,tersambar oleh gerakan binatang itu.Dan terlontar jauh didekat orang ramai berkermun.Orang tua itu berguling ditempat lapang mengesot kearah golok tadi.Tetapi si babi tidak memberi kesempatan.Semua orang bagai terpukau dan tidak teringat sedikit pun untuk memberi pertolongan.Hanya memerhatikan,bagaimana tubuh si orang tua terhenyak pada tembok bila dihentak oleh bahagian depan tubuh sang babi.
Beberapa orang terpekik bila melihat darah mengalir dari peha orang tua itu,yang rupanya terkene taring babi.
"Syaitan."Ia memaki.Bengis,lantas menyambar apa saja benda yang terdekat.Kebetulan yang terpegang olehnya sebatang tombak dengan mata besi yang tajam.Orang tua itu tersenyum.Ia berdiri cepat.Sementara babi memutar tubuh untuk menghadapi lawan.Kerana terlalu letih oleh seragannya yang bertubi-tubi dan mungkin juga oleh lontaran benda-benda tajam yang terus-menerus menghujani dirinya sebelum pertarungan itu,maka gerakan sang babi agak lembap.
Matanya merah bernyala ketika berlutut keempat-empat kakinya lagi.
Pada saat yang sama,si orang tua menancapkan hujung tombak tiga kali ke dalam tanah.
Binatang itu terbang diudara.
Si orang tua mengangkat tombak dengan hujungnya mengarahkan pada sang babi.
"Demi nama allah."Teriak orang tua itu dan.
"Cep."Tombak menembus tubuh babi,tepat dibahagian jantung.Terdengar suara jeritan sang babi.Tombak patah semasa sang babi jatuh menggelupur seketika.Kemudian mengejang merengang nafas.Lantas secepat kilat,orang tua yang luar biasa itu melontarkan kain menutupi seluruh tubuh babi yang telah kaku menyembah bumi.
"Akan segera kita ketahui siapa gerangan penjelma ini."Bisik pemandu teksi.Parau.
Setelah kain sarung yang menyelimuti tubuh binatang itu disingkap oleh orang tua,safuan berbisik.
"Ya allah."
Lantas ia berundur dengan tubuh yang lemah.
Aku sendiri,berulang-kali mengusap kedua belah mataku setelah jelas memerhatikan jasad bintang babi yang telah berubah rupa menjadi manusia itu.Ia termengah-mengah memegang tombak yang masih terbenam ditubuhnya.Matanya dipejam rapat.Suaranya terdengar lemah dan putus-putus.
"Maafkan ayahmu,sabariah."
"Bacalah dua kalimah syahadat."Kata orang tua itu dengan lembut."Bacalah.Ashaduu..."
Tetapi orang tua yang kurus kering itu telah menghembuskan nafas dengan bayangan penderitaan yang amat sangat di kerut-kerut wajahnya.
"Siapa dia?.Orang mana?."Terdengar pertanyaan-pertanyaan dari orang ramai.
"Entahlah.Tetapi bukan orang sini."
"Rasa-rasa aku kenal."Ujar pemandu teksi disebelahku.
"Aku pernah membawa dia dan anak isterinya ke parit buntar.Kalau tak salah ingat,dia orang kampung cenderung."
Safuan berjalan tertatih-tahi dalam kegelapan malam membawa kedua belah kakinya yang terasa begitu berat.Cepat-cepat aku menyusulnya kemudian memapahnya naik ke teksi.Safuan hanya terdiam untuk beberapa ketika.Wajahnya pucat dan matanya memandang kosong.Dalam jilatan lampu-lampu kereta yang bersimpang siur,aku dapat melihat betapa penderitaan yang menyerang sahabatku dengan tiba-tiba itu.
Teksi yang kami tumpangi mulai bergerak.
"Datuk yang jahat,kalau tidak ayah sabariah tidak akan jadi begini."
Pemandu teksi berkata.
"Orang tua yang malang.Orang miskin yang tadinya berhati mulia.Tetapi mengapa?.Mengapa?.Kasihan anak dan isterinya,"Ia menambah.
Safuan,seolah-olah baru sedari dari terkene pukau,dia menyuruh teksi berhenti.Kemudian melompat turun.Sambil berlari kearah kampung kembali ia berteriak padaku.
"Baliklah kau dulu.Aku akan turut menghantar jenazah ke rumah keluarganya."
Dan naluriku membisikkan.Safuan untuk selama-lamanya akan menyingkirkan datuknya atau siapa saja didunia ini yang membantah tekadnya untuk berkahwin dengan sabariah.Walau apa pun kata orang terhadap ayah gadis itu.
Aku lantas teringat pada zainon,kekasihku.Aku kira kau juga tetap akan melamar zainon,walau apa kata orang lain tentang ayahnya.Apa sebenarnya yang diingini oleh orang tua itu.Dia cukup kaya,sehingga tidak perlu melakukan pemujaan terhadap syaitan.Ataukah kekayaan itu hasil yang ia perolehi setelah apa yang dikatakan orang,ia berguru kepada kera.Gurunya lah yang muncul pada malam-malam yang menakutkan dibilik tidur zainon,dengan pengetahuan ayah si gadis.Tetapi mengapa aku pernah melihat ia sedang membongkok diatas tubuh anak gadisnya sendiri.
"Zainonku sayang..."Keluhku.
Dan entah mengapa jantungku tiba-tiba berdebar.Berulang lagi pertanyaan dari mulut yang sejak tadi mendera ulu hati.
"Baik-baik saja kah dia dirumah?."
Tiba-tiba aku sambar bahu pemandu teksi yang aku tumpangi.Dia terkejut.Lalu menoleh pucat kearahku.
"Oh,saudara."keluhnya."Aku kira..."
"Tolong lajukan sikit.Tolong."
"Baiklah."
Teksi melancar laju.
"Saya bayar lima kali ganda."Janjiku tak sabar.
"Tak payah bayar,saudara.Menghantar kau pulang sudah merupakan satu penghormatan yang diberikan padaku.Aku salah seorang yang hampir-hampir ikut membunuh kau waktu kau ditangkap.Dan ketika kau membawa zaini pulang.."
"Tolong lajukan sikit lagi."Aku berteriak.
Pemandu teksi itu tidak bersuara apa-apa.Ia menekan pedal minyak teksi itu dengan lebih kuat lagi.Teksi meluncur lebih laju lagi.
Udara yang panas menggigit ubun-ubun semasa aku melompat turun dari tempat duduk.Perasaan tidak sedap semakin mendebarkan dada sebaik saja aku sampai dikampung cenderung yang agak lain dari biasa.Aku bergegas masuk kedalam rumah.Lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada pemandu teksi yang begitu baik hati menghantar aku pulang.
Pintu tak berkunci.
Dan tidak seorang pun yang menyambut kedataganku.
"Zainon?."Aku keluar masuk bilik tidurnya."Zainon?,non.Ini aku balik zainon."
Bilik tidur gadis itu kosong.Katilnya bersih dan rapi.
Aku ke bilik ayahnya.Juga kosong.Keadaannya bersih dan rapi.
Aku berlari sekeliling rumah sambil memanggil zainon.Tetapi sia-sia.Tidak ada siapa pun dirumah ketika itu.Aku bergegas kepancuran.Seorang dua jiran memerhatikan gelagatku.Bahkan ada yang berseru memanggil tetapi aku tak hiraukan.Dipancuran,aku lihat seorang perempuan sedang mandi.
Telanjang.
"Auu."Pekiknya sambil menutup tubuhnya yang basah dengan tuala.
Ia bukan zainon.
Aku berpatah balik kerumah dengan bingung.
Sebelum sempat aku masuk melalui pintu dapur,jiran yang tadi memanggil lagi.Aku mendekatinya.
"Anak jalal dari mana?."Orang itu,perempuan tua berusia lebih dari enam puluhan.Tetapi masih memiliki mata berkilau dan gigi yang rapi.Menggesel-gesel tembakau sentil didalam mulutnya dengan menggunakan sebelah jari yang kemerah-merahan oleh air tembakau itu.
"Zainon kemana,nek?."Tanyaku tanpa menjawab soalan nya tadi.
"Nak,itulah yang sedang dihebohkan orang."
Wajahku pucat.
"Dihebohkan orang.?Apa yang terjadi?Zainon mendapat kecelakaan?."
"Entahlah.Tak ada yang tahu."
"Mengapa rumah kosong?Mengapa keadaan sekeliling sunyi saja?."
Si perempuan tua itu memperbaiki letak sentilnya tanpa memperlihatkan sikap cemas.
"Mereka sedang berkumpul didepan rumah tok ketua kampung."
Jadi,itulah sebabnya mengapa semasa aku sampai dihujung kampung tadi,aku lihat ramai sekali kaum laki-laki membawa golok dan senjata-senjata tajam lainnya sambil berduyun-duyun menuju ke rumah datuk zainon.
Seorang yang kebetulan lalu disitu semasa aku berlari ke jalan,menyapa.
"Wah.Kau datang tepat pada waktunya.."
Orang itu adalah sidek.salah seorang petugas ronda yang merupakan orang pertama kau temui sewaktu mula-mula aku tiba dikampung ini dulu.Wajahnya membayangkan kebimbangan waktu dia berkata.
"Tahukah kau,zainon dan ayahnya menghilang?."
Aku terpegun.
Tak percaya terhadap pendengaranku sendiri.
"Ayuh kerumah tok ketua.Akan kau ketahui nya nanti apa yang sebenarnya terjadi."
Bayangan laki-laki bertubuh gelap membongkok diatas tubuh zainon,membuat jantungku mencuit.Lalu bayangan seekor kera melompat melalui jendela yang dihempas terbuka,lantas lari ketengah hutan.Tangan ku meraba dibahagaian belakang kepala.Seseorang telah memukulku dari belakang secara diam-diam ketika aku hampir berjaya menjebak mahkluk itu dipinggir hutan.Seseorang yang kemudian aku temui dirumah,bernafas termengah-mengah,muka berpeluh dan pucat.Ayah zainon dan kera itu..?.
Ramai orang berkumpil dihadapan rumah tok ketua yang tersergam megah.
Sidek bertanya pada salah seorang.
"Bapak belum keluar?."
Orang itu menggeleng.
"Sudah ada yang bertanya ke dalam?."
"Siapa yang berani?."
Aku tahu akan keengganan mereka.Lebih-lebih setelah sidek bergumam dengan nada simpati.
"Kasihan orang tua itu.Hatinya hancur berkeping-keping.Mudah-mudahan ia cepat menemukan dirinya kembali,sehingga kami cepat-cepat bertindak."
Tanpa berfikir panjang lagi,aku melangkah masuk kerumah.
Pelayan-pelayan sedang berbisik diruang depan.Waktu aku masuk,mereka terkejut dan segera berbungkam.
"Dimana datuk?."Aku bertanya.
Mereka menuju keruang tengah.
Aku ke dalam.Nampak orang tua yang sudah berumur namun masih bertubuh tegap itu,tunduk lesu di atas sebuah sofa empuk.Rambutnya yang sudah putih itu,kusut.Sebahgian menutupi keningnya,di mana luka berdarah yang sudah kering.Kedua belah kakinya menjuntai kelantai tak bertenaga.Kulit wajahnya yang kehitam-hitaman dan selalu kelihatan berseri-seri,pucat seperti kapas.Bibirnya tertutup rapat.Sementara sepasang matanya yang tajam,kini berwarna kelabu.Ia tunduk memandang lantai.Ia sama sekali tidak menyedari kehadiranku,meski pun aku telah berdiri cukup lama diambang pintu ruang tengah.
Mengenang nasib zainon,menyebabkan aku tak sabar.Akhirnya aku bertanya.
"Tuk."
Diam.Ia diam seribu bahasa.Mematung.Bak batu.
"Datuk."Panggilku,lebih keras.
Barulah dia menarik nafas dan menoleh.Ia menatapku lama.Dan dari mulutnya terlepas suara gersang yang patah-patah.
"Bala telah menimpa keluargaku."Ia tiba-tiba menggeletar.
"Datuk..apa yang telah terjadi dengan zainon?."Desakku tak sabar.
"Zainon.Oh,cucuku yang manis.Haruskah kau dikorbankan?."
Lalu orang tua itu tiba-tiba menangis.
Dengan perasaan tidak sabar,aku biarkan orang tua itu memuaskan tangisnya.Kemudian aku mulai mengerti apa yang telah terjadi.Sambil tersengguk-sengguk,ketua yang dipuja,disanjung dan dihormati tidak saja oleh penduduk desanya tetapi juga penduduk dari desa-desa lain tercerita terputus-putus tentang apa yang ia alami.
Malam sudah larut,tetapi aku belum juga pulang.Kerana cemas,zainon meninggalkan rumah dan pergi ke tempat datuknya.Ia bertanyakan apakah safuan sudah pulang.Waktu sang datuk menjawab,belum,zainon mulai menangis.
"Sabarlah cucuku.Mungkin mereka terlambat seperti dahulu."
Tetapi sambil terisak,zainon mengadu.
"Kalau dia pulang segera.Kalau tidak,apa yang akan terjadi dengan diriku?datuk?"Si gadis itu memeluk tok ketua."Saya takut.Saya benar-benar takut.Tanpa jalal disamping saya,saya benar-benar tidak merasa tenteram lagi berada dirumah,meski pun disana ada ayah."
Orang tua itu menggangguk-angguk.
Lalu mengusulkan.
"Mengapa tidak tidur disini saja?."
Menjelang tengah malam,pintu depan diketuk orang.
Semasa dibuka oleh zainon yang menyangka safuan dan jalal yang datang,didepan pintu ternyata berdiri ayahnya.Orang yang sudah bertahun-tahun mengharamkan untuk memijak halaman rumah tok ketua,menyinga garangnya.
"Pulang,zainon."
Zainon kebingugan.
Datuk diluar,dan berhadapan dengan laki-laki setengah baya itu.Selama beberapa saat mereka cuma berpandangan dengan diam,tanpa berkata-kata.Akan tetapi waktu zainon bermaksud untuk mengikuti ayahnya,tok ketua cepat-cepat menahan.
"Tinggallah disini,cucu."
Zainon jadi binggung.
"Ayuh,ikut."Bentak ayahnya,lalu mulai menarik tangan zainon.
Datuk ikut pula membentak.
"Biarkan dia."
Lalu menarik tangan zainon yang sebelah lagi.Dari tarik menarik,kedua anak beranak itu bertengkar hebat.Pertengkaran itu disusul dengan perkelahian.Sebuah tinju yang deras menghentam muka datuk,sehingga tercampak tertumpu ke tembok.
Pipinya luka berdarah dan datuk jatuh terjelepuk.Melihat itu,zainon berlari untuk menolong datuknya,tetapi ayahnya mencegah.Kini anak beranak dari generasi kedua itu lah yang bertengkar.Si ayah menampar anak gadisnya.Dan membentak.
"Kau akan dimakan syaitan yang tinggal dirumah ini."
Zainon terjenggah.
"Syaitan.Datuk ayah kata syaitan."Jeritnya.
Lalu ia mulai mencakar ayahnya.
"Orang-orang mengatakan,kaulah syaitan itu."
Dan umpat caci terlepas dari mulut sigadis.Ia belum pernah ditampar orang.Ia selalu dimanja,dan tiba-tiba seseorang menamparnya.Meski pun orang itu adalah ayahnya sendiri,hatinya terlalu sakit.Lebih-lebih lagi datuknya sendiri dikatakan syaitan.Gadis itu menceracau mengingatkan sang ayah betapa dalam mimpi-mimpi buruknya ia tidak saja melihat mahkluk yang mengerikan itu mengganggu,akan tetapi juga melihat bayangan tubuh sang ayah yang menjamah tubuhnya.
Ayahnya bertambah berang.Dengan marah,ia tinju gadis itu.
Zainon terjajar membentur sebuah pintu yang terhempas membuka.Ayahnya mengejar.Datuknya hanya bisa memerhatikan dengan tubuh lemah dan sakit-sakit bagaimana zainon yang kebetulan terhempas masuk ke bilik tidur safuan,telah menggenggam senapang berlaras dua.Namun sebelum sempat ia menggunakannya,senjata itu telah dirampas oleh ayahnya.Setelah menyambar sekotak peluru,laki-laki yang sedang marah itu kemudian menyeret anak gadisnya pulang ke rumah.
Suara bising itu menarik perhatian penduduk.
Beberapa orang keluar untuk menolong bila mendengar jeritan dan tangis zainon.
Namun,dengan terhoyong-hayang tok ketua berjaya menyusul keluar dan berseru tertahan-tahan.
"Biarkan mereka..."
Jerit dan tangis zainon masih menggema keluar setelah mereka tiba dirumah.Malam yang sepi dan dingin itu menjadi ramai dan panas.Yang peliknya,dengan mendadak jerit dan tangis zainon mereda.Orang ramai merasa hairan.Termasuk datuk.Dari kejauhan mereka melihat bagaimana kedua anak beranak itu keluar dari rumah,menerobos kegelapan malam menuju keluar kampung.Nampaknya,tidak ada paksaan atas diri sigadis.Ia berjalan disamping ayahnya,sambil tangannya memegang lengan si lelaki.Sementara tangan yang sebelah lagi menyeret senjata besar dan berat itu.Sedangkan ayahnya membawa bungkusan.
Sekali lagi tok ketua melarang bila didapati ada beberapa orang yang cuba menjejak mereka.
"Biarkan."
"Alangkah bodohnya."Isak sidatuk mengejutkan aku yang terhenyak disebuah kerusi."Mereka aku biarkan pergi,padahal semestinya aku tahan."
"Kemana mereka pergi,tok."Tanyaku hati-hati.
"Siapa yang tahu."
Dengan membasahi bibirku yang kering,lebih hati-hati lagi aku bertanya.
"Apakah tuduhan penduduk atas diri anak tok?."
"Tuduhan?.Tuduhan apa?."Matanya yang kelabu,kelihatan pucat.
Aku batuk-batuk kecil.
Bingung sesaat.Tetapi nasib zainon sedang dipertaruhkan.
Tanpa segan-segan lagi,aku berkata tegas.
"Ia memuja kera."
Tubuh orang tua itu menggeletar.
Lehernya seperti patah,kerana kepalanya tiba-tiba aku lihat terjatuh menyentuh dada.
"Benarkah,tok."
"Itu..ah aku..aku tak tahu.Lantas mengapa?."Matanya berkilat aneh waktu kembali menatap aku.
"Tadi datuk mengingau.Datuk bilang,zainon akan dikorbankan.Mungkinkah ia dikorbankan oleh ayahnya sendiri untuk...untuk dikahwinkan dengan seekor kera?."Tanyaku terus terang dan tegas.
Tok ketua menjilat bibirnya.
Matanya kian kelabu.
"Aku..aku tak tahu.Aku baru mendengar."
Meski pun tak percaya orang tua itu baru mendengar tentang hal itu,aku tidak membantah.Dengan bersusah payah akhirnya aku berjaya mengajak orang tua itu untuk bangkit lalu berjalan.Aku memapahnya menemui penduduk yang sudah berkerumun diluar rumah.Semua orang berdiri,memandang dengan hormat pada orang tua itu.
"Baiklah."Kata tok ketua ditengah kesepian yang menerpa waktu dia berdiri didepan penduduk."Kita cari anak gadis yang malang itu."
Bayangan zaini yang bertubuh kotor oleh debu,lumpur dan darah kering,pakaiannya yang koyak rabak dan shock yang dia alami kerana tidak perawan lagi,menari-nari di depan mataku.Betapa takutnya aku membayangkan bagaimana andaikata kini aku akan hadapi adalah zainon dalam bentuk zaini ketika aku dan safuan menemuinya ditengah-tengah hutan.Memang,zainon tidak sendirian.Tetapi dengan kehadiran ayah disampingnya,justru membuat aku berharap ia sebaiknya berada sendiri saja dalam hutan.
(Bersambung...)
Sumber : Naskah Dari Pawang Syaitan
Bab (8)
Babi yang dihebohkan itu terjebak diantara pagar bambu yang rapat dan tembok rumah seorang penduduk yang terkaya dikampung itu.Kami bertiga turun dari teksi.Lalu bergegas ikut bersama penduduk berkerumun melingkar disekeliling pagar terutama dibahagian pintu masuk halaman rumah tersebut.Hanya seekor babi yang hitam legam tersepit ke tembok rumah.Obor-obor dinaikkan tinggi-tinggi.Begitu juga sebuah lampu gaslin.Sehingga cahaya terang benderang menerangi tubuh binatang itu.
Sepasang mata kecil mengintai dengan liar disekitar orang-orang yang berkerumun.Taring panjang yang keluar dari sudut-sudut mulutnya,amat mengerikan.Kulitnya coklat kehitam-hitaman.Berbulu kasar dan kesat menggerendeng dengan hempasan-hempasan kaki berkuku keras berdentam-dentum ke tanah.
Aku terlihat sebatang tombak terbaring ditanah.Juga beberapa bilah golok dan pisau.Malah segelintir dari orang-orang disitu sedang melontar batu-batu besar dan potongan-potongan kayu kearah binatang yang tidak berkelip menerimanya.Dengan mata terbelalak aku melihat sendiri,bagaimana benda-benda merbahaya itu mengenai kulit sang babi.Memantul dengan kuat tanpa menjejaskan kulit sang babi.Apalagi luka.
"Ia kebal senjata."Teriak beberapa orang dengan gusar bercampur takut.
"Hampir-hampir tak dapat dipercayai."Gumam safuan disebelahku.Ia meraba senapangnya dan merungut-rungut sendiri."Sialan.Biar aku mencuba dengan senapang pula."
Semasa kepungan itu kian merapat,bahkan beberapa orang telah melompat pagar bambu,tiba-tiba babi itu mengereng.Dengan sebuah keluhan aneh keluar dari hidungnya yang kembang kempis serta berlendir,binatang yang mengerikan itu berdiri dengan kedua kaki belakangnya.Serentak dengan jeritan aneh yang keluar dari mulutnya,bayangan binatang itu kian kelam,semakin kelam dan mulai membentuk bayang-bayang yang nyata.
Tiba-tiba seseorang berteriak.
"Meludah ketanah.Meludah ketanah."
Mendengar arah itu,semua orang-orang yang berkerumun,meludah dengan suara bising kearah tanah.Sehingga seolah-olah tidak ada tanah disekitar itu yang tak kene air liur.Pemandu teksi berludah disampingku.Meludah paling keras,malah wajahnya membayangkan kejijikan dan rasa muak yang berlebihan.
"Mengapa mesti berludah,pakcik?."Tanyaku ingin tahu.
Pemandu teksi itu merenungi mataku seketika.Seperti ia baru mengenal aku.Lantas ia menerangkan.
"Seorang yang menjelma jadi babi untuk memperolehi kekayaan,biasanya tidak bergerak bersendirian.Selama ia mencari sasaran rumah-rumah orang kaya,dengan menempelkan tubuhnya kedinding sehingga harta kekayaan yang diingini atau pun rezeki si pemilik rumah,pindah ke rumah si penjelma itu sendiri.Maka salah seorang anggota keluarga.Entah isteri,entah anaknya sekalipun,harus selalu siap diahadapan sebuah lilin yang bernyala.Bila babi ini dalam keadaan bahaya,seperti sekarang,maka lilin tadi akan berkelip-kelip.Lantas si penjaga lilin harus segera meniupnya.Maka babi itu akan lenyap dari pandangan mata orang-orang yang membahayakan dirinya.Nasib baik ada yang ingat untuk berludah.."Matanya dikecilkan begitu juga suaranya."Nah,lihatlah."
Bayang-bayang tadi menggelupur liar.Kemudian membentuk kembali seperti semula.Seekor babi besar,bertaring tajam mengerikan.Mata berkilat-kilat tajam.Peluh kini membanjiri seluruh tubuhnya.Rupanya dalam usaha untuk menlenyapkan diri,ia telah mengerahkan seluruh tenaganya.Kini ia meringkuk ditanah.Termengah-mengah keletihan dan orang ramai bersorak-sorak sambil melontar binatang itu dengan apa saja yang tercapai.Perbuatan yang ternyata sia-sia saja.Kerana tidak sedikit pun memberi kesan atau menjejaskan kulit sang babi.
Orang ramai terus merapat,dan kini semuanya telah berada dihalaman.Sebahagian dari mereka menghimpit ke tembok,sehingga binatang itu tambah tersepit.Ia berpusing-pusing dengan ganasnya.Tetapi tidak kerana menerjang ke hadapan kerana air ludah berhamburan dimana-mana.Pada saat itulah safuan mencengkam pergelangan tanganku.
"Jalal."Bisiknya.
"Heh?."Aku terkejut kerana ketika itu aku dicengkam oleh perasaan takjub dan bebaur dengan ngeri.
"Kau lihat gerakan binatang itu?."
"Ya."
"Ya,apa?."Soalnya mengejek.
"Biasa.Tak ada yang ganjil."
"Mata kau diusap syaitan rupanya.Tidakkah kau lihat kaki kanannya yang depan agak pincang?."
Setelah memerhatikan gerakan binatang itu betul-betul,baru aku ternampak seperti yang dikatakan oleh safuan.Namun masih belum mengerti apa tujuan safuan.
"Jadi?."Tanyaku."Apakah seseorang telah berjaya melukai kakinya?."
"Bodoh."Tepelak safuan.
"Babi ini pernah berkeadaan cemas sehingga lilin dirumahnya tidak bergoyang-goyang,bila kaki kanannya itu disambar peluru."
"Peluru?."
"Kau dah lupa?."Safuan bertanya agak marah.
Lama baru aku teringat waktu pertama kali berburu disempadan hutan antara parit buntar dan kampung cenderung,dimana kami mengejar seekor babi yang sempat menghilang dengan aneh setelah kaki kanannya disambar peluru senapang safuan.
"Bagaimana kau tahu babi ini.."
"Aku pemburu.."Katanya antara marah dengan bangga."Seorang pemburu punya panca indera yang tajam."
"Persetan dengan pancaindera mu.Tetapi lihatlah apa yang sedang dilakukan oleh binatang ganjil itu."
Ditengah-tengah halaman,dalam cahaya obor dan gaslin,kedua kaki depan binatang itu menekuk dengan siku menyentuh tanah.Seperti layaknya seseorang yang sujud untuk menyembah.Kepala binatang itu mencium tanah.Menghadap seorang laki-laki berumur yang perlahan-lahan masuk ke tengah-tengah halaman dengan memakai kain dan tengkolok hitam.Serentak dengan itu,masuk seorang tua yang berpotongan seperti pengawal.Suara-suara bising dan bisik,lenyap perlahan-lahan.Suasana menjadi sepi.Sesekali dipecahkan oleh suara helaan-helaan nafas yang letih dari sang babi.
"Jadi kau tak mau melawan,dan kini ingin menyerah."Kata orang tua itu dengan suara tenang.Entah pada siapa.
Kepala babi itu terangguk-angguk.Benar.
Mengiyakan.
"Kau tahu risikonya?."
Sang babi berdiam diri.Nafasnya tak terdengar,sama seperti manusia yang mengerumuninya.
Orang tua itu mengusap-usap janggutnya.
Ia geleng-geleng kepala sebentar.Lantas.
"Aku maklum."Katanya."Kau ingin mati seperti manusia biasa,bukan sebagai babi yang hina.Keluarga mu dirumah mungkin kini sedang dilanda perasaan cemas kerana tipuan mereka tidak memadamkan lilin sama sekali.Aku dapat bayangkan anggota keluarga mu itu sedang keletihan,dan mulai berfikir apa yang terjadi denganmu."
Sudut-sudut mata binatang itu berair.
Babi itu menangis.
"Nasi sudah menjadi bubur.Hai manusia yang dilaknat tuhan.Kerana engkau terlalu tamak dan bernafsu untuk cepat kaya secara senang,kini kau memilih.Mengorbankan salah seorang anggota keluargamu atau membunuh diri."
Tubuh babi itu bergegar hebat.
Tergoncang-goncang.
Suara tangis yang terlalu lemah,menyapu telinga dan aku menggigil mendengarnya.Disebelahku,safuan berulang kali mengucapkan istighfar.Ucapannya terlalu keras dan aku kira mungkin didengar oleh binatang itu.Sehinga si babi kini memukul-mukul kepalanya ke tanah sehingga bunyi berdebuk-debuk.
Sang babi tiba-tiba bingkas berdiri,bila orang tua melepaskan kain sarung yang dia pakai.Kini orang tua itu hanya berseluar pendek.Ia bergerak mendekati binatang itu.Binatang itu bergerak mundur.Orang ramai yang berkerumun dibelakangnya,bertempiaran menghindarkan diri.Binatang itu terus undur.Dan sebaik saja punggungnya tertumpu ke tembok,keempat-empat kakinya dibengkokkan.Mulutnya menyeringai memperlihatkan taring-taring yang semakin panjang dan tajam.Sepasang matanya yang kecil itu mula digenangi air.
"Apa boleh buat.Rahsiamu akan aku buka dihadapan khalayak ramai.Sebagai hukuman dan agar kau insaf.Eh..kau menolak.Kau memilih untuk mati penasaran?."
Sebagai jawapan,binatang itu tiba-tiba menerkam.Tubuhnya melayang-layang ke udara dan terus ke laki-laki yang sedang membongkok itu.Laki-laki itu mengelak.Tengkoloknya kene sambar,sehingga terjatuh ke tanah.
Orang tua itu naik berang.
"Kau jamah kepalaku."Teriaknya,seram."Kau harus menerima balasan penghinaanmu ini."
Rupanya babi yang terhumban ke tanah itu sudah tidak mempedulikan apa yang akan terjadi ke atas dirinya.Ia sudah tidak melihat jalan selamat,kerana kepungan manusia yang demikian ketat dan ludah yang terus menerus bersemburan sehingga ia tidak berani menerobos melalui semburan ludah-ludah itu.
Setelah ia kembali berdiri tegak,gerakan tubuhnya menuju kearah orang tua yang memanggil nama seseorang.
"Rahim."
Seorang laki-laki muda yang dipanggil rahim,keluar dari kerumunan orang ramai.Sebilah golok yang tergenggam ditangannya,dilemparkan ke tempat lapang.Lemparan itu serentak dengan loncatan sang babi.Orang tua tadi berkelip sedikit,sehingga tidak terkena oleh hunjaman taring-taring panjang.Namun golok yang melayang diudara,tersambar oleh gerakan binatang itu.Dan terlontar jauh didekat orang ramai berkermun.Orang tua itu berguling ditempat lapang mengesot kearah golok tadi.Tetapi si babi tidak memberi kesempatan.Semua orang bagai terpukau dan tidak teringat sedikit pun untuk memberi pertolongan.Hanya memerhatikan,bagaimana tubuh si orang tua terhenyak pada tembok bila dihentak oleh bahagian depan tubuh sang babi.
Beberapa orang terpekik bila melihat darah mengalir dari peha orang tua itu,yang rupanya terkene taring babi.
"Syaitan."Ia memaki.Bengis,lantas menyambar apa saja benda yang terdekat.Kebetulan yang terpegang olehnya sebatang tombak dengan mata besi yang tajam.Orang tua itu tersenyum.Ia berdiri cepat.Sementara babi memutar tubuh untuk menghadapi lawan.Kerana terlalu letih oleh seragannya yang bertubi-tubi dan mungkin juga oleh lontaran benda-benda tajam yang terus-menerus menghujani dirinya sebelum pertarungan itu,maka gerakan sang babi agak lembap.
Matanya merah bernyala ketika berlutut keempat-empat kakinya lagi.
Pada saat yang sama,si orang tua menancapkan hujung tombak tiga kali ke dalam tanah.
Binatang itu terbang diudara.
Si orang tua mengangkat tombak dengan hujungnya mengarahkan pada sang babi.
"Demi nama allah."Teriak orang tua itu dan.
"Cep."Tombak menembus tubuh babi,tepat dibahagian jantung.Terdengar suara jeritan sang babi.Tombak patah semasa sang babi jatuh menggelupur seketika.Kemudian mengejang merengang nafas.Lantas secepat kilat,orang tua yang luar biasa itu melontarkan kain menutupi seluruh tubuh babi yang telah kaku menyembah bumi.
"Akan segera kita ketahui siapa gerangan penjelma ini."Bisik pemandu teksi.Parau.
Setelah kain sarung yang menyelimuti tubuh binatang itu disingkap oleh orang tua,safuan berbisik.
"Ya allah."
Lantas ia berundur dengan tubuh yang lemah.
Aku sendiri,berulang-kali mengusap kedua belah mataku setelah jelas memerhatikan jasad bintang babi yang telah berubah rupa menjadi manusia itu.Ia termengah-mengah memegang tombak yang masih terbenam ditubuhnya.Matanya dipejam rapat.Suaranya terdengar lemah dan putus-putus.
"Maafkan ayahmu,sabariah."
"Bacalah dua kalimah syahadat."Kata orang tua itu dengan lembut."Bacalah.Ashaduu..."
Tetapi orang tua yang kurus kering itu telah menghembuskan nafas dengan bayangan penderitaan yang amat sangat di kerut-kerut wajahnya.
"Siapa dia?.Orang mana?."Terdengar pertanyaan-pertanyaan dari orang ramai.
"Entahlah.Tetapi bukan orang sini."
"Rasa-rasa aku kenal."Ujar pemandu teksi disebelahku.
"Aku pernah membawa dia dan anak isterinya ke parit buntar.Kalau tak salah ingat,dia orang kampung cenderung."
Safuan berjalan tertatih-tahi dalam kegelapan malam membawa kedua belah kakinya yang terasa begitu berat.Cepat-cepat aku menyusulnya kemudian memapahnya naik ke teksi.Safuan hanya terdiam untuk beberapa ketika.Wajahnya pucat dan matanya memandang kosong.Dalam jilatan lampu-lampu kereta yang bersimpang siur,aku dapat melihat betapa penderitaan yang menyerang sahabatku dengan tiba-tiba itu.
Teksi yang kami tumpangi mulai bergerak.
"Datuk yang jahat,kalau tidak ayah sabariah tidak akan jadi begini."
Pemandu teksi berkata.
"Orang tua yang malang.Orang miskin yang tadinya berhati mulia.Tetapi mengapa?.Mengapa?.Kasihan anak dan isterinya,"Ia menambah.
Safuan,seolah-olah baru sedari dari terkene pukau,dia menyuruh teksi berhenti.Kemudian melompat turun.Sambil berlari kearah kampung kembali ia berteriak padaku.
"Baliklah kau dulu.Aku akan turut menghantar jenazah ke rumah keluarganya."
Dan naluriku membisikkan.Safuan untuk selama-lamanya akan menyingkirkan datuknya atau siapa saja didunia ini yang membantah tekadnya untuk berkahwin dengan sabariah.Walau apa pun kata orang terhadap ayah gadis itu.
Aku lantas teringat pada zainon,kekasihku.Aku kira kau juga tetap akan melamar zainon,walau apa kata orang lain tentang ayahnya.Apa sebenarnya yang diingini oleh orang tua itu.Dia cukup kaya,sehingga tidak perlu melakukan pemujaan terhadap syaitan.Ataukah kekayaan itu hasil yang ia perolehi setelah apa yang dikatakan orang,ia berguru kepada kera.Gurunya lah yang muncul pada malam-malam yang menakutkan dibilik tidur zainon,dengan pengetahuan ayah si gadis.Tetapi mengapa aku pernah melihat ia sedang membongkok diatas tubuh anak gadisnya sendiri.
"Zainonku sayang..."Keluhku.
Dan entah mengapa jantungku tiba-tiba berdebar.Berulang lagi pertanyaan dari mulut yang sejak tadi mendera ulu hati.
"Baik-baik saja kah dia dirumah?."
Tiba-tiba aku sambar bahu pemandu teksi yang aku tumpangi.Dia terkejut.Lalu menoleh pucat kearahku.
"Oh,saudara."keluhnya."Aku kira..."
"Tolong lajukan sikit.Tolong."
"Baiklah."
Teksi melancar laju.
"Saya bayar lima kali ganda."Janjiku tak sabar.
"Tak payah bayar,saudara.Menghantar kau pulang sudah merupakan satu penghormatan yang diberikan padaku.Aku salah seorang yang hampir-hampir ikut membunuh kau waktu kau ditangkap.Dan ketika kau membawa zaini pulang.."
"Tolong lajukan sikit lagi."Aku berteriak.
Pemandu teksi itu tidak bersuara apa-apa.Ia menekan pedal minyak teksi itu dengan lebih kuat lagi.Teksi meluncur lebih laju lagi.
Udara yang panas menggigit ubun-ubun semasa aku melompat turun dari tempat duduk.Perasaan tidak sedap semakin mendebarkan dada sebaik saja aku sampai dikampung cenderung yang agak lain dari biasa.Aku bergegas masuk kedalam rumah.Lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada pemandu teksi yang begitu baik hati menghantar aku pulang.
Pintu tak berkunci.
Dan tidak seorang pun yang menyambut kedataganku.
"Zainon?."Aku keluar masuk bilik tidurnya."Zainon?,non.Ini aku balik zainon."
Bilik tidur gadis itu kosong.Katilnya bersih dan rapi.
Aku ke bilik ayahnya.Juga kosong.Keadaannya bersih dan rapi.
Aku berlari sekeliling rumah sambil memanggil zainon.Tetapi sia-sia.Tidak ada siapa pun dirumah ketika itu.Aku bergegas kepancuran.Seorang dua jiran memerhatikan gelagatku.Bahkan ada yang berseru memanggil tetapi aku tak hiraukan.Dipancuran,aku lihat seorang perempuan sedang mandi.
Telanjang.
"Auu."Pekiknya sambil menutup tubuhnya yang basah dengan tuala.
Ia bukan zainon.
Aku berpatah balik kerumah dengan bingung.
Sebelum sempat aku masuk melalui pintu dapur,jiran yang tadi memanggil lagi.Aku mendekatinya.
"Anak jalal dari mana?."Orang itu,perempuan tua berusia lebih dari enam puluhan.Tetapi masih memiliki mata berkilau dan gigi yang rapi.Menggesel-gesel tembakau sentil didalam mulutnya dengan menggunakan sebelah jari yang kemerah-merahan oleh air tembakau itu.
"Zainon kemana,nek?."Tanyaku tanpa menjawab soalan nya tadi.
"Nak,itulah yang sedang dihebohkan orang."
Wajahku pucat.
"Dihebohkan orang.?Apa yang terjadi?Zainon mendapat kecelakaan?."
"Entahlah.Tak ada yang tahu."
"Mengapa rumah kosong?Mengapa keadaan sekeliling sunyi saja?."
Si perempuan tua itu memperbaiki letak sentilnya tanpa memperlihatkan sikap cemas.
"Mereka sedang berkumpul didepan rumah tok ketua kampung."
Jadi,itulah sebabnya mengapa semasa aku sampai dihujung kampung tadi,aku lihat ramai sekali kaum laki-laki membawa golok dan senjata-senjata tajam lainnya sambil berduyun-duyun menuju ke rumah datuk zainon.
Seorang yang kebetulan lalu disitu semasa aku berlari ke jalan,menyapa.
"Wah.Kau datang tepat pada waktunya.."
Orang itu adalah sidek.salah seorang petugas ronda yang merupakan orang pertama kau temui sewaktu mula-mula aku tiba dikampung ini dulu.Wajahnya membayangkan kebimbangan waktu dia berkata.
"Tahukah kau,zainon dan ayahnya menghilang?."
Aku terpegun.
Tak percaya terhadap pendengaranku sendiri.
"Ayuh kerumah tok ketua.Akan kau ketahui nya nanti apa yang sebenarnya terjadi."
Bayangan laki-laki bertubuh gelap membongkok diatas tubuh zainon,membuat jantungku mencuit.Lalu bayangan seekor kera melompat melalui jendela yang dihempas terbuka,lantas lari ketengah hutan.Tangan ku meraba dibahagaian belakang kepala.Seseorang telah memukulku dari belakang secara diam-diam ketika aku hampir berjaya menjebak mahkluk itu dipinggir hutan.Seseorang yang kemudian aku temui dirumah,bernafas termengah-mengah,muka berpeluh dan pucat.Ayah zainon dan kera itu..?.
Ramai orang berkumpil dihadapan rumah tok ketua yang tersergam megah.
Sidek bertanya pada salah seorang.
"Bapak belum keluar?."
Orang itu menggeleng.
"Sudah ada yang bertanya ke dalam?."
"Siapa yang berani?."
Aku tahu akan keengganan mereka.Lebih-lebih setelah sidek bergumam dengan nada simpati.
"Kasihan orang tua itu.Hatinya hancur berkeping-keping.Mudah-mudahan ia cepat menemukan dirinya kembali,sehingga kami cepat-cepat bertindak."
Tanpa berfikir panjang lagi,aku melangkah masuk kerumah.
Pelayan-pelayan sedang berbisik diruang depan.Waktu aku masuk,mereka terkejut dan segera berbungkam.
"Dimana datuk?."Aku bertanya.
Mereka menuju keruang tengah.
Aku ke dalam.Nampak orang tua yang sudah berumur namun masih bertubuh tegap itu,tunduk lesu di atas sebuah sofa empuk.Rambutnya yang sudah putih itu,kusut.Sebahgian menutupi keningnya,di mana luka berdarah yang sudah kering.Kedua belah kakinya menjuntai kelantai tak bertenaga.Kulit wajahnya yang kehitam-hitaman dan selalu kelihatan berseri-seri,pucat seperti kapas.Bibirnya tertutup rapat.Sementara sepasang matanya yang tajam,kini berwarna kelabu.Ia tunduk memandang lantai.Ia sama sekali tidak menyedari kehadiranku,meski pun aku telah berdiri cukup lama diambang pintu ruang tengah.
Mengenang nasib zainon,menyebabkan aku tak sabar.Akhirnya aku bertanya.
"Tuk."
Diam.Ia diam seribu bahasa.Mematung.Bak batu.
"Datuk."Panggilku,lebih keras.
Barulah dia menarik nafas dan menoleh.Ia menatapku lama.Dan dari mulutnya terlepas suara gersang yang patah-patah.
"Bala telah menimpa keluargaku."Ia tiba-tiba menggeletar.
"Datuk..apa yang telah terjadi dengan zainon?."Desakku tak sabar.
"Zainon.Oh,cucuku yang manis.Haruskah kau dikorbankan?."
Lalu orang tua itu tiba-tiba menangis.
Dengan perasaan tidak sabar,aku biarkan orang tua itu memuaskan tangisnya.Kemudian aku mulai mengerti apa yang telah terjadi.Sambil tersengguk-sengguk,ketua yang dipuja,disanjung dan dihormati tidak saja oleh penduduk desanya tetapi juga penduduk dari desa-desa lain tercerita terputus-putus tentang apa yang ia alami.
Malam sudah larut,tetapi aku belum juga pulang.Kerana cemas,zainon meninggalkan rumah dan pergi ke tempat datuknya.Ia bertanyakan apakah safuan sudah pulang.Waktu sang datuk menjawab,belum,zainon mulai menangis.
"Sabarlah cucuku.Mungkin mereka terlambat seperti dahulu."
Tetapi sambil terisak,zainon mengadu.
"Kalau dia pulang segera.Kalau tidak,apa yang akan terjadi dengan diriku?datuk?"Si gadis itu memeluk tok ketua."Saya takut.Saya benar-benar takut.Tanpa jalal disamping saya,saya benar-benar tidak merasa tenteram lagi berada dirumah,meski pun disana ada ayah."
Orang tua itu menggangguk-angguk.
Lalu mengusulkan.
"Mengapa tidak tidur disini saja?."
Menjelang tengah malam,pintu depan diketuk orang.
Semasa dibuka oleh zainon yang menyangka safuan dan jalal yang datang,didepan pintu ternyata berdiri ayahnya.Orang yang sudah bertahun-tahun mengharamkan untuk memijak halaman rumah tok ketua,menyinga garangnya.
"Pulang,zainon."
Zainon kebingugan.
Datuk diluar,dan berhadapan dengan laki-laki setengah baya itu.Selama beberapa saat mereka cuma berpandangan dengan diam,tanpa berkata-kata.Akan tetapi waktu zainon bermaksud untuk mengikuti ayahnya,tok ketua cepat-cepat menahan.
"Tinggallah disini,cucu."
Zainon jadi binggung.
"Ayuh,ikut."Bentak ayahnya,lalu mulai menarik tangan zainon.
Datuk ikut pula membentak.
"Biarkan dia."
Lalu menarik tangan zainon yang sebelah lagi.Dari tarik menarik,kedua anak beranak itu bertengkar hebat.Pertengkaran itu disusul dengan perkelahian.Sebuah tinju yang deras menghentam muka datuk,sehingga tercampak tertumpu ke tembok.
Pipinya luka berdarah dan datuk jatuh terjelepuk.Melihat itu,zainon berlari untuk menolong datuknya,tetapi ayahnya mencegah.Kini anak beranak dari generasi kedua itu lah yang bertengkar.Si ayah menampar anak gadisnya.Dan membentak.
"Kau akan dimakan syaitan yang tinggal dirumah ini."
Zainon terjenggah.
"Syaitan.Datuk ayah kata syaitan."Jeritnya.
Lalu ia mulai mencakar ayahnya.
"Orang-orang mengatakan,kaulah syaitan itu."
Dan umpat caci terlepas dari mulut sigadis.Ia belum pernah ditampar orang.Ia selalu dimanja,dan tiba-tiba seseorang menamparnya.Meski pun orang itu adalah ayahnya sendiri,hatinya terlalu sakit.Lebih-lebih lagi datuknya sendiri dikatakan syaitan.Gadis itu menceracau mengingatkan sang ayah betapa dalam mimpi-mimpi buruknya ia tidak saja melihat mahkluk yang mengerikan itu mengganggu,akan tetapi juga melihat bayangan tubuh sang ayah yang menjamah tubuhnya.
Ayahnya bertambah berang.Dengan marah,ia tinju gadis itu.
Zainon terjajar membentur sebuah pintu yang terhempas membuka.Ayahnya mengejar.Datuknya hanya bisa memerhatikan dengan tubuh lemah dan sakit-sakit bagaimana zainon yang kebetulan terhempas masuk ke bilik tidur safuan,telah menggenggam senapang berlaras dua.Namun sebelum sempat ia menggunakannya,senjata itu telah dirampas oleh ayahnya.Setelah menyambar sekotak peluru,laki-laki yang sedang marah itu kemudian menyeret anak gadisnya pulang ke rumah.
Suara bising itu menarik perhatian penduduk.
Beberapa orang keluar untuk menolong bila mendengar jeritan dan tangis zainon.
Namun,dengan terhoyong-hayang tok ketua berjaya menyusul keluar dan berseru tertahan-tahan.
"Biarkan mereka..."
Jerit dan tangis zainon masih menggema keluar setelah mereka tiba dirumah.Malam yang sepi dan dingin itu menjadi ramai dan panas.Yang peliknya,dengan mendadak jerit dan tangis zainon mereda.Orang ramai merasa hairan.Termasuk datuk.Dari kejauhan mereka melihat bagaimana kedua anak beranak itu keluar dari rumah,menerobos kegelapan malam menuju keluar kampung.Nampaknya,tidak ada paksaan atas diri sigadis.Ia berjalan disamping ayahnya,sambil tangannya memegang lengan si lelaki.Sementara tangan yang sebelah lagi menyeret senjata besar dan berat itu.Sedangkan ayahnya membawa bungkusan.
Sekali lagi tok ketua melarang bila didapati ada beberapa orang yang cuba menjejak mereka.
"Biarkan."
"Alangkah bodohnya."Isak sidatuk mengejutkan aku yang terhenyak disebuah kerusi."Mereka aku biarkan pergi,padahal semestinya aku tahan."
"Kemana mereka pergi,tok."Tanyaku hati-hati.
"Siapa yang tahu."
Dengan membasahi bibirku yang kering,lebih hati-hati lagi aku bertanya.
"Apakah tuduhan penduduk atas diri anak tok?."
"Tuduhan?.Tuduhan apa?."Matanya yang kelabu,kelihatan pucat.
Aku batuk-batuk kecil.
Bingung sesaat.Tetapi nasib zainon sedang dipertaruhkan.
Tanpa segan-segan lagi,aku berkata tegas.
"Ia memuja kera."
Tubuh orang tua itu menggeletar.
Lehernya seperti patah,kerana kepalanya tiba-tiba aku lihat terjatuh menyentuh dada.
"Benarkah,tok."
"Itu..ah aku..aku tak tahu.Lantas mengapa?."Matanya berkilat aneh waktu kembali menatap aku.
"Tadi datuk mengingau.Datuk bilang,zainon akan dikorbankan.Mungkinkah ia dikorbankan oleh ayahnya sendiri untuk...untuk dikahwinkan dengan seekor kera?."Tanyaku terus terang dan tegas.
Tok ketua menjilat bibirnya.
Matanya kian kelabu.
"Aku..aku tak tahu.Aku baru mendengar."
Meski pun tak percaya orang tua itu baru mendengar tentang hal itu,aku tidak membantah.Dengan bersusah payah akhirnya aku berjaya mengajak orang tua itu untuk bangkit lalu berjalan.Aku memapahnya menemui penduduk yang sudah berkerumun diluar rumah.Semua orang berdiri,memandang dengan hormat pada orang tua itu.
"Baiklah."Kata tok ketua ditengah kesepian yang menerpa waktu dia berdiri didepan penduduk."Kita cari anak gadis yang malang itu."
Bayangan zaini yang bertubuh kotor oleh debu,lumpur dan darah kering,pakaiannya yang koyak rabak dan shock yang dia alami kerana tidak perawan lagi,menari-nari di depan mataku.Betapa takutnya aku membayangkan bagaimana andaikata kini aku akan hadapi adalah zainon dalam bentuk zaini ketika aku dan safuan menemuinya ditengah-tengah hutan.Memang,zainon tidak sendirian.Tetapi dengan kehadiran ayah disampingnya,justru membuat aku berharap ia sebaiknya berada sendiri saja dalam hutan.
(Bersambung...)
Sumber : Naskah Dari Pawang Syaitan
Korban Pemuja Ilmu Syaitan
Bab (7)
Bunuh dia.Cincang.Bunuh.Jangan beri ampun silaknat itu.Bergaung suara orang yang riuh rendah dari luar rumah.Aku berusaha bangkit dari tempat tidur,tetapi entah mengapa seluruh tubuhku kaku rasanya.Dengan mata terbentang lebar ketakutan,aku pandang gerombolan orang-orang yang seperti melayang-layang diudara dengan golok dan kapak terhunus.Kemudian menghentam jerjak jendela dengan suara yang gamat.Jerjak-jerjak kayu itu mulai patah riuk.
"Jangan.."Lidah ku yang kelu mulai bergerak."Jangan."
"Bunuh.Dia tak layak hidup didunia."
Kayu-kayu jerjak berjatuhan satu persatu ke lantai.Cahaya matahari yang terik memancar masuk kedalam diikuti susuk-susuk tubuh yang kehitam-hitaman,melompat satu persatu melalui jendela yang sudah ternganga lebar.Dengan susah payah aku bergerak sementara manusia-manusia bermuka bengis dengan nafsu membunuh dimatanya,telah berada di pinggir tempat tidurku.Suara pintu diterajang menambah ketakutanku.Kemudian tedengar suara palu dipukul-pukulkan.Sebilah golok melayang diudara,terjunam langsung ke arah kepalaku.
"Bangsat."Dalam keputusasaan,aku berteriak,sekaligus aku melonjak dari tempat tidur.
Sepi sejenak.
Tiada gema suara yang riuh rendah.Tiada wajah-wajah kejam yang tidak kenal apa pun.Yang ada,hanyalah dengus nafasku yang memburu,serentak keringat dingin membanjiri diseluruh pori-pori kulit,kelihatan seseorang diluar jendela dengan mulut ternganga.Sebelah tangannya menempel pada bingkai jendela,sebelah lagi sedang tergantung dekat bahunya.
Lesu,aku terduduk di pinggir katil.
Orang itu tertawa.Masih agak hairan.
"Sudah bangun,pemalas?."Sapanya.
"Oh."Aku tekapkan kedua tapak tangan dimuka.
"Aku kira..."
"Bermimpi buruk,heik?"
Aku mengangguk.Dan cuba membuang bayangan menakutkan yang pernah aku alami dikampung parit buntar,yang terus menerus menganggu tidurku selama beberapa hari ini.Dengan peluh yang membasahi kedua tapak tangan waktu terlepas dari muka lalu terkulai layu diatas kedua peha.Aku pandang safuan yang meneruskan pekerjaan nya memaku ensel jendela.Aku tidak melihat zainon disampingku,dan merasa hairan mengapa safuan tiba-tiba telah berada disitu dan kemudian berbisik.
"Kau ni kenapa lagi?."
"Kenapa?."Dia menyeringai.Lebar."Nampaknya jendela ini terlalu sering direnggut secara paksa.Kalau tidak cepat-cepat diperbaiki,boleh betul-betul terlepas sama sekali.Eh,cakap,cakap juga,yang begini pun tak sempat kau perhatikan.Apa saja yang kau buat selama tinggal dirumah ini?."
Aku ingin memaki,tetapi suara zainon yang tiba-tiba muncul di ambang pintu telah mendahului.
"Kerjanya?."Lantas dia tersenyum manis."Bercumbu,apa lagi."
Bukan muka aku yang merah mendengar ucapan zainon,tetapi muka safuan.Ia terpegun seketika,kemudian tersenyum.Kecut.Beberapa kali dia goyang-goyangkan jendela yang tegap dan kukuh itu.Wajahnya membayangkan kepuasan.Dan dengan kurang ajar,ia tidak masuk melalui pintu depan rumah,tetapi melompat masuk ikut jendela.Setelah berdiri didalam,ia menggeleng-geleng kan kepala beberapa kali.Nampak seperti berfikir.Kemudian memandang kearahku.Matanya membayangkan kecurigaan,yang dilontarkan melalui kata-kata.
"Terlalu tinggi untuk diloncat oleh manusia biasa."
Aku cuba meneka arah kalimatnya.Tetapi zainon cepat-cepat menukas.
"Mandilah,anak manis."Ia mengemaskan tempat tidur yang berselerak."Lihat,apa yang kau lakukan.Safuan telah mengira yang kita telah bergelut malam tadi."
"Apa aku peduli."Bersungut-sungut sambil melangkah keluar bilik.Sebelum menghilang,ia panjangkan kepala kearahku,lalu.
"Kau dengar apa yang zainon cakap?.Mandilah pemalas.Nanti kita kesiangan."
Selesai mandi,aku sarapan berdua dengan zainon.Safuan menolak dan hanya menerima secawan kopi yang segera dibawa keruang depan.Selesai sarapan,aku menyusulnya sementara zainon mengemaskan sisa-sisa makanan didapur.Pemuda itu sedang mengelap senjata api.Di atas meja,berselerak senjata-senjata lain.
"Hem."Rungutku seraya duduk disampingnya."Kini aku mengerti mengapa kau menganggu tidurku."
Ia menyeringai.Tak berkata apa-apa.Apa lagi minta maaf.
"Celaka betul kau."Aku memaki.
Seringainya melebar.
"Kau yang lebih celaka lagi."Katanya setengah berbisik."Perampas kekasih orang."
Sepasang mataku membesar.
"Peliklah kau ni,saf.Katamu kau patah hati,tetapi masih boleh bertandang kesini."
"Zainon tu,kan saudara aku.Kau mau apa hah."
Aku tak berkata apa-apa lagi.Setelah ia habiskan kopi susunya,safuan segera menyeret aku keluar.Aku mau perotes,tetapi zainon sudah muncul pula didepan.Ia tersenyum mesra.Suaranya mendayu-dayu berkata.
"Pergilah.Dan hati-hati dengan golokmu."
Aku terasa malu.Tentu saja,tidak ada prasangka buruk dibenakku lagi terhadap safuan.Dan untuk menyakinkan mereka,aku tidak membawa golok.Safuan menyandang senapangnya.Setelah merasa lega oleh keterangan zainon bahawa ayahnya sedang kesawah dan menjelang siang juga pulang,kemudian aku ikut safuan meninggalkan rumah.
Setelah berada diluar perkarangan,baru aku hairan sendiri akan kematapan kakiku berjalan,bahkan sesekali berlari-lari.
"Kau lihat?.Aku sudah pulih sama sekali.Bahkan kesan-kesan luka itu tertutup.Ajaib benar."
"Ah,biasa.Dukun-dukun dikampung kami,cukup tau apa yang mereka lakukan."
"Patutlah di sekitar daerah ini takada klinik,apalagi hospital."
"Ada tu ada."Safuan bersungut-sungut."Tetapi siapa yang mahu kesana?.Doktor jarang ada ditempat.Jururawat-jururawat sibuk memberi suntikan.Dan kalau pesakit betul-betul perlukan ubat,jururawat akan mengatakan dengan nada kesal.Wah,habis.Tetapi kalau "puih." safuan meludah."Orang-orang sekarang cuma memikirkan wang.Wang selalu.Wang dan wang.
Setelah berkata begitu,wajahnya berubah muram.
Aku mau bertanya apa sebabnya,tetapi ia cepat-cepat menunjuk kearah serimbunan daun pohon mangga.
"Merbah jambul.Itu bahagianmu saudara."
Dengan susah payah aku mencari diantara daun-daun,tetapi tidak ternampak apa-apa.Aku menjingkit.Safuan menyambar pistol dari tanganku.Menenang seketika.Kemudian menarik pelatuk.Terdengar suara letupan halus,disusul suara sayap berkepak,rimbunan dedaun berserakan.Dan seekor merbah jambul terbang dengan cepat diudara.
"Meleset."Rungut safuan.
"Tak pernah begini."
Aku ambil pistol dari tangannya.
"Fikiran kau sedang kusut."Aku menuduh.
"He-eh."
"Boleh aku tahu?."
Lama ia tak menjawab.Meski pun cuma menghamburkan peluru,ia pergunakan sesekali senapangnya untuk menembak ke arah pohon-pohon,bahkan ke arah orang-orang pengusir burung di tengah sawah.Kami sudah berada di pinggir hutan.Kemudian dia menjawab.
"Patut lah bapa si sabariah bersikap ganjil terhadap aku."
"Eh?"Aku baru teringat.
"Rupa-rupanya hubunganku dengan sabariah,tercium juga oleh datuk.Pembantu-pembantunya ia suruh diam-diam menyelidik keadaan keluarga si gadis itu.Dan setelah mendengar laporan salah seorang utusan datuk menemui ayah sabariah dan meminta orang tua itu melarang anak gadisnya berkawan dengan aku."
"Lebih celaka lagi,kelmarin aku ketemu sabariah di pasar cenderung.Ia menolak dari aku menghantarnya pulang.Dan disebuah warung,ia menangis.Utusan datuk membuat ayahnya sakit hati."
Ia menghela nafas.Bersandar ke sebatang pokok.Aku terduduk disisinya.Keletihan.
Tetapi bersikap diam.Menunggu.Sampai dia sendiri meneruskan.
"Celaka,celaka,celaka."Ia membanting-bantingkan kaki ke tanah."Sayang,utusan datuk itu aku tidak tahu siapa orangnya.Kalau tidak,sudah aku patahkan lehernya seperti ini."Ia memulas-mulas laras senapangnya.Dari mulutnya terkeluar desis yang bengis.
"Hiiih."
"Apa katanya?."Aku bertanya ingin tahu.
"Apa?."Mata pemuda itu merah.Seperti juga daun telinganya,turut merah."Datuk hanya mau bermenantukan anak dari keluarga kaya."
"Kaya?."
"Begitulah.Paling tidak,ia harus percaya.Gadis yang mau kahwin dengan aku,haruslah bukan orang yang tergila-gila melihat kekayaan keluargaku."
Sambil leka aku menembak segugus mangga besar-besar diatas kepalanya,kerana kaku dengan cerita safuan yang sama sekali tidak menyenangkan,untuk didengar apalagi untuk mengalami sendiri.Tembakanku meleset.Safuan buat acuh tak acuh saja.Aku isi peluru lain ke dalam pistol dan kemudian mengisi ke dalam senapang yang ia pegang.Ketika aku mengambil senapang dari tangannya,ia melepaskan seperti tidak sedar.Aku maklum,tetapi tidak berkata apa-apa.
Lama kemudian,ia menarik nafas.Panjang.Dan letih.
"Ayuh,kita jalan lagi."
Dalam perjalanan,safuan sama sekali tidak menggunakan senapangnya.Aku agak hairan,tetapi aku ikuti juga hal itu.Pistol hanya aku selit ke pinggang.Dan dengan lahap aku makan beberapa potong ubi goreng yang aku keluarkan dari bungkusan di belakang.Disamping ubi goreng,zainon membekali beberapa bungkus lontong,beberapa biji telur rebus,dan sebotol air kopi.Di pinggang safuan tergantung sebuah tempat kopi dari plastik.Tetapi aku telah menghabiskannya hampir separuh ketika matahari berada diubun-ubun setiba kami disebuah padang berumput,namun safuan belum secuit pun menyentuh makanan mau pun minuman.
Mulutnya tak berhenti bercerita.
"Lama-lama aku kira aku membenci datuk,seperti orang-orang lain selama ini."Demikian katanya antara lain."Malam tadi aku bertanya apakah benar ia berusaha memutuskan hubunganku dengan sabariah.Terang-terangan ia mengakui.Dan menuduh cinta kami hanya permainan bibir yang lebih banyak berbisa dari menolong."
"Kami bertengkar.Kukira,seperti itu pulalah sebabnya mengapa ia tak sesuai dengan anak-anaknya."
Seperti ayah zainon misalnya,cerita safuan.Ketika anak tertuanya itu mengambil anak seorang nelayan miskin untuk diperisteri,hubungan anak beranak itu mulai renggang.Ayah safuan sendiri kahwin dengan seorang penyanyi di kuala lumpur,sehingga menerima caci maki dari datuk.Bagaimana pun datuk adalah keluarga.Itulah sebabnya ia tak pernah dilupakan meski pun diantara mereka terselit perasaan saling tidak menyukai.Kakak safuan,setelah berumur sembilan tahun baru diperkenalkan pada datuk.Kerana gembira dan rindu,anak perempuan itu diperkenalkan dibawa oleh datuk pulang ke kampung.Kakak safuan tidak pernah kembali ke kota.Anak yang malang itu konon dibawa sang datuk mengikuti peninjauan ke kampung-kampung yang berada dibawah kekuasaanya.Mereka kemalaman.Dan ditengah jalan diserang oleh seekor harimau.Datuk melawan tetapi anak itu lari.
Nasib baiklah ada beberapa orang yang kebetulan lalu disitu.Dan melihat kejadian itu.Mereka segera menolong datuk.Harimau itu berjaya melarikan diri.Tetapi anak perempuan yang masih kecil itu,gagal dijumpai.Ia mungkin tersesat ditengah hutan atau diterkam binatang buas.Orang tua safuan terburu-buru pulang ke kampung dengan membawa beberapa orang pemburu.Sejumlah harimau telah dibunuh dengan sejumlah binatang buas lainnya.Namun kakak safuan tidak juga dijumpai.Yang ditemui hanya sebelah selipar yang dipakainya semasa menghilang,carekan pakaiannya dan kesan-kesan darah pada carekan pakaian itu.
"Itu sebabnya aku selalu berlatih menembak dan memiliki bermacam-macam senjata.Setiap kali aku pulang ke kampung,aku memburu binatang apa saja.Asal yang buas,aku bunuh.Dibantu oleh penduduk-penduduk lain,dan kadang-kadang teman-teman yang aku bawa dari kota.Lama-kelamaan hutan-hutan di sekitar desa ini sepi dari binatang buas dan aku alihkan perhatian kepada unggas.Bukan lagi sebagai pembalas dendam atas kematian kakakku,tetapi tak lebih dari sekadar hobi."
Kami rehat seketika dilereng gunung.
Memandang kesan kemari,aku jadi mengingat-ingat.Rasa-rasanya,daerah yang kami masuki pernah aku lalui.
Ingin aku kemukakan hal itu pada safuan,tetapi ia melanjutkan ceritanya seperti bercerita pada dirinya saja.
"Bukan kakak perempuan aku saja.Salah seorang kak saudara aku juga meninggal tanpa diketahui dimana kuburnya.Ia baru saja jadi pengantin baru,dimana pada malam pertama mereka,kakak saudaraku pergi ke pancuran untuk buang air besar.Suaminya kemudian heboh setelah kakak saudaraku tidak kembali.Sampai jauh malam mereka mencari.Pakcik ku yang berasal dari daerah lain,tidak begitu kenal liku-liku hutan didaerah ini.Semasa ia ikut mencari ditengah malam buta,orang-orang kehilangan dia pula.Kakak sepupu ku dan pakcik ku tak pernah dijumpai lagi."
Aku termenung mendengarnya.
Menatap matahari yang mulai tergelincir diufuk barat,aku bergumam.
"Misteri juga hutan-hutan didaerah ini."
Safuan memandangku.Tajam.
"Apa kata kau?."
"Misteri."
Ia hentakkan lagi kaki ketanah,petanda tak suka.
"Mereka pasti dimakan oleh binatang-binatang buas yang mulai berkeliaran lagi.Pasti.Bukan menjadi mangsa binatang-binatang omong kosong itu."
"Binatang-binatang omong kosong?."
Aku tercengang.
"Ya."Sungutnya lalu meludah."Konon orang-orang yang kebetulan melalui di bahagian hutan yang jarang dilalui orang itu,melihat adanya kera-kera yang aneh.Bentuknya besar-besar,bulunya hitam legam bersikap buas namun segera lari setiap kali melihat manusia."
"Saf."Aku terjengah.
Dia menoleh.
"Ya?."
"Omong kosong itu.."
"Kera?."Dahinya terangkat.
"Apakah kau lupa peristiwa-peristiwa yang aku alami dan juga dialami zainon?."
Wajahnya tiba-tiba berubah.
"Selagi tidak menganggu,aku tak pernah membenti binatang-binatang itu.Setidak-tidaknya mereka adalah mahkluk yang terdekat dan tingkah lakunya dengan manusia..he,apa yang sedang kau cari?.
Berdiri tegak diatas longgokan tanah berbatu,aku pandang sekitar tempat kami berehat.Matahari senja menyelinap diantara batang-batang pokok,menimbulkan bayang-bayang kelam memanjang.Sebentar lagi hari akan mulai gelap,dan dalam kegelapan maka tempat ini persis menyerupai...
"Hai,saf."Aku berseru."Disini aku bertempur dengan kera-kera aneh itu beberapa malam yang lalu."
Safuan bingkas bangun.
Ia tidak terperanjat,tetapi justru bergembira.
"Benarkah?."
"Tentu,dan..hei lihat."Sebilah pisau tertancap di tanah.Semasa aku mencabutnya,tancapannya lemah sekali.Tentunya bukan kerana disengajakan begitu,melainkan kerana terjatuh tanpa aku sedari semasa aku diserang oleh binatang-binatang yang mengerikan itu.Tak hairan lagi.Itu adalah pisau dapur yang aku sempat sambar dari rumah sebelum keluar mengintip ayah zainon.
"Kalau begitu."Safuan bersungut-sungut."Kita telah sampai."
"Apa maksudmu?."
"Kawan."Ia menepuk-nepuk bahuku dengan bersahabat."Kau kira,untuk berburukah kau ku ajak hari ini?.Kalau untuk itu,tak akan aku hambur-hamburkan peluru begitu saja."
"Jadi.."
"Tepat.Aku sama sekali tak percaya yang kau mengintip pada malam celaka itu,adalah pencuri seperti yang kau ceritakan di parit buntar."
Aku terlongok mendengarnya.
Tetapi,tentu saja aku merasa amat gembira.Sambil memerhatikan semak belukar,aku mendesak.
"Ke arah sana lah ayah zainon menghilang."
Safuan terkejut.
Aku merasa terlanjur,tetapi kukira hanya terhadap dialah aku akan mendedahkan segala rahsia.
"Aku saja hairan saf.Apa lagi kau.Tetapi sumpah.Memang dia lah yang aku intip sampai ke tempat ini."
Safuan memandang ke atas bukit.
"Rasa-rasa tak masuk diakal.Apa kerjanya tengah malam disini?."
"Itulah juga yang aku fikirkan.Supaya kita tidak hanya dimakan oleh rasa penasaran,mengapa kita tidak cepat-cepat mendaki sebelum hari mulai gelap."
Tanpa berkata lagi,kami mulai mendai menerobos semak belukar,melampaui pohon-pohon raksasa yang berdaun rendang sehingga suasana ditempat itu mulai gelap gelita meski pun hari masih petang.Aku memerhatikan dengan saksama ke sana kemari,tetapi tidak menemukan sesuatu yang aneh.Lain dengan safuan,ia tidak sahaja memerhatikan,malah juga mencium-cium dengan hidung kembang kempis.Malah sesekali ia memerhatikan rumput-rumput dan semak belukar dengan mata yang teliti.Tiba-tiba.
"Lihat."
Ia menunjuk dalam kesamaran senja.
Aku besarkan mata,tetapi aku tak melihat apa-apa,selain dari semak belukar yang seperti longgokan tanah berbukit.Dengan hati-hati,safuan berjalan ke tempat itu dan aku mengikutinya dari belakang dengan pisau terhunus ditangan.Aku malu untuk mengakuinya,tetapi benar-benar aku tiba-tiba didatangi perasaan takut yang tak tertahan.
Safuan menggeser semak belukar yang rapat setelah ia berhenti.
Semak belukar terkuak lebar dan kami disambut oleh bayangan gelap dan hitam disertai bau busuk yang menyesakkan hidung.Safuan meraba sakunya.Dan sebuah petik api dinyalakan.Bayangan gelap itu ternyata rongga tanah,mirip sebuah gua yang tidak terlalu jauh kedalam.Namun cukup luas ruangnya.
"Cuba kau cabut daun-daun atau ranting-ranting kering."Bisik safuan."Aku seperti ternampak sesuatu."Sambungnya.
Lighter yang memakai gas itu mati.
Setelah meraba-raba,aku kumpulkan apa yang ia mintak.Safuan menerimanya,melakukan sesuatau dalam gelap.Waktu lighter dinyalakan lagi,ranting-ranting dan daun-daun kering telah bergumpal panjang.Rupanya ia memintal-mintal sebagai pengganti obor.Sebentar kemudian ruang gua itu terang benderang.Dengan jantung berdebar kerana takut,aku ikut safuan melangkah membongkok-bongkok ke depan dan kemudian berhenti didepan longgokan tanah kering yang berserakan.Ada sebuah lubang menganga.Besarnya cukup untuk seorang manusia dewasa berbaring.
Aku mengingat-ingat.
Dan safuan menguatkan ingatanku.
"Nampaknya seperti kubur.Atau bekas kubur seseorang."
"Kubur?."Bulu tengkukku meremang.Aku tak takut dan sering melewati kubur,tetapi kubur terpencil di lereng gunung dan menyendiri dalam sebuah gua,bukan sebuah pandangan menarik untuk ditonton.
"Apa ini?."
Safuan membongkok.Waktu dia berdiri kembali,sebatang kayu nisan yang sudah rosak tergenggam ditangannya.Kelip-kelip obor mulai mengecil.
"Cari lagi ranting-ranting."
Setelah dapat,aku berikan kepada safuan untuk dinyalakan.
Kayu nisan itu kami perhatikan.
Nampak tulisan samar-samar,tetapi sudah sukar untuk dibaca.Kayu itu sendiri sudah mulai lapuk.
"Bawa keluar,mungkin kita dapat membaca tulisannya."Rungutku gementar.Sementara dalam hati aku berkata sendiri."Cepatlah.Siapa tahu,ini kubur keramat dan.."
"Jangan."Bisik safuan.Suaranya tenang sekali.Aku menjadi malu pada diriku sendiri dan cuba menguasai diri..lebih baik kita letakkan ditempat asalnya."Jangan mengganggu sesuatau.Kalau benar ayah zainon sering kemari,sedapat mungkin kita rahsiakan agar dia tidak tahu bahawa kita juga telah sampai ketempat ini.Entahlah ini kubur siapa,dan mengapa ayah zainon melakukan hal yang begini aneh.Ayuh keluar cepat.Nanti kita akan tahu juga."
Ketakutanku telah mereda melihat semangat safuan.
Semasa keluar dari gua,aku berjalan didepan mendahului safuan.Waktu semak belukar yang telah tertutup semasa kami masuk,aku kuakkan jantungku bagai berhenti berdenyut.Aku lihat sesusuk bayangan didepan gua.Aku terpaku ditempat aku berdiri.Dan safuan yang tak menduga,menolak dari belakang.
"Hish.Mengapa berdiri disini?."
"Aku..aku."
Setelah sedar apa yang aku lihat,safuan juga meninjau keluar.Tetapi bayangan lembaga itu telah menghilang.Namun suara geseran yang telah ditinggalkan,cukup buat safuan bertindak cepat.Ia menolak aku ketepi,lantas menerjang kedepan.Aku menyusulnya keluar.Sisa-sisa ranting terbakar ditangan pemuda itu,dilemparkan.Untung mengenai sebuah bongkah batu besar diatas tanah berpasir,sehingga ranting-ranting itu kemudian terpadam dengan sendirinya.Sehingga tidak sampai menimbulkan kebakaran yang akan menggagalkan usaha kami yang susah payah itu.
"Aku seperti melihat sesuatu."Seru safuan seraya keluar dari rimbunan semak-samun.Kami telah berada didaerah yang agak terbuka tadi."Aneh."Tetapi benar."Aku melihat sesuatu.Entah apa.Yang jelas,itu bukan manusia.Gerakannya terlalu cepat."
Ia kemudian membalik mengadap aku.
"Kau kira apakah itu?."
Aku menelan ludah,kerana tekakku terlalu kering.
"Bayangan gelap.Dan sepasang sinar hijau kemerah-merahan."
"Apa pula tu?."
"Mahkluk.."
"Mahkluk?persetan kau,mahkluk apa?."
"Kera."
Wajah safuan muram.
Lama ia tidak berkata sesuatu apa pun.Setelah membasahi bibir,ia bersungut.
"Yang benar.."
"Sungguh."
"Benar-benar seekor kera?."
"Ya.Itupun,kalau mahkluk itu memang kera."
Ia tiba-tiba tersenyum.
"Hampir-hampir tak masuk diakalku."Katanya."Kau percaya."
Aku tediam seketika.
"Mengapa kau tak kejar saja?."Akhirnya aku mendapat jalan keluar dari keraguan-keraguanku yang mungkin ia tertawakan,malah patut aku tertawakan diriku sendiri."Aku sering melihat kera.Dihutan.Dan dikota,kalau kebetulan pergi ke kebun binatang.Tetapi kera-kera hutan disini membuat aku berfikir.Mereka memiliki sepasang mata yang bentuk dan cahayanya aneh.Setidak-tidaknya,tidak sama dengan kera-kera biasa."
"Jadi yang tadi cuma kera."
"Yeah,kera.Monyet."Bentakku.
Ia tertawa.
"Kalau begitu,tak usah kita ikuti.Aku takut kau gatal tangan lantas menembaknya."
"Kalau aku tembak,kenapa?."Rungutku,tetapi bingung.
"Alamat itulah.Kau menembak nenek moyang sendiri."
"Nenek moyang kau."Aku memaki dan mulai menuruni bukit itu."Ayuh pulang.Aku tak mau kemalangan lagi,diserang oleh binatang-binatang aneh itu yang kemudian menyerahkan aku kepada penduduk yang tidak berperikemanusiaan itu."
Sambil berjalan pulang,safuan bertanya.
"Tidak berperikemanusiaan?."
"Aku tahu betul.Semasa aku nak pengsan,mereka menyeret aku.Setelah aku sedar,aku masih diseret.Bukan oleh kera,tetapi oleh manusia biasa."
"Aneh.."
"Nah..sekarang kau mulai percaya."
"Percaya apa?."Ia menarikkan tanganku.Marah.
"Eh,kenapa ni?."
"Tak ada jadi-jadian didunia ini."
"Aku setuju dengan pendapat itu.Malah aku berfikir-fikir,kalau mahkluk itu hanya mengenakan sarung kera,entah untuk apa,tetapi disebaliknya berisi manusia biasa.Malah sempat aku bertanyakan pada diriku sendiri.Apakah tidak mungkin orang-orang yang menyeret aku,adalah wujud nyata dari mahkluk-mahkluk kera itu."
"Mengapa?."Tanyanya sambil merambas segumpal onak duri yang menyambar kaki seluarnya.
"Mahkluk kera yang menyeretku tiga ekor.Orang yang melakukan hal yang sama,juga tiga orang."
Safuan menyambar tangan aku lagi.
"Kalau begitu,kita ke parit buntar sekarang juga.Kita menyiasat mereka-mereka itu."
Aku tepis tangannya.
"Sia-sia."
"Orang-orang itu memang tiga.Tetapi orang-orang dewasa semua.Tinggi-tinggi dan besar-besar."
"Jadi?."
"Kera-kera itu cuma dua yang besar,yang satu lagi kecil.Kalau dimisalkan,seorang anak yang baru belajar disekolah rendah."
"Kera masuk sekolah?."
"Ayah kau.Siapa yang kata begitu?."
Dia nampak marah bila aku maki begitu.Tetapi tiba-tiba ia terpegun.
Terkejut,kerana ingatkan apa yang aku lihat di depan gua,membuat aku ikut terpegun.Aku kira darah disekujur tubuhku,berhenti mengalir bila mendengar suara geseran daun disebelah kiri.Ranting-ranting patah dan terdengar suara kaki berlari.Seekor binatang atau mahkluk kera yang aku temui akhir-akhir ini.Bila aku menoleh ke sebelah,safuan telah berada jauh dihadapan.Ia berlari mengejar bayangan samar-samar ditelan senja yang mulai remang-remang.
"Berhenti."Teriak safuan."Berhenti."
Aku berlari mengejarnya.
"Berhenti atau aku tembak."Teriaknya lagi.
Dan dia benar-benar menembak.Letupan senapangnya memecah keheningan senja.Namun sempat aku melihat bahawa ia mengarahkan laras senjatanya ke udara.Terdengar jerit tertahan seseorang.Jerit yang lemah,halus dan memeranjatkan.Lalu safuan terpaku ditempat aku berdiri,hampir-hampir aku tertumpu di belakangnya.Namun sempat aku berhenti disisinya.
"Perempuan.Dan aku tak menembaknya."
Safuan bersuara lemah diikuti pandangan matanya yang hairan.Aku memerhati kearah yang sama.Sesusuk tubuh perempuan berpakaian compang-camping dan berlumuran darah bercampur debu-debu kering disana sini.Ia berusaha bangun dan tertiarap.Rupanya,semasa mendengar tembakan,ia cepat-cepat menjatuhkan diri.Kini ia berdiri.Ia menoleh ke belakang.Wajah comot.Matanya terbelalak ketakutan.Rambutnya kusut-masai.Keadaan perempuan itu mengingatkan aku perempuan gila yang kadang-kadang muncul di tengah-tengah bandar ipoh.Orang ramai menyingkir dan kanak-kanak berteriak-teriak riang mempermainkannya.
Seperti orang gila.Perempuan yang bertubuh montok itu,cuba melarikan diri.Tetapi baru beberapa langkah,ia terjatuh kembali.Ia cuba berusaha untuk berdiri lagi,seraya dari mulutnya terkeluar suara.
"Uh,uh,uh."
Matanya memandang kami dengan ketakutan.
Safuan mendekat.
Perempuan itu mengisut undur.
"Tenang.Tenang.Kami orang baik-baik."Kata safuan dengan suara lembut dan bersahabat.
Mata si perempuan,liar mengintai dari celah-celah rambutnya yang kusut menyapu dahi dan pipinya yang kotor.Ia masih muda,dan semakin aku perhatikan jelas nampak kecantikan wajahnya.Andai saja...tetapi aku kira dia tidak gila.Kerana setelah mendengar suara safuan yang ramah dan huluran tangan pemuda itu yang tak terlalu dipaksakan.Ia tidak lagi berusaha untuk lari meski tidak pula berusaha menyambut huluran tangan safuan.
"Siapa kau?."Tanya safuan perlahan.
"Uh..uh."
"Mengapa kau disini?."
Perempuan itu menggeleng-gelengkan kepala.Dan air matanya berlinang.Sedangkan dari mulutnya lepas dari keluhan yang sama.
"Uh..uh."
"Ia mungkin bisu.Mungkin gagap."Safuan berbisik kearahku.Lalu ia pandang perempuan itu lagi,sambil tangannya menyambar bungkusan bekal yang aku bawa.Ia keluarkan sisa-sisa makanan yang ada dan diserahkan kepada perempuan yang segera menyambut dan segera melahapnya dengan rakus.Safuan melepaskan kantung air,dan mengeluh pendek.
"Air dah habis.Hamlau ni yang punya kerja menghabiskannya."Safuan berkata sambil jari telunjuknya menuding kemuka ku.
Aku menyeringai.
Aku kaget melihat si perempuan yang tiba-tiba berdiri,lalu mulai berlari.Larinya tidak terlalu cepat sehingga kami bisa mengikutinya tanpa tergesa-gesa.Kami segera mengetahui sebab mengapa ia berlari kembali.Kerana tak lama kemudian ia terbongkok-bongkok di sebuah kawasan yang agak rendah dan curam,meraba-raba dicelah-celah semak belukar yang berlumut.Kemudian wajahnya basah oleh air dan ia minum dengan rakus melalui kedua tapak tangannya.Bila ia berdiri tegak kembali,ia telah menghapus sebahagian dari kotoran yang melekat dikulit mukanya yang halus.
Dan safuan tiba-tiba jadi pucat.
"Kau..kau."Tegurnya.
Si perempuan membelalakkan matanya.Tak takut lagi.
"Siapa dia,saf?."Tanyaku ingin tahu.
"Zaini."
"Zaini?."Aku mengingat-ingat.
Safuan menempeleng mukaku.Pelan,dan aku tak marah kerana tempelangan itu menyegarkan ingatanku seketika.
"Zaini..zaini.Baru aku ingat.Dia lah perawan yang hilang dari desa parit buntar dan hampir-hampir membuat aku ditimpa kecelakaan kerana dituduh sebagai penculiknya."
"He-eh."Bersunggut-sungut safuan.
Lalu ia memandang perempuan itu yang mulai memandang kami pula dengan pandangan tidak takut lagi.Waktu safuan cuba memegang tangannya,ia cuba mengelak.Tetapi waktu safuan berkata.
"Kami hantar kau pulang,ya?."
Ia tidak menolak dan tidak pula mengiyakan.
"Ayuhlah."Ajak safuan.
Tetapi perempuan itu diam sahaja.Lalu,tiba-tiba ia menangis tersengguk-sengguk.Kemudian berteriak-teriak dengan suara aneh.
"Uh...maa...uhhh...maaa."
"Mungkin ia teringat mamanya."Bisik safuan.
"Setahuku,ia seorang gadis cantik yang menarik perhatian banyak laki-laki.Tidak bisu dan tidak hilang ingatan seperti sekarang ini."
"Mungkin shock."Aku mengagak.
"Mungkin juga."
Dan kerana si perempuan tidak berganjak malah kelihatan mau berlari lagi dengan wajah yang kembali menampakkan misteri,safuan cepat-cepat menyambar lenggannya.Perempuan itu menghindar.Aku terpaksa membantu safuan dan setelah semak belukar disekitar porak peranda oleh kami berdua mengepung dan menangkap si gadis,akhirnya kami berjaya memegang masing-masing sebelah pergelangan tangannya.Ia berusaha melawan,berontak dengan tangan-tangan mencakar dan kaki menendang-nendang.Sehingga ia keletihan sendiri.
Ia kemudian menangis lagi,dengan suara yang memilukan hati.Semasa menuruni bukit kami bimbang dia dan kadang-kadang kami usung bersama semasa melalui hutan.Tak lama kemudian,ia pengsan atauy tertidur.Dan kami melalui kawasan persawahan yang luas,anak sungai yang airnya sedang surut.Jalan menuju ke perkampungan agak sulit.Dan samar-samar dari kejauhan kami melihat sebuah kampung.
"Parit buntar."Kata safuan termengah-mengah sambil menggerakkan tubuh zaini di bahunya."Kau saja yang memikulnya."
Aku menerima tubuh yang montok dan hangat itu.Lalu sayup-sayup kali melihat obor mendatang dengan suara orang berlari-lari setelah safuan berseru-seru memanggil.Orang ramai banyak berlarian semasa seruan safuan menyebut-nyebut nama zaini.Sesaat sebelum kami berhadapan dengan mereka,lengan-lengan si gadis melingkar didadaku.Entah ia lakukan dengan sedar entah kan entah kan dengan bermimpi.Tetapi yang jelas.Aku merasa sedikit berahi,namun bau busuk dari tubuhnya yang tidak terurus itu mengtasi perasaan itu dengan cepat.
Tiba-tiba,aku teringat pada zainon.
Apakah ia baik-baik saja dirumah?.
Hujan tangis memenuhi seisi rumah waktu tubuh zaini yang lemah longlai dibawa masuk kerumah.Pakcik mason berlari-larian kian kemari.Bingung kerana terkejut,gembira,terharu dan sedih bercampur baur diwajahnya yang masih membayangkan perasaan tidak percaya bahawa anaknya kembali juga akhirnya.Sedangkan isterinya,setelah meratap dan menangisi zaini yang terbaring pengsan diatas katil,tak lama kemudian jatuh pengsan,sehingga orang-orang yang berkerumun di rumah itu bertambah sibuk mengurus dua pesakit.
Aku dan saduan teduduk keletian di ruang tengah,dipenjuru memerhatikan orang-orang yang keluar masuk dengan suara yang saling atas mengatasi.Rumah yang beberapa hari lalu masih berlampu minyak,kini terang benderang oleh gaslin.Tetapi fikiran orang-orang yang berada didalam rumah itu tidak seterang lampu.Segalanya serba tak kena.Tersalah pegang,tersalah bual.Akhirnya kelihatan seorang berlari masuk dengan tergopoh-gapah,menyuruh orang-orang yang menghalangi jalannya supaya ketepi,walau pun jalannya telah terbuka lebar setelah terlebih dulu orang-orang yang melihatnya datang tergopoh-gapah mengenepi.
"Pakcik hussain sudah datang."Katanya termengah-mengah.
Ia kemudian meninjau ke dalam kamar.
Kemudian mengambil tempat duduk dekat pintu.
"Anak yang malang."Gumamnya."Alhamdulilla,kau telah selamat."
Aku berpandangan dengan safuan.
Selamat?.Aku kira aku dan pemuda itu mempunyai fikiran yang sama.Selamat kembali ke rumah,benar.Tetapi melihat keadaan tubuh dan pakaiannya waktu kami temui dihutan,zaini tidak kembali dengan segala kesempurnaan yang pernah ia miliki.Apa yang menyebabkan ia begitu menderita dan terpukul demikian hebat mentalnya,belum dapat kami mengagaknya.Namun sesuatu yang sangat mengerikan telah terjadi keatas dirinya.Sesuatu yang tidak dilakukan oleh manusia biasa saja,tetapi juga oleh mahkluk-mahkluk aneh yang menyebabkan zaini sampai shock sedemikian rupa.
Diantara gema suara yang terdengar dalam rumah itu,aku berbisik pada telinga safuan.
"Percayakah kau?."
Ia menoleh.Memandang tajam kepada aku.Setajam balasan pertanyaan.
"Apa?'
"Zaini sudah tidak perawan lagi."
Ia menarik nafas lalu.
"Cara kau bertanya,membuat aku justru ikut bertanya-tanya apa yang sebenarnya kau maksud.Sepintas lalu saja orang sudah mengetahui hal itu.Jadi kau tak perlu bersikap begitu ganjil kalau hanya untuk mengatakan itu saja."
Aku tersengih.
"Saf."Bisikku lebih dekat ketelinganya."Banyak aku dengar cerita-cerita aneh selama ini.Yang ganjil bukan aku,tetapi sikap dan pandangan penduduk kampung kau.Kau ingat cap apa yang mereka berikan dibelakang ayah zainin?."
Berubah seketika wajah safuan.
"Maksudku."Ia tidak meneruskan pertanyaannya.
Dan aku menjawab dengan suara gementar.
"Aku ingat cerita zainon.Seorang pemuda kera,pada had masa tertentu harus mengorbankan seorang perawan untuk sang kera yang ia jadikan guru."
Safuan membasahi bibirnya yang kering.
Kemudian ia tertawa.Serak.
Kemudian katanya,juga serak.
"Kau maksud,ia diperkosai oleh seekor kera?."
Aku tidak mengangguk.Menggeleng pun tidak.
Safuan angkat bahu.
Rungutnya.
"Aku berani bertaruh,ia diperkosai laki-laki biasa semacam kau."
Aku tak berani bertaruh,akan tetapi aku juga tidak menerima ucapannya begitu saja.
Dengan marah aku merunggut.
"Mengapa semacam aku?."
Beberapa orang menoleh kearahku,dengan pandangan tak senang.Safuan tersengih dan aku menjadi tersipu-sipu sendiri.Rupanya aku terlalu kuat berkata-kata tanpa menyedari semua orang dirumah itu dan sedang duduk dekat pintu maupun di dalam bilik,sedang terdiam ketika itu.Kesepian yang aneh itu menarik minatku untuk berdiri.Diikuti oleh safuan.Kami berjalan kearah bilik.Orang-orang yang sedar bahawa kami rupanya penyelamat gadis itu,memberi jalan sehingga akhirnya kami telah berada dibelakang pakcik hussain yang kumat-kamit membaca doa.
Sebiji gelas berisi air bening,tergenggam ditangannya yang menggeletar dengan hebat.
Biasanya seperti yang sering aku dengar dan lihat perubatan secara kampung,terdapat dupa dan asap kemenyan berkepul-kepul memenuhi ruang bilik.Tetapi yang tercium bau hanya hapak dan tengit kamar yang penuh sesak itu.Kumat-kamit suara pakcik hussain yang keahliannya pernah terbukti pada diriku sendiri.
Oleh kerana didalam bilik itu sunyi sepi,tidak seorang pun yang berani bersuara,maka suara setengah berbisik pakcik hussain menjampi itu,bagaikan berdentam-dentum rasanya di telinga.Isteri pakcik mansor sendiri yang telah sedar dari pengsannya,menutup mulut dan hidung agar suara tangisnya tidak terkeluar.
Pakcik mansor duduk di kepala tempat tidur,dengan kepalanya tertunduk.
Mungkin ia berdoa.
Dan doa yang terkeluar dari mulut pakcik hussain terdengar lebih keras waktu ia menggerakkan tangannya yang besar menyentuh permukaan air bening dalam gelas.Sambil menyapukan tangannya yang basah itu kemuka zaini yang belum sedar,pakcik hussain menutup bacaanya.
"Iyyaaakana'budu wa iyya kanasta'in.."
Perlahan-lahan zaini menggerakkan matanya.Mulutnya mengeluarkan suara.
"Uh..uh."
Suara yang tak asing lagi buatku,dan buat safuan.
Bibir zaini yang pucat kebiru-biruan dan pecah-pecah,menggerimit seperti ingin mengatakan sesuatu.
Pakcik hussain menitiskan air dari gelas ke bibir gadis itu.
Dari titis demi titis,kemudian ditegukkan sehingga habis setengah gelas.Sesaat tidak terjadi apa-apa.Tetapi sebaik saja orang mulai berbisik-bisik,zaini menggerakkan tubuhnya dengan keras,kemudian mencakar,menggaruk dan menendang-nendang dengan liar,sehingga ia terpaksa dipegang oleh beberapa orang selama pakcik hussain mengusap wajah sigadis sambil membaca doa.Dan tiba-tiba.
"Jangannn..oh,jangan.."Zaini menjerit lengking.
Orang-orang bergumam dengan suara hiba.Sementara ibu zaini tidak kuat lagi membendung isak tangisnya.Aku dan safuan saling berpandangan hairan.
"Kau lihat,pakcik hussain tidak saja berjaya menyedarkannya,tetapi juga berjaya mengembalikan getaran suara zaini."Bisik safuan dengan bangga.
Pakcik hussain berujar perlahan.
"Ingatannya akan segera pulih.Sayang.."Ia mengusap-ngusap luka disekujur tubuh si gadis lembut dan mesra sekali."Luka-lukanya sudah agak lama.Besok ingatannya akan pulih.Dan kita akan mendapat dengar ceritanya yang sebenar.Dan orang yang benar-benar bertanggungjawab terhadap kejadian ini,akan kita ketahui melalui mulut zaini sendiri.Kecuali kesan pada luka-luka dibadannya,akan meninggalkan parut seumur hidup."
Mendengar ucapan pakcik hussain itu,ibu zaini jatuh pengsan sekali lagi.Sementara pakcik masor terbongkok-bongkok menahan isak tangis.Sementara gadis itu perlahan-lahan mengendur perlawanannya dan kemudian jatuh tertidur.Orang-orang disekitar katilnya mulai menyingkir satu persatu.Beberapa orang diantaranya terus keluar rumah.Mungkin terus pulang.Dan sebahagian lagi duduk berkumpul-kumpul sambil membicarakan kejadian itu dan mengeluarkan pendapat masing-masing.Akhirnya,aku dan safuan yang duduk kembali dipenjuru,untuk pertama kalinya sejak zaini kami bawa kerumah ini menjadi perhatian mereka semua.
Sekeranjang pertanyaan,kami menjawab seadanya.Dan kemudian orang ramai menyingkir bila ketua kampung datang dan duduk disebelah kami.
Sesaat,aku dan ketua saling berpandangan.
Matanya kagum semasa dia berkata.
"Kau tak akan dilupakan oleh penduduk kampung kami,nak jalal.Setelah kami hampir membinasakan kau,justri sebaliknya kau telah menolong mengembalikan anak perawan yang telah dinyatakan hilang."
Aku tersipu-sipu.
"Tetapi belum dapat dibuktikan siapa sebenarnya yang bertanggungjawab,pakcik."
"Wah itu bahagian aku.Tetapi setelah bertanya sana sini dan memerhatikan tingakah laku orang-orang tertentu,aku mencurigai seseorang.Tidak.Tidak usah bertanya siapa kiraya orang itu.Biarkan zaini sedar dan mengatakan sendiri esok.Namun aku yakin,orang itu tidak akan dapat tidur nyenyak pada malam ini."
"Tidur?."Safuan mencelah.
"Setelah tahu zaini pulang,mungkin ia tidak tidur saja.Malah lari."
Ketua kampung tersenyum.
"Orang-orangku yang terpedaya,tengah mengawasi setiap gerak-gerinya.Ia kini tak lebih dari seekor tikus yang sudah terperangkap."
Ketika kami memohon diri untuk pulang,pakcik masor dan isterinya bersalaman dengan kami.Pakcik mansor berpesan melalui safuan,bahawa semua kiriman datuk pemuda itu telah mereka terima.Sebahagian telah dipergunakan,sebahagian besar masih mereka simpan.
"Kerana anak saya telah kembali."Kata orang tua itu."Maka sisa yang kami terima juga barang-barang keperluan sehari-hari,akan kami hantarkan kembali.Yang telah terpakai,akan kami usahakan gantinya."
"Datuk bisa marah besar."Kata safuan dengan sabar."Jangan mengembalikan suatu apapun yang telah ia berikan."
Orang tua itu mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga.
Dia menghantar kami sampai ke jalan raya dan menaiki teksi.Dalam perjalanan safuan bersungut-sungut.
"Begitulah datuk.Disanjung dan dipuja oleh orang lain,tetapi dibenci oleh keluarganya sendiri."
Teksi meluncur laju.Suasana didalam teksi sunyi sepi.Semasa melewati sebuah desa,kami dapati orang-orang kampung itu belum tidur lagi.Rumah-rumah masih diterangi oleh lampu gaslin dan obor berkelip-kelip disana sini.Bila kereta kami sampai pada satu penjuru kampung,orang ramai kelihatan riuh rendah dan kelam kabut.
"Nampaknya mereka telah menangkap seekor babi."Kata pemandu teksi,perlahan.
"Babi?.Apa anehnya?."Aku mencelah.
"Kalau tak salah dengar,mereka juga sebut-sebut kata nyegik.Tentu yang mereka tangkap adalah babi jadi-jadian.Babi jelmaan manusia yang ingin kaya dengan cara senang.Kita belokkan saja teksi kesana."Teksi diperlahankan.
Tentu saja.Aku dan safuan mengangguk.
Refleksi pada diri safuan membuat aku geleng-geleng kepala.Ia memeriksa tempat peluru,bergumam dengan suara kecewa.
"Cuba kalau kita bawa rifle laras dua itu."
Lalu dengan mata berkilat-kilat dalam pantulan lampu kereta,ia mengurut-ngurut laras senjatanya.Mau tak mau pistol ditangan aku genggam pula.Akhirnya ia tersenyum sendiri.Senjata itu tak berguna untuk seekor babi.
(Bersambung...)
Sumber : Naskah Dari Pawang Syaitan
Bab (7)
Bunuh dia.Cincang.Bunuh.Jangan beri ampun silaknat itu.Bergaung suara orang yang riuh rendah dari luar rumah.Aku berusaha bangkit dari tempat tidur,tetapi entah mengapa seluruh tubuhku kaku rasanya.Dengan mata terbentang lebar ketakutan,aku pandang gerombolan orang-orang yang seperti melayang-layang diudara dengan golok dan kapak terhunus.Kemudian menghentam jerjak jendela dengan suara yang gamat.Jerjak-jerjak kayu itu mulai patah riuk.
"Jangan.."Lidah ku yang kelu mulai bergerak."Jangan."
"Bunuh.Dia tak layak hidup didunia."
Kayu-kayu jerjak berjatuhan satu persatu ke lantai.Cahaya matahari yang terik memancar masuk kedalam diikuti susuk-susuk tubuh yang kehitam-hitaman,melompat satu persatu melalui jendela yang sudah ternganga lebar.Dengan susah payah aku bergerak sementara manusia-manusia bermuka bengis dengan nafsu membunuh dimatanya,telah berada di pinggir tempat tidurku.Suara pintu diterajang menambah ketakutanku.Kemudian tedengar suara palu dipukul-pukulkan.Sebilah golok melayang diudara,terjunam langsung ke arah kepalaku.
"Bangsat."Dalam keputusasaan,aku berteriak,sekaligus aku melonjak dari tempat tidur.
Sepi sejenak.
Tiada gema suara yang riuh rendah.Tiada wajah-wajah kejam yang tidak kenal apa pun.Yang ada,hanyalah dengus nafasku yang memburu,serentak keringat dingin membanjiri diseluruh pori-pori kulit,kelihatan seseorang diluar jendela dengan mulut ternganga.Sebelah tangannya menempel pada bingkai jendela,sebelah lagi sedang tergantung dekat bahunya.
Lesu,aku terduduk di pinggir katil.
Orang itu tertawa.Masih agak hairan.
"Sudah bangun,pemalas?."Sapanya.
"Oh."Aku tekapkan kedua tapak tangan dimuka.
"Aku kira..."
"Bermimpi buruk,heik?"
Aku mengangguk.Dan cuba membuang bayangan menakutkan yang pernah aku alami dikampung parit buntar,yang terus menerus menganggu tidurku selama beberapa hari ini.Dengan peluh yang membasahi kedua tapak tangan waktu terlepas dari muka lalu terkulai layu diatas kedua peha.Aku pandang safuan yang meneruskan pekerjaan nya memaku ensel jendela.Aku tidak melihat zainon disampingku,dan merasa hairan mengapa safuan tiba-tiba telah berada disitu dan kemudian berbisik.
"Kau ni kenapa lagi?."
"Kenapa?."Dia menyeringai.Lebar."Nampaknya jendela ini terlalu sering direnggut secara paksa.Kalau tidak cepat-cepat diperbaiki,boleh betul-betul terlepas sama sekali.Eh,cakap,cakap juga,yang begini pun tak sempat kau perhatikan.Apa saja yang kau buat selama tinggal dirumah ini?."
Aku ingin memaki,tetapi suara zainon yang tiba-tiba muncul di ambang pintu telah mendahului.
"Kerjanya?."Lantas dia tersenyum manis."Bercumbu,apa lagi."
Bukan muka aku yang merah mendengar ucapan zainon,tetapi muka safuan.Ia terpegun seketika,kemudian tersenyum.Kecut.Beberapa kali dia goyang-goyangkan jendela yang tegap dan kukuh itu.Wajahnya membayangkan kepuasan.Dan dengan kurang ajar,ia tidak masuk melalui pintu depan rumah,tetapi melompat masuk ikut jendela.Setelah berdiri didalam,ia menggeleng-geleng kan kepala beberapa kali.Nampak seperti berfikir.Kemudian memandang kearahku.Matanya membayangkan kecurigaan,yang dilontarkan melalui kata-kata.
"Terlalu tinggi untuk diloncat oleh manusia biasa."
Aku cuba meneka arah kalimatnya.Tetapi zainon cepat-cepat menukas.
"Mandilah,anak manis."Ia mengemaskan tempat tidur yang berselerak."Lihat,apa yang kau lakukan.Safuan telah mengira yang kita telah bergelut malam tadi."
"Apa aku peduli."Bersungut-sungut sambil melangkah keluar bilik.Sebelum menghilang,ia panjangkan kepala kearahku,lalu.
"Kau dengar apa yang zainon cakap?.Mandilah pemalas.Nanti kita kesiangan."
Selesai mandi,aku sarapan berdua dengan zainon.Safuan menolak dan hanya menerima secawan kopi yang segera dibawa keruang depan.Selesai sarapan,aku menyusulnya sementara zainon mengemaskan sisa-sisa makanan didapur.Pemuda itu sedang mengelap senjata api.Di atas meja,berselerak senjata-senjata lain.
"Hem."Rungutku seraya duduk disampingnya."Kini aku mengerti mengapa kau menganggu tidurku."
Ia menyeringai.Tak berkata apa-apa.Apa lagi minta maaf.
"Celaka betul kau."Aku memaki.
Seringainya melebar.
"Kau yang lebih celaka lagi."Katanya setengah berbisik."Perampas kekasih orang."
Sepasang mataku membesar.
"Peliklah kau ni,saf.Katamu kau patah hati,tetapi masih boleh bertandang kesini."
"Zainon tu,kan saudara aku.Kau mau apa hah."
Aku tak berkata apa-apa lagi.Setelah ia habiskan kopi susunya,safuan segera menyeret aku keluar.Aku mau perotes,tetapi zainon sudah muncul pula didepan.Ia tersenyum mesra.Suaranya mendayu-dayu berkata.
"Pergilah.Dan hati-hati dengan golokmu."
Aku terasa malu.Tentu saja,tidak ada prasangka buruk dibenakku lagi terhadap safuan.Dan untuk menyakinkan mereka,aku tidak membawa golok.Safuan menyandang senapangnya.Setelah merasa lega oleh keterangan zainon bahawa ayahnya sedang kesawah dan menjelang siang juga pulang,kemudian aku ikut safuan meninggalkan rumah.
Setelah berada diluar perkarangan,baru aku hairan sendiri akan kematapan kakiku berjalan,bahkan sesekali berlari-lari.
"Kau lihat?.Aku sudah pulih sama sekali.Bahkan kesan-kesan luka itu tertutup.Ajaib benar."
"Ah,biasa.Dukun-dukun dikampung kami,cukup tau apa yang mereka lakukan."
"Patutlah di sekitar daerah ini takada klinik,apalagi hospital."
"Ada tu ada."Safuan bersungut-sungut."Tetapi siapa yang mahu kesana?.Doktor jarang ada ditempat.Jururawat-jururawat sibuk memberi suntikan.Dan kalau pesakit betul-betul perlukan ubat,jururawat akan mengatakan dengan nada kesal.Wah,habis.Tetapi kalau "puih." safuan meludah."Orang-orang sekarang cuma memikirkan wang.Wang selalu.Wang dan wang.
Setelah berkata begitu,wajahnya berubah muram.
Aku mau bertanya apa sebabnya,tetapi ia cepat-cepat menunjuk kearah serimbunan daun pohon mangga.
"Merbah jambul.Itu bahagianmu saudara."
Dengan susah payah aku mencari diantara daun-daun,tetapi tidak ternampak apa-apa.Aku menjingkit.Safuan menyambar pistol dari tanganku.Menenang seketika.Kemudian menarik pelatuk.Terdengar suara letupan halus,disusul suara sayap berkepak,rimbunan dedaun berserakan.Dan seekor merbah jambul terbang dengan cepat diudara.
"Meleset."Rungut safuan.
"Tak pernah begini."
Aku ambil pistol dari tangannya.
"Fikiran kau sedang kusut."Aku menuduh.
"He-eh."
"Boleh aku tahu?."
Lama ia tak menjawab.Meski pun cuma menghamburkan peluru,ia pergunakan sesekali senapangnya untuk menembak ke arah pohon-pohon,bahkan ke arah orang-orang pengusir burung di tengah sawah.Kami sudah berada di pinggir hutan.Kemudian dia menjawab.
"Patut lah bapa si sabariah bersikap ganjil terhadap aku."
"Eh?"Aku baru teringat.
"Rupa-rupanya hubunganku dengan sabariah,tercium juga oleh datuk.Pembantu-pembantunya ia suruh diam-diam menyelidik keadaan keluarga si gadis itu.Dan setelah mendengar laporan salah seorang utusan datuk menemui ayah sabariah dan meminta orang tua itu melarang anak gadisnya berkawan dengan aku."
"Lebih celaka lagi,kelmarin aku ketemu sabariah di pasar cenderung.Ia menolak dari aku menghantarnya pulang.Dan disebuah warung,ia menangis.Utusan datuk membuat ayahnya sakit hati."
Ia menghela nafas.Bersandar ke sebatang pokok.Aku terduduk disisinya.Keletihan.
Tetapi bersikap diam.Menunggu.Sampai dia sendiri meneruskan.
"Celaka,celaka,celaka."Ia membanting-bantingkan kaki ke tanah."Sayang,utusan datuk itu aku tidak tahu siapa orangnya.Kalau tidak,sudah aku patahkan lehernya seperti ini."Ia memulas-mulas laras senapangnya.Dari mulutnya terkeluar desis yang bengis.
"Hiiih."
"Apa katanya?."Aku bertanya ingin tahu.
"Apa?."Mata pemuda itu merah.Seperti juga daun telinganya,turut merah."Datuk hanya mau bermenantukan anak dari keluarga kaya."
"Kaya?."
"Begitulah.Paling tidak,ia harus percaya.Gadis yang mau kahwin dengan aku,haruslah bukan orang yang tergila-gila melihat kekayaan keluargaku."
Sambil leka aku menembak segugus mangga besar-besar diatas kepalanya,kerana kaku dengan cerita safuan yang sama sekali tidak menyenangkan,untuk didengar apalagi untuk mengalami sendiri.Tembakanku meleset.Safuan buat acuh tak acuh saja.Aku isi peluru lain ke dalam pistol dan kemudian mengisi ke dalam senapang yang ia pegang.Ketika aku mengambil senapang dari tangannya,ia melepaskan seperti tidak sedar.Aku maklum,tetapi tidak berkata apa-apa.
Lama kemudian,ia menarik nafas.Panjang.Dan letih.
"Ayuh,kita jalan lagi."
Dalam perjalanan,safuan sama sekali tidak menggunakan senapangnya.Aku agak hairan,tetapi aku ikuti juga hal itu.Pistol hanya aku selit ke pinggang.Dan dengan lahap aku makan beberapa potong ubi goreng yang aku keluarkan dari bungkusan di belakang.Disamping ubi goreng,zainon membekali beberapa bungkus lontong,beberapa biji telur rebus,dan sebotol air kopi.Di pinggang safuan tergantung sebuah tempat kopi dari plastik.Tetapi aku telah menghabiskannya hampir separuh ketika matahari berada diubun-ubun setiba kami disebuah padang berumput,namun safuan belum secuit pun menyentuh makanan mau pun minuman.
Mulutnya tak berhenti bercerita.
"Lama-lama aku kira aku membenci datuk,seperti orang-orang lain selama ini."Demikian katanya antara lain."Malam tadi aku bertanya apakah benar ia berusaha memutuskan hubunganku dengan sabariah.Terang-terangan ia mengakui.Dan menuduh cinta kami hanya permainan bibir yang lebih banyak berbisa dari menolong."
"Kami bertengkar.Kukira,seperti itu pulalah sebabnya mengapa ia tak sesuai dengan anak-anaknya."
Seperti ayah zainon misalnya,cerita safuan.Ketika anak tertuanya itu mengambil anak seorang nelayan miskin untuk diperisteri,hubungan anak beranak itu mulai renggang.Ayah safuan sendiri kahwin dengan seorang penyanyi di kuala lumpur,sehingga menerima caci maki dari datuk.Bagaimana pun datuk adalah keluarga.Itulah sebabnya ia tak pernah dilupakan meski pun diantara mereka terselit perasaan saling tidak menyukai.Kakak safuan,setelah berumur sembilan tahun baru diperkenalkan pada datuk.Kerana gembira dan rindu,anak perempuan itu diperkenalkan dibawa oleh datuk pulang ke kampung.Kakak safuan tidak pernah kembali ke kota.Anak yang malang itu konon dibawa sang datuk mengikuti peninjauan ke kampung-kampung yang berada dibawah kekuasaanya.Mereka kemalaman.Dan ditengah jalan diserang oleh seekor harimau.Datuk melawan tetapi anak itu lari.
Nasib baiklah ada beberapa orang yang kebetulan lalu disitu.Dan melihat kejadian itu.Mereka segera menolong datuk.Harimau itu berjaya melarikan diri.Tetapi anak perempuan yang masih kecil itu,gagal dijumpai.Ia mungkin tersesat ditengah hutan atau diterkam binatang buas.Orang tua safuan terburu-buru pulang ke kampung dengan membawa beberapa orang pemburu.Sejumlah harimau telah dibunuh dengan sejumlah binatang buas lainnya.Namun kakak safuan tidak juga dijumpai.Yang ditemui hanya sebelah selipar yang dipakainya semasa menghilang,carekan pakaiannya dan kesan-kesan darah pada carekan pakaian itu.
"Itu sebabnya aku selalu berlatih menembak dan memiliki bermacam-macam senjata.Setiap kali aku pulang ke kampung,aku memburu binatang apa saja.Asal yang buas,aku bunuh.Dibantu oleh penduduk-penduduk lain,dan kadang-kadang teman-teman yang aku bawa dari kota.Lama-kelamaan hutan-hutan di sekitar desa ini sepi dari binatang buas dan aku alihkan perhatian kepada unggas.Bukan lagi sebagai pembalas dendam atas kematian kakakku,tetapi tak lebih dari sekadar hobi."
Kami rehat seketika dilereng gunung.
Memandang kesan kemari,aku jadi mengingat-ingat.Rasa-rasanya,daerah yang kami masuki pernah aku lalui.
Ingin aku kemukakan hal itu pada safuan,tetapi ia melanjutkan ceritanya seperti bercerita pada dirinya saja.
"Bukan kakak perempuan aku saja.Salah seorang kak saudara aku juga meninggal tanpa diketahui dimana kuburnya.Ia baru saja jadi pengantin baru,dimana pada malam pertama mereka,kakak saudaraku pergi ke pancuran untuk buang air besar.Suaminya kemudian heboh setelah kakak saudaraku tidak kembali.Sampai jauh malam mereka mencari.Pakcik ku yang berasal dari daerah lain,tidak begitu kenal liku-liku hutan didaerah ini.Semasa ia ikut mencari ditengah malam buta,orang-orang kehilangan dia pula.Kakak sepupu ku dan pakcik ku tak pernah dijumpai lagi."
Aku termenung mendengarnya.
Menatap matahari yang mulai tergelincir diufuk barat,aku bergumam.
"Misteri juga hutan-hutan didaerah ini."
Safuan memandangku.Tajam.
"Apa kata kau?."
"Misteri."
Ia hentakkan lagi kaki ketanah,petanda tak suka.
"Mereka pasti dimakan oleh binatang-binatang buas yang mulai berkeliaran lagi.Pasti.Bukan menjadi mangsa binatang-binatang omong kosong itu."
"Binatang-binatang omong kosong?."
Aku tercengang.
"Ya."Sungutnya lalu meludah."Konon orang-orang yang kebetulan melalui di bahagian hutan yang jarang dilalui orang itu,melihat adanya kera-kera yang aneh.Bentuknya besar-besar,bulunya hitam legam bersikap buas namun segera lari setiap kali melihat manusia."
"Saf."Aku terjengah.
Dia menoleh.
"Ya?."
"Omong kosong itu.."
"Kera?."Dahinya terangkat.
"Apakah kau lupa peristiwa-peristiwa yang aku alami dan juga dialami zainon?."
Wajahnya tiba-tiba berubah.
"Selagi tidak menganggu,aku tak pernah membenti binatang-binatang itu.Setidak-tidaknya mereka adalah mahkluk yang terdekat dan tingkah lakunya dengan manusia..he,apa yang sedang kau cari?.
Berdiri tegak diatas longgokan tanah berbatu,aku pandang sekitar tempat kami berehat.Matahari senja menyelinap diantara batang-batang pokok,menimbulkan bayang-bayang kelam memanjang.Sebentar lagi hari akan mulai gelap,dan dalam kegelapan maka tempat ini persis menyerupai...
"Hai,saf."Aku berseru."Disini aku bertempur dengan kera-kera aneh itu beberapa malam yang lalu."
Safuan bingkas bangun.
Ia tidak terperanjat,tetapi justru bergembira.
"Benarkah?."
"Tentu,dan..hei lihat."Sebilah pisau tertancap di tanah.Semasa aku mencabutnya,tancapannya lemah sekali.Tentunya bukan kerana disengajakan begitu,melainkan kerana terjatuh tanpa aku sedari semasa aku diserang oleh binatang-binatang yang mengerikan itu.Tak hairan lagi.Itu adalah pisau dapur yang aku sempat sambar dari rumah sebelum keluar mengintip ayah zainon.
"Kalau begitu."Safuan bersungut-sungut."Kita telah sampai."
"Apa maksudmu?."
"Kawan."Ia menepuk-nepuk bahuku dengan bersahabat."Kau kira,untuk berburukah kau ku ajak hari ini?.Kalau untuk itu,tak akan aku hambur-hamburkan peluru begitu saja."
"Jadi.."
"Tepat.Aku sama sekali tak percaya yang kau mengintip pada malam celaka itu,adalah pencuri seperti yang kau ceritakan di parit buntar."
Aku terlongok mendengarnya.
Tetapi,tentu saja aku merasa amat gembira.Sambil memerhatikan semak belukar,aku mendesak.
"Ke arah sana lah ayah zainon menghilang."
Safuan terkejut.
Aku merasa terlanjur,tetapi kukira hanya terhadap dialah aku akan mendedahkan segala rahsia.
"Aku saja hairan saf.Apa lagi kau.Tetapi sumpah.Memang dia lah yang aku intip sampai ke tempat ini."
Safuan memandang ke atas bukit.
"Rasa-rasa tak masuk diakal.Apa kerjanya tengah malam disini?."
"Itulah juga yang aku fikirkan.Supaya kita tidak hanya dimakan oleh rasa penasaran,mengapa kita tidak cepat-cepat mendaki sebelum hari mulai gelap."
Tanpa berkata lagi,kami mulai mendai menerobos semak belukar,melampaui pohon-pohon raksasa yang berdaun rendang sehingga suasana ditempat itu mulai gelap gelita meski pun hari masih petang.Aku memerhatikan dengan saksama ke sana kemari,tetapi tidak menemukan sesuatu yang aneh.Lain dengan safuan,ia tidak sahaja memerhatikan,malah juga mencium-cium dengan hidung kembang kempis.Malah sesekali ia memerhatikan rumput-rumput dan semak belukar dengan mata yang teliti.Tiba-tiba.
"Lihat."
Ia menunjuk dalam kesamaran senja.
Aku besarkan mata,tetapi aku tak melihat apa-apa,selain dari semak belukar yang seperti longgokan tanah berbukit.Dengan hati-hati,safuan berjalan ke tempat itu dan aku mengikutinya dari belakang dengan pisau terhunus ditangan.Aku malu untuk mengakuinya,tetapi benar-benar aku tiba-tiba didatangi perasaan takut yang tak tertahan.
Safuan menggeser semak belukar yang rapat setelah ia berhenti.
Semak belukar terkuak lebar dan kami disambut oleh bayangan gelap dan hitam disertai bau busuk yang menyesakkan hidung.Safuan meraba sakunya.Dan sebuah petik api dinyalakan.Bayangan gelap itu ternyata rongga tanah,mirip sebuah gua yang tidak terlalu jauh kedalam.Namun cukup luas ruangnya.
"Cuba kau cabut daun-daun atau ranting-ranting kering."Bisik safuan."Aku seperti ternampak sesuatu."Sambungnya.
Lighter yang memakai gas itu mati.
Setelah meraba-raba,aku kumpulkan apa yang ia mintak.Safuan menerimanya,melakukan sesuatau dalam gelap.Waktu lighter dinyalakan lagi,ranting-ranting dan daun-daun kering telah bergumpal panjang.Rupanya ia memintal-mintal sebagai pengganti obor.Sebentar kemudian ruang gua itu terang benderang.Dengan jantung berdebar kerana takut,aku ikut safuan melangkah membongkok-bongkok ke depan dan kemudian berhenti didepan longgokan tanah kering yang berserakan.Ada sebuah lubang menganga.Besarnya cukup untuk seorang manusia dewasa berbaring.
Aku mengingat-ingat.
Dan safuan menguatkan ingatanku.
"Nampaknya seperti kubur.Atau bekas kubur seseorang."
"Kubur?."Bulu tengkukku meremang.Aku tak takut dan sering melewati kubur,tetapi kubur terpencil di lereng gunung dan menyendiri dalam sebuah gua,bukan sebuah pandangan menarik untuk ditonton.
"Apa ini?."
Safuan membongkok.Waktu dia berdiri kembali,sebatang kayu nisan yang sudah rosak tergenggam ditangannya.Kelip-kelip obor mulai mengecil.
"Cari lagi ranting-ranting."
Setelah dapat,aku berikan kepada safuan untuk dinyalakan.
Kayu nisan itu kami perhatikan.
Nampak tulisan samar-samar,tetapi sudah sukar untuk dibaca.Kayu itu sendiri sudah mulai lapuk.
"Bawa keluar,mungkin kita dapat membaca tulisannya."Rungutku gementar.Sementara dalam hati aku berkata sendiri."Cepatlah.Siapa tahu,ini kubur keramat dan.."
"Jangan."Bisik safuan.Suaranya tenang sekali.Aku menjadi malu pada diriku sendiri dan cuba menguasai diri..lebih baik kita letakkan ditempat asalnya."Jangan mengganggu sesuatau.Kalau benar ayah zainon sering kemari,sedapat mungkin kita rahsiakan agar dia tidak tahu bahawa kita juga telah sampai ketempat ini.Entahlah ini kubur siapa,dan mengapa ayah zainon melakukan hal yang begini aneh.Ayuh keluar cepat.Nanti kita akan tahu juga."
Ketakutanku telah mereda melihat semangat safuan.
Semasa keluar dari gua,aku berjalan didepan mendahului safuan.Waktu semak belukar yang telah tertutup semasa kami masuk,aku kuakkan jantungku bagai berhenti berdenyut.Aku lihat sesusuk bayangan didepan gua.Aku terpaku ditempat aku berdiri.Dan safuan yang tak menduga,menolak dari belakang.
"Hish.Mengapa berdiri disini?."
"Aku..aku."
Setelah sedar apa yang aku lihat,safuan juga meninjau keluar.Tetapi bayangan lembaga itu telah menghilang.Namun suara geseran yang telah ditinggalkan,cukup buat safuan bertindak cepat.Ia menolak aku ketepi,lantas menerjang kedepan.Aku menyusulnya keluar.Sisa-sisa ranting terbakar ditangan pemuda itu,dilemparkan.Untung mengenai sebuah bongkah batu besar diatas tanah berpasir,sehingga ranting-ranting itu kemudian terpadam dengan sendirinya.Sehingga tidak sampai menimbulkan kebakaran yang akan menggagalkan usaha kami yang susah payah itu.
"Aku seperti melihat sesuatu."Seru safuan seraya keluar dari rimbunan semak-samun.Kami telah berada didaerah yang agak terbuka tadi."Aneh."Tetapi benar."Aku melihat sesuatu.Entah apa.Yang jelas,itu bukan manusia.Gerakannya terlalu cepat."
Ia kemudian membalik mengadap aku.
"Kau kira apakah itu?."
Aku menelan ludah,kerana tekakku terlalu kering.
"Bayangan gelap.Dan sepasang sinar hijau kemerah-merahan."
"Apa pula tu?."
"Mahkluk.."
"Mahkluk?persetan kau,mahkluk apa?."
"Kera."
Wajah safuan muram.
Lama ia tidak berkata sesuatu apa pun.Setelah membasahi bibir,ia bersungut.
"Yang benar.."
"Sungguh."
"Benar-benar seekor kera?."
"Ya.Itupun,kalau mahkluk itu memang kera."
Ia tiba-tiba tersenyum.
"Hampir-hampir tak masuk diakalku."Katanya."Kau percaya."
Aku tediam seketika.
"Mengapa kau tak kejar saja?."Akhirnya aku mendapat jalan keluar dari keraguan-keraguanku yang mungkin ia tertawakan,malah patut aku tertawakan diriku sendiri."Aku sering melihat kera.Dihutan.Dan dikota,kalau kebetulan pergi ke kebun binatang.Tetapi kera-kera hutan disini membuat aku berfikir.Mereka memiliki sepasang mata yang bentuk dan cahayanya aneh.Setidak-tidaknya,tidak sama dengan kera-kera biasa."
"Jadi yang tadi cuma kera."
"Yeah,kera.Monyet."Bentakku.
Ia tertawa.
"Kalau begitu,tak usah kita ikuti.Aku takut kau gatal tangan lantas menembaknya."
"Kalau aku tembak,kenapa?."Rungutku,tetapi bingung.
"Alamat itulah.Kau menembak nenek moyang sendiri."
"Nenek moyang kau."Aku memaki dan mulai menuruni bukit itu."Ayuh pulang.Aku tak mau kemalangan lagi,diserang oleh binatang-binatang aneh itu yang kemudian menyerahkan aku kepada penduduk yang tidak berperikemanusiaan itu."
Sambil berjalan pulang,safuan bertanya.
"Tidak berperikemanusiaan?."
"Aku tahu betul.Semasa aku nak pengsan,mereka menyeret aku.Setelah aku sedar,aku masih diseret.Bukan oleh kera,tetapi oleh manusia biasa."
"Aneh.."
"Nah..sekarang kau mulai percaya."
"Percaya apa?."Ia menarikkan tanganku.Marah.
"Eh,kenapa ni?."
"Tak ada jadi-jadian didunia ini."
"Aku setuju dengan pendapat itu.Malah aku berfikir-fikir,kalau mahkluk itu hanya mengenakan sarung kera,entah untuk apa,tetapi disebaliknya berisi manusia biasa.Malah sempat aku bertanyakan pada diriku sendiri.Apakah tidak mungkin orang-orang yang menyeret aku,adalah wujud nyata dari mahkluk-mahkluk kera itu."
"Mengapa?."Tanyanya sambil merambas segumpal onak duri yang menyambar kaki seluarnya.
"Mahkluk kera yang menyeretku tiga ekor.Orang yang melakukan hal yang sama,juga tiga orang."
Safuan menyambar tangan aku lagi.
"Kalau begitu,kita ke parit buntar sekarang juga.Kita menyiasat mereka-mereka itu."
Aku tepis tangannya.
"Sia-sia."
"Orang-orang itu memang tiga.Tetapi orang-orang dewasa semua.Tinggi-tinggi dan besar-besar."
"Jadi?."
"Kera-kera itu cuma dua yang besar,yang satu lagi kecil.Kalau dimisalkan,seorang anak yang baru belajar disekolah rendah."
"Kera masuk sekolah?."
"Ayah kau.Siapa yang kata begitu?."
Dia nampak marah bila aku maki begitu.Tetapi tiba-tiba ia terpegun.
Terkejut,kerana ingatkan apa yang aku lihat di depan gua,membuat aku ikut terpegun.Aku kira darah disekujur tubuhku,berhenti mengalir bila mendengar suara geseran daun disebelah kiri.Ranting-ranting patah dan terdengar suara kaki berlari.Seekor binatang atau mahkluk kera yang aku temui akhir-akhir ini.Bila aku menoleh ke sebelah,safuan telah berada jauh dihadapan.Ia berlari mengejar bayangan samar-samar ditelan senja yang mulai remang-remang.
"Berhenti."Teriak safuan."Berhenti."
Aku berlari mengejarnya.
"Berhenti atau aku tembak."Teriaknya lagi.
Dan dia benar-benar menembak.Letupan senapangnya memecah keheningan senja.Namun sempat aku melihat bahawa ia mengarahkan laras senjatanya ke udara.Terdengar jerit tertahan seseorang.Jerit yang lemah,halus dan memeranjatkan.Lalu safuan terpaku ditempat aku berdiri,hampir-hampir aku tertumpu di belakangnya.Namun sempat aku berhenti disisinya.
"Perempuan.Dan aku tak menembaknya."
Safuan bersuara lemah diikuti pandangan matanya yang hairan.Aku memerhati kearah yang sama.Sesusuk tubuh perempuan berpakaian compang-camping dan berlumuran darah bercampur debu-debu kering disana sini.Ia berusaha bangun dan tertiarap.Rupanya,semasa mendengar tembakan,ia cepat-cepat menjatuhkan diri.Kini ia berdiri.Ia menoleh ke belakang.Wajah comot.Matanya terbelalak ketakutan.Rambutnya kusut-masai.Keadaan perempuan itu mengingatkan aku perempuan gila yang kadang-kadang muncul di tengah-tengah bandar ipoh.Orang ramai menyingkir dan kanak-kanak berteriak-teriak riang mempermainkannya.
Seperti orang gila.Perempuan yang bertubuh montok itu,cuba melarikan diri.Tetapi baru beberapa langkah,ia terjatuh kembali.Ia cuba berusaha untuk berdiri lagi,seraya dari mulutnya terkeluar suara.
"Uh,uh,uh."
Matanya memandang kami dengan ketakutan.
Safuan mendekat.
Perempuan itu mengisut undur.
"Tenang.Tenang.Kami orang baik-baik."Kata safuan dengan suara lembut dan bersahabat.
Mata si perempuan,liar mengintai dari celah-celah rambutnya yang kusut menyapu dahi dan pipinya yang kotor.Ia masih muda,dan semakin aku perhatikan jelas nampak kecantikan wajahnya.Andai saja...tetapi aku kira dia tidak gila.Kerana setelah mendengar suara safuan yang ramah dan huluran tangan pemuda itu yang tak terlalu dipaksakan.Ia tidak lagi berusaha untuk lari meski tidak pula berusaha menyambut huluran tangan safuan.
"Siapa kau?."Tanya safuan perlahan.
"Uh..uh."
"Mengapa kau disini?."
Perempuan itu menggeleng-gelengkan kepala.Dan air matanya berlinang.Sedangkan dari mulutnya lepas dari keluhan yang sama.
"Uh..uh."
"Ia mungkin bisu.Mungkin gagap."Safuan berbisik kearahku.Lalu ia pandang perempuan itu lagi,sambil tangannya menyambar bungkusan bekal yang aku bawa.Ia keluarkan sisa-sisa makanan yang ada dan diserahkan kepada perempuan yang segera menyambut dan segera melahapnya dengan rakus.Safuan melepaskan kantung air,dan mengeluh pendek.
"Air dah habis.Hamlau ni yang punya kerja menghabiskannya."Safuan berkata sambil jari telunjuknya menuding kemuka ku.
Aku menyeringai.
Aku kaget melihat si perempuan yang tiba-tiba berdiri,lalu mulai berlari.Larinya tidak terlalu cepat sehingga kami bisa mengikutinya tanpa tergesa-gesa.Kami segera mengetahui sebab mengapa ia berlari kembali.Kerana tak lama kemudian ia terbongkok-bongkok di sebuah kawasan yang agak rendah dan curam,meraba-raba dicelah-celah semak belukar yang berlumut.Kemudian wajahnya basah oleh air dan ia minum dengan rakus melalui kedua tapak tangannya.Bila ia berdiri tegak kembali,ia telah menghapus sebahagian dari kotoran yang melekat dikulit mukanya yang halus.
Dan safuan tiba-tiba jadi pucat.
"Kau..kau."Tegurnya.
Si perempuan membelalakkan matanya.Tak takut lagi.
"Siapa dia,saf?."Tanyaku ingin tahu.
"Zaini."
"Zaini?."Aku mengingat-ingat.
Safuan menempeleng mukaku.Pelan,dan aku tak marah kerana tempelangan itu menyegarkan ingatanku seketika.
"Zaini..zaini.Baru aku ingat.Dia lah perawan yang hilang dari desa parit buntar dan hampir-hampir membuat aku ditimpa kecelakaan kerana dituduh sebagai penculiknya."
"He-eh."Bersunggut-sungut safuan.
Lalu ia memandang perempuan itu yang mulai memandang kami pula dengan pandangan tidak takut lagi.Waktu safuan cuba memegang tangannya,ia cuba mengelak.Tetapi waktu safuan berkata.
"Kami hantar kau pulang,ya?."
Ia tidak menolak dan tidak pula mengiyakan.
"Ayuhlah."Ajak safuan.
Tetapi perempuan itu diam sahaja.Lalu,tiba-tiba ia menangis tersengguk-sengguk.Kemudian berteriak-teriak dengan suara aneh.
"Uh...maa...uhhh...maaa."
"Mungkin ia teringat mamanya."Bisik safuan.
"Setahuku,ia seorang gadis cantik yang menarik perhatian banyak laki-laki.Tidak bisu dan tidak hilang ingatan seperti sekarang ini."
"Mungkin shock."Aku mengagak.
"Mungkin juga."
Dan kerana si perempuan tidak berganjak malah kelihatan mau berlari lagi dengan wajah yang kembali menampakkan misteri,safuan cepat-cepat menyambar lenggannya.Perempuan itu menghindar.Aku terpaksa membantu safuan dan setelah semak belukar disekitar porak peranda oleh kami berdua mengepung dan menangkap si gadis,akhirnya kami berjaya memegang masing-masing sebelah pergelangan tangannya.Ia berusaha melawan,berontak dengan tangan-tangan mencakar dan kaki menendang-nendang.Sehingga ia keletihan sendiri.
Ia kemudian menangis lagi,dengan suara yang memilukan hati.Semasa menuruni bukit kami bimbang dia dan kadang-kadang kami usung bersama semasa melalui hutan.Tak lama kemudian,ia pengsan atauy tertidur.Dan kami melalui kawasan persawahan yang luas,anak sungai yang airnya sedang surut.Jalan menuju ke perkampungan agak sulit.Dan samar-samar dari kejauhan kami melihat sebuah kampung.
"Parit buntar."Kata safuan termengah-mengah sambil menggerakkan tubuh zaini di bahunya."Kau saja yang memikulnya."
Aku menerima tubuh yang montok dan hangat itu.Lalu sayup-sayup kali melihat obor mendatang dengan suara orang berlari-lari setelah safuan berseru-seru memanggil.Orang ramai banyak berlarian semasa seruan safuan menyebut-nyebut nama zaini.Sesaat sebelum kami berhadapan dengan mereka,lengan-lengan si gadis melingkar didadaku.Entah ia lakukan dengan sedar entah kan entah kan dengan bermimpi.Tetapi yang jelas.Aku merasa sedikit berahi,namun bau busuk dari tubuhnya yang tidak terurus itu mengtasi perasaan itu dengan cepat.
Tiba-tiba,aku teringat pada zainon.
Apakah ia baik-baik saja dirumah?.
Hujan tangis memenuhi seisi rumah waktu tubuh zaini yang lemah longlai dibawa masuk kerumah.Pakcik mason berlari-larian kian kemari.Bingung kerana terkejut,gembira,terharu dan sedih bercampur baur diwajahnya yang masih membayangkan perasaan tidak percaya bahawa anaknya kembali juga akhirnya.Sedangkan isterinya,setelah meratap dan menangisi zaini yang terbaring pengsan diatas katil,tak lama kemudian jatuh pengsan,sehingga orang-orang yang berkerumun di rumah itu bertambah sibuk mengurus dua pesakit.
Aku dan saduan teduduk keletian di ruang tengah,dipenjuru memerhatikan orang-orang yang keluar masuk dengan suara yang saling atas mengatasi.Rumah yang beberapa hari lalu masih berlampu minyak,kini terang benderang oleh gaslin.Tetapi fikiran orang-orang yang berada didalam rumah itu tidak seterang lampu.Segalanya serba tak kena.Tersalah pegang,tersalah bual.Akhirnya kelihatan seorang berlari masuk dengan tergopoh-gapah,menyuruh orang-orang yang menghalangi jalannya supaya ketepi,walau pun jalannya telah terbuka lebar setelah terlebih dulu orang-orang yang melihatnya datang tergopoh-gapah mengenepi.
"Pakcik hussain sudah datang."Katanya termengah-mengah.
Ia kemudian meninjau ke dalam kamar.
Kemudian mengambil tempat duduk dekat pintu.
"Anak yang malang."Gumamnya."Alhamdulilla,kau telah selamat."
Aku berpandangan dengan safuan.
Selamat?.Aku kira aku dan pemuda itu mempunyai fikiran yang sama.Selamat kembali ke rumah,benar.Tetapi melihat keadaan tubuh dan pakaiannya waktu kami temui dihutan,zaini tidak kembali dengan segala kesempurnaan yang pernah ia miliki.Apa yang menyebabkan ia begitu menderita dan terpukul demikian hebat mentalnya,belum dapat kami mengagaknya.Namun sesuatu yang sangat mengerikan telah terjadi keatas dirinya.Sesuatu yang tidak dilakukan oleh manusia biasa saja,tetapi juga oleh mahkluk-mahkluk aneh yang menyebabkan zaini sampai shock sedemikian rupa.
Diantara gema suara yang terdengar dalam rumah itu,aku berbisik pada telinga safuan.
"Percayakah kau?."
Ia menoleh.Memandang tajam kepada aku.Setajam balasan pertanyaan.
"Apa?'
"Zaini sudah tidak perawan lagi."
Ia menarik nafas lalu.
"Cara kau bertanya,membuat aku justru ikut bertanya-tanya apa yang sebenarnya kau maksud.Sepintas lalu saja orang sudah mengetahui hal itu.Jadi kau tak perlu bersikap begitu ganjil kalau hanya untuk mengatakan itu saja."
Aku tersengih.
"Saf."Bisikku lebih dekat ketelinganya."Banyak aku dengar cerita-cerita aneh selama ini.Yang ganjil bukan aku,tetapi sikap dan pandangan penduduk kampung kau.Kau ingat cap apa yang mereka berikan dibelakang ayah zainin?."
Berubah seketika wajah safuan.
"Maksudku."Ia tidak meneruskan pertanyaannya.
Dan aku menjawab dengan suara gementar.
"Aku ingat cerita zainon.Seorang pemuda kera,pada had masa tertentu harus mengorbankan seorang perawan untuk sang kera yang ia jadikan guru."
Safuan membasahi bibirnya yang kering.
Kemudian ia tertawa.Serak.
Kemudian katanya,juga serak.
"Kau maksud,ia diperkosai oleh seekor kera?."
Aku tidak mengangguk.Menggeleng pun tidak.
Safuan angkat bahu.
Rungutnya.
"Aku berani bertaruh,ia diperkosai laki-laki biasa semacam kau."
Aku tak berani bertaruh,akan tetapi aku juga tidak menerima ucapannya begitu saja.
Dengan marah aku merunggut.
"Mengapa semacam aku?."
Beberapa orang menoleh kearahku,dengan pandangan tak senang.Safuan tersengih dan aku menjadi tersipu-sipu sendiri.Rupanya aku terlalu kuat berkata-kata tanpa menyedari semua orang dirumah itu dan sedang duduk dekat pintu maupun di dalam bilik,sedang terdiam ketika itu.Kesepian yang aneh itu menarik minatku untuk berdiri.Diikuti oleh safuan.Kami berjalan kearah bilik.Orang-orang yang sedar bahawa kami rupanya penyelamat gadis itu,memberi jalan sehingga akhirnya kami telah berada dibelakang pakcik hussain yang kumat-kamit membaca doa.
Sebiji gelas berisi air bening,tergenggam ditangannya yang menggeletar dengan hebat.
Biasanya seperti yang sering aku dengar dan lihat perubatan secara kampung,terdapat dupa dan asap kemenyan berkepul-kepul memenuhi ruang bilik.Tetapi yang tercium bau hanya hapak dan tengit kamar yang penuh sesak itu.Kumat-kamit suara pakcik hussain yang keahliannya pernah terbukti pada diriku sendiri.
Oleh kerana didalam bilik itu sunyi sepi,tidak seorang pun yang berani bersuara,maka suara setengah berbisik pakcik hussain menjampi itu,bagaikan berdentam-dentum rasanya di telinga.Isteri pakcik mansor sendiri yang telah sedar dari pengsannya,menutup mulut dan hidung agar suara tangisnya tidak terkeluar.
Pakcik mansor duduk di kepala tempat tidur,dengan kepalanya tertunduk.
Mungkin ia berdoa.
Dan doa yang terkeluar dari mulut pakcik hussain terdengar lebih keras waktu ia menggerakkan tangannya yang besar menyentuh permukaan air bening dalam gelas.Sambil menyapukan tangannya yang basah itu kemuka zaini yang belum sedar,pakcik hussain menutup bacaanya.
"Iyyaaakana'budu wa iyya kanasta'in.."
Perlahan-lahan zaini menggerakkan matanya.Mulutnya mengeluarkan suara.
"Uh..uh."
Suara yang tak asing lagi buatku,dan buat safuan.
Bibir zaini yang pucat kebiru-biruan dan pecah-pecah,menggerimit seperti ingin mengatakan sesuatu.
Pakcik hussain menitiskan air dari gelas ke bibir gadis itu.
Dari titis demi titis,kemudian ditegukkan sehingga habis setengah gelas.Sesaat tidak terjadi apa-apa.Tetapi sebaik saja orang mulai berbisik-bisik,zaini menggerakkan tubuhnya dengan keras,kemudian mencakar,menggaruk dan menendang-nendang dengan liar,sehingga ia terpaksa dipegang oleh beberapa orang selama pakcik hussain mengusap wajah sigadis sambil membaca doa.Dan tiba-tiba.
"Jangannn..oh,jangan.."Zaini menjerit lengking.
Orang-orang bergumam dengan suara hiba.Sementara ibu zaini tidak kuat lagi membendung isak tangisnya.Aku dan safuan saling berpandangan hairan.
"Kau lihat,pakcik hussain tidak saja berjaya menyedarkannya,tetapi juga berjaya mengembalikan getaran suara zaini."Bisik safuan dengan bangga.
Pakcik hussain berujar perlahan.
"Ingatannya akan segera pulih.Sayang.."Ia mengusap-ngusap luka disekujur tubuh si gadis lembut dan mesra sekali."Luka-lukanya sudah agak lama.Besok ingatannya akan pulih.Dan kita akan mendapat dengar ceritanya yang sebenar.Dan orang yang benar-benar bertanggungjawab terhadap kejadian ini,akan kita ketahui melalui mulut zaini sendiri.Kecuali kesan pada luka-luka dibadannya,akan meninggalkan parut seumur hidup."
Mendengar ucapan pakcik hussain itu,ibu zaini jatuh pengsan sekali lagi.Sementara pakcik masor terbongkok-bongkok menahan isak tangis.Sementara gadis itu perlahan-lahan mengendur perlawanannya dan kemudian jatuh tertidur.Orang-orang disekitar katilnya mulai menyingkir satu persatu.Beberapa orang diantaranya terus keluar rumah.Mungkin terus pulang.Dan sebahagian lagi duduk berkumpul-kumpul sambil membicarakan kejadian itu dan mengeluarkan pendapat masing-masing.Akhirnya,aku dan safuan yang duduk kembali dipenjuru,untuk pertama kalinya sejak zaini kami bawa kerumah ini menjadi perhatian mereka semua.
Sekeranjang pertanyaan,kami menjawab seadanya.Dan kemudian orang ramai menyingkir bila ketua kampung datang dan duduk disebelah kami.
Sesaat,aku dan ketua saling berpandangan.
Matanya kagum semasa dia berkata.
"Kau tak akan dilupakan oleh penduduk kampung kami,nak jalal.Setelah kami hampir membinasakan kau,justri sebaliknya kau telah menolong mengembalikan anak perawan yang telah dinyatakan hilang."
Aku tersipu-sipu.
"Tetapi belum dapat dibuktikan siapa sebenarnya yang bertanggungjawab,pakcik."
"Wah itu bahagian aku.Tetapi setelah bertanya sana sini dan memerhatikan tingakah laku orang-orang tertentu,aku mencurigai seseorang.Tidak.Tidak usah bertanya siapa kiraya orang itu.Biarkan zaini sedar dan mengatakan sendiri esok.Namun aku yakin,orang itu tidak akan dapat tidur nyenyak pada malam ini."
"Tidur?."Safuan mencelah.
"Setelah tahu zaini pulang,mungkin ia tidak tidur saja.Malah lari."
Ketua kampung tersenyum.
"Orang-orangku yang terpedaya,tengah mengawasi setiap gerak-gerinya.Ia kini tak lebih dari seekor tikus yang sudah terperangkap."
Ketika kami memohon diri untuk pulang,pakcik masor dan isterinya bersalaman dengan kami.Pakcik mansor berpesan melalui safuan,bahawa semua kiriman datuk pemuda itu telah mereka terima.Sebahagian telah dipergunakan,sebahagian besar masih mereka simpan.
"Kerana anak saya telah kembali."Kata orang tua itu."Maka sisa yang kami terima juga barang-barang keperluan sehari-hari,akan kami hantarkan kembali.Yang telah terpakai,akan kami usahakan gantinya."
"Datuk bisa marah besar."Kata safuan dengan sabar."Jangan mengembalikan suatu apapun yang telah ia berikan."
Orang tua itu mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga.
Dia menghantar kami sampai ke jalan raya dan menaiki teksi.Dalam perjalanan safuan bersungut-sungut.
"Begitulah datuk.Disanjung dan dipuja oleh orang lain,tetapi dibenci oleh keluarganya sendiri."
Teksi meluncur laju.Suasana didalam teksi sunyi sepi.Semasa melewati sebuah desa,kami dapati orang-orang kampung itu belum tidur lagi.Rumah-rumah masih diterangi oleh lampu gaslin dan obor berkelip-kelip disana sini.Bila kereta kami sampai pada satu penjuru kampung,orang ramai kelihatan riuh rendah dan kelam kabut.
"Nampaknya mereka telah menangkap seekor babi."Kata pemandu teksi,perlahan.
"Babi?.Apa anehnya?."Aku mencelah.
"Kalau tak salah dengar,mereka juga sebut-sebut kata nyegik.Tentu yang mereka tangkap adalah babi jadi-jadian.Babi jelmaan manusia yang ingin kaya dengan cara senang.Kita belokkan saja teksi kesana."Teksi diperlahankan.
Tentu saja.Aku dan safuan mengangguk.
Refleksi pada diri safuan membuat aku geleng-geleng kepala.Ia memeriksa tempat peluru,bergumam dengan suara kecewa.
"Cuba kalau kita bawa rifle laras dua itu."
Lalu dengan mata berkilat-kilat dalam pantulan lampu kereta,ia mengurut-ngurut laras senjatanya.Mau tak mau pistol ditangan aku genggam pula.Akhirnya ia tersenyum sendiri.Senjata itu tak berguna untuk seekor babi.
(Bersambung...)
Sumber : Naskah Dari Pawang Syaitan
Subscribe to:
Posts (Atom)