Korban Pemuja Ilmu Syaitan
Bab (7)
Bunuh dia.Cincang.Bunuh.Jangan beri ampun silaknat itu.Bergaung suara orang yang riuh rendah dari luar rumah.Aku berusaha bangkit dari tempat tidur,tetapi entah mengapa seluruh tubuhku kaku rasanya.Dengan mata terbentang lebar ketakutan,aku pandang gerombolan orang-orang yang seperti melayang-layang diudara dengan golok dan kapak terhunus.Kemudian menghentam jerjak jendela dengan suara yang gamat.Jerjak-jerjak kayu itu mulai patah riuk.
"Jangan.."Lidah ku yang kelu mulai bergerak."Jangan."
"Bunuh.Dia tak layak hidup didunia."
Kayu-kayu jerjak berjatuhan satu persatu ke lantai.Cahaya matahari yang terik memancar masuk kedalam diikuti susuk-susuk tubuh yang kehitam-hitaman,melompat satu persatu melalui jendela yang sudah ternganga lebar.Dengan susah payah aku bergerak sementara manusia-manusia bermuka bengis dengan nafsu membunuh dimatanya,telah berada di pinggir tempat tidurku.Suara pintu diterajang menambah ketakutanku.Kemudian tedengar suara palu dipukul-pukulkan.Sebilah golok melayang diudara,terjunam langsung ke arah kepalaku.
"Bangsat."Dalam keputusasaan,aku berteriak,sekaligus aku melonjak dari tempat tidur.
Sepi sejenak.
Tiada gema suara yang riuh rendah.Tiada wajah-wajah kejam yang tidak kenal apa pun.Yang ada,hanyalah dengus nafasku yang memburu,serentak keringat dingin membanjiri diseluruh pori-pori kulit,kelihatan seseorang diluar jendela dengan mulut ternganga.Sebelah tangannya menempel pada bingkai jendela,sebelah lagi sedang tergantung dekat bahunya.
Lesu,aku terduduk di pinggir katil.
Orang itu tertawa.Masih agak hairan.
"Sudah bangun,pemalas?."Sapanya.
"Oh."Aku tekapkan kedua tapak tangan dimuka.
"Aku kira..."
"Bermimpi buruk,heik?"
Aku mengangguk.Dan cuba membuang bayangan menakutkan yang pernah aku alami dikampung parit buntar,yang terus menerus menganggu tidurku selama beberapa hari ini.Dengan peluh yang membasahi kedua tapak tangan waktu terlepas dari muka lalu terkulai layu diatas kedua peha.Aku pandang safuan yang meneruskan pekerjaan nya memaku ensel jendela.Aku tidak melihat zainon disampingku,dan merasa hairan mengapa safuan tiba-tiba telah berada disitu dan kemudian berbisik.
"Kau ni kenapa lagi?."
"Kenapa?."Dia menyeringai.Lebar."Nampaknya jendela ini terlalu sering direnggut secara paksa.Kalau tidak cepat-cepat diperbaiki,boleh betul-betul terlepas sama sekali.Eh,cakap,cakap juga,yang begini pun tak sempat kau perhatikan.Apa saja yang kau buat selama tinggal dirumah ini?."
Aku ingin memaki,tetapi suara zainon yang tiba-tiba muncul di ambang pintu telah mendahului.
"Kerjanya?."Lantas dia tersenyum manis."Bercumbu,apa lagi."
Bukan muka aku yang merah mendengar ucapan zainon,tetapi muka safuan.Ia terpegun seketika,kemudian tersenyum.Kecut.Beberapa kali dia goyang-goyangkan jendela yang tegap dan kukuh itu.Wajahnya membayangkan kepuasan.Dan dengan kurang ajar,ia tidak masuk melalui pintu depan rumah,tetapi melompat masuk ikut jendela.Setelah berdiri didalam,ia menggeleng-geleng kan kepala beberapa kali.Nampak seperti berfikir.Kemudian memandang kearahku.Matanya membayangkan kecurigaan,yang dilontarkan melalui kata-kata.
"Terlalu tinggi untuk diloncat oleh manusia biasa."
Aku cuba meneka arah kalimatnya.Tetapi zainon cepat-cepat menukas.
"Mandilah,anak manis."Ia mengemaskan tempat tidur yang berselerak."Lihat,apa yang kau lakukan.Safuan telah mengira yang kita telah bergelut malam tadi."
"Apa aku peduli."Bersungut-sungut sambil melangkah keluar bilik.Sebelum menghilang,ia panjangkan kepala kearahku,lalu.
"Kau dengar apa yang zainon cakap?.Mandilah pemalas.Nanti kita kesiangan."
Selesai mandi,aku sarapan berdua dengan zainon.Safuan menolak dan hanya menerima secawan kopi yang segera dibawa keruang depan.Selesai sarapan,aku menyusulnya sementara zainon mengemaskan sisa-sisa makanan didapur.Pemuda itu sedang mengelap senjata api.Di atas meja,berselerak senjata-senjata lain.
"Hem."Rungutku seraya duduk disampingnya."Kini aku mengerti mengapa kau menganggu tidurku."
Ia menyeringai.Tak berkata apa-apa.Apa lagi minta maaf.
"Celaka betul kau."Aku memaki.
Seringainya melebar.
"Kau yang lebih celaka lagi."Katanya setengah berbisik."Perampas kekasih orang."
Sepasang mataku membesar.
"Peliklah kau ni,saf.Katamu kau patah hati,tetapi masih boleh bertandang kesini."
"Zainon tu,kan saudara aku.Kau mau apa hah."
Aku tak berkata apa-apa lagi.Setelah ia habiskan kopi susunya,safuan segera menyeret aku keluar.Aku mau perotes,tetapi zainon sudah muncul pula didepan.Ia tersenyum mesra.Suaranya mendayu-dayu berkata.
"Pergilah.Dan hati-hati dengan golokmu."
Aku terasa malu.Tentu saja,tidak ada prasangka buruk dibenakku lagi terhadap safuan.Dan untuk menyakinkan mereka,aku tidak membawa golok.Safuan menyandang senapangnya.Setelah merasa lega oleh keterangan zainon bahawa ayahnya sedang kesawah dan menjelang siang juga pulang,kemudian aku ikut safuan meninggalkan rumah.
Setelah berada diluar perkarangan,baru aku hairan sendiri akan kematapan kakiku berjalan,bahkan sesekali berlari-lari.
"Kau lihat?.Aku sudah pulih sama sekali.Bahkan kesan-kesan luka itu tertutup.Ajaib benar."
"Ah,biasa.Dukun-dukun dikampung kami,cukup tau apa yang mereka lakukan."
"Patutlah di sekitar daerah ini takada klinik,apalagi hospital."
"Ada tu ada."Safuan bersungut-sungut."Tetapi siapa yang mahu kesana?.Doktor jarang ada ditempat.Jururawat-jururawat sibuk memberi suntikan.Dan kalau pesakit betul-betul perlukan ubat,jururawat akan mengatakan dengan nada kesal.Wah,habis.Tetapi kalau "puih." safuan meludah."Orang-orang sekarang cuma memikirkan wang.Wang selalu.Wang dan wang.
Setelah berkata begitu,wajahnya berubah muram.
Aku mau bertanya apa sebabnya,tetapi ia cepat-cepat menunjuk kearah serimbunan daun pohon mangga.
"Merbah jambul.Itu bahagianmu saudara."
Dengan susah payah aku mencari diantara daun-daun,tetapi tidak ternampak apa-apa.Aku menjingkit.Safuan menyambar pistol dari tanganku.Menenang seketika.Kemudian menarik pelatuk.Terdengar suara letupan halus,disusul suara sayap berkepak,rimbunan dedaun berserakan.Dan seekor merbah jambul terbang dengan cepat diudara.
"Meleset."Rungut safuan.
"Tak pernah begini."
Aku ambil pistol dari tangannya.
"Fikiran kau sedang kusut."Aku menuduh.
"He-eh."
"Boleh aku tahu?."
Lama ia tak menjawab.Meski pun cuma menghamburkan peluru,ia pergunakan sesekali senapangnya untuk menembak ke arah pohon-pohon,bahkan ke arah orang-orang pengusir burung di tengah sawah.Kami sudah berada di pinggir hutan.Kemudian dia menjawab.
"Patut lah bapa si sabariah bersikap ganjil terhadap aku."
"Eh?"Aku baru teringat.
"Rupa-rupanya hubunganku dengan sabariah,tercium juga oleh datuk.Pembantu-pembantunya ia suruh diam-diam menyelidik keadaan keluarga si gadis itu.Dan setelah mendengar laporan salah seorang utusan datuk menemui ayah sabariah dan meminta orang tua itu melarang anak gadisnya berkawan dengan aku."
"Lebih celaka lagi,kelmarin aku ketemu sabariah di pasar cenderung.Ia menolak dari aku menghantarnya pulang.Dan disebuah warung,ia menangis.Utusan datuk membuat ayahnya sakit hati."
Ia menghela nafas.Bersandar ke sebatang pokok.Aku terduduk disisinya.Keletihan.
Tetapi bersikap diam.Menunggu.Sampai dia sendiri meneruskan.
"Celaka,celaka,celaka."Ia membanting-bantingkan kaki ke tanah."Sayang,utusan datuk itu aku tidak tahu siapa orangnya.Kalau tidak,sudah aku patahkan lehernya seperti ini."Ia memulas-mulas laras senapangnya.Dari mulutnya terkeluar desis yang bengis.
"Hiiih."
"Apa katanya?."Aku bertanya ingin tahu.
"Apa?."Mata pemuda itu merah.Seperti juga daun telinganya,turut merah."Datuk hanya mau bermenantukan anak dari keluarga kaya."
"Kaya?."
"Begitulah.Paling tidak,ia harus percaya.Gadis yang mau kahwin dengan aku,haruslah bukan orang yang tergila-gila melihat kekayaan keluargaku."
Sambil leka aku menembak segugus mangga besar-besar diatas kepalanya,kerana kaku dengan cerita safuan yang sama sekali tidak menyenangkan,untuk didengar apalagi untuk mengalami sendiri.Tembakanku meleset.Safuan buat acuh tak acuh saja.Aku isi peluru lain ke dalam pistol dan kemudian mengisi ke dalam senapang yang ia pegang.Ketika aku mengambil senapang dari tangannya,ia melepaskan seperti tidak sedar.Aku maklum,tetapi tidak berkata apa-apa.
Lama kemudian,ia menarik nafas.Panjang.Dan letih.
"Ayuh,kita jalan lagi."
Dalam perjalanan,safuan sama sekali tidak menggunakan senapangnya.Aku agak hairan,tetapi aku ikuti juga hal itu.Pistol hanya aku selit ke pinggang.Dan dengan lahap aku makan beberapa potong ubi goreng yang aku keluarkan dari bungkusan di belakang.Disamping ubi goreng,zainon membekali beberapa bungkus lontong,beberapa biji telur rebus,dan sebotol air kopi.Di pinggang safuan tergantung sebuah tempat kopi dari plastik.Tetapi aku telah menghabiskannya hampir separuh ketika matahari berada diubun-ubun setiba kami disebuah padang berumput,namun safuan belum secuit pun menyentuh makanan mau pun minuman.
Mulutnya tak berhenti bercerita.
"Lama-lama aku kira aku membenci datuk,seperti orang-orang lain selama ini."Demikian katanya antara lain."Malam tadi aku bertanya apakah benar ia berusaha memutuskan hubunganku dengan sabariah.Terang-terangan ia mengakui.Dan menuduh cinta kami hanya permainan bibir yang lebih banyak berbisa dari menolong."
"Kami bertengkar.Kukira,seperti itu pulalah sebabnya mengapa ia tak sesuai dengan anak-anaknya."
Seperti ayah zainon misalnya,cerita safuan.Ketika anak tertuanya itu mengambil anak seorang nelayan miskin untuk diperisteri,hubungan anak beranak itu mulai renggang.Ayah safuan sendiri kahwin dengan seorang penyanyi di kuala lumpur,sehingga menerima caci maki dari datuk.Bagaimana pun datuk adalah keluarga.Itulah sebabnya ia tak pernah dilupakan meski pun diantara mereka terselit perasaan saling tidak menyukai.Kakak safuan,setelah berumur sembilan tahun baru diperkenalkan pada datuk.Kerana gembira dan rindu,anak perempuan itu diperkenalkan dibawa oleh datuk pulang ke kampung.Kakak safuan tidak pernah kembali ke kota.Anak yang malang itu konon dibawa sang datuk mengikuti peninjauan ke kampung-kampung yang berada dibawah kekuasaanya.Mereka kemalaman.Dan ditengah jalan diserang oleh seekor harimau.Datuk melawan tetapi anak itu lari.
Nasib baiklah ada beberapa orang yang kebetulan lalu disitu.Dan melihat kejadian itu.Mereka segera menolong datuk.Harimau itu berjaya melarikan diri.Tetapi anak perempuan yang masih kecil itu,gagal dijumpai.Ia mungkin tersesat ditengah hutan atau diterkam binatang buas.Orang tua safuan terburu-buru pulang ke kampung dengan membawa beberapa orang pemburu.Sejumlah harimau telah dibunuh dengan sejumlah binatang buas lainnya.Namun kakak safuan tidak juga dijumpai.Yang ditemui hanya sebelah selipar yang dipakainya semasa menghilang,carekan pakaiannya dan kesan-kesan darah pada carekan pakaian itu.
"Itu sebabnya aku selalu berlatih menembak dan memiliki bermacam-macam senjata.Setiap kali aku pulang ke kampung,aku memburu binatang apa saja.Asal yang buas,aku bunuh.Dibantu oleh penduduk-penduduk lain,dan kadang-kadang teman-teman yang aku bawa dari kota.Lama-kelamaan hutan-hutan di sekitar desa ini sepi dari binatang buas dan aku alihkan perhatian kepada unggas.Bukan lagi sebagai pembalas dendam atas kematian kakakku,tetapi tak lebih dari sekadar hobi."
Kami rehat seketika dilereng gunung.
Memandang kesan kemari,aku jadi mengingat-ingat.Rasa-rasanya,daerah yang kami masuki pernah aku lalui.
Ingin aku kemukakan hal itu pada safuan,tetapi ia melanjutkan ceritanya seperti bercerita pada dirinya saja.
"Bukan kakak perempuan aku saja.Salah seorang kak saudara aku juga meninggal tanpa diketahui dimana kuburnya.Ia baru saja jadi pengantin baru,dimana pada malam pertama mereka,kakak saudaraku pergi ke pancuran untuk buang air besar.Suaminya kemudian heboh setelah kakak saudaraku tidak kembali.Sampai jauh malam mereka mencari.Pakcik ku yang berasal dari daerah lain,tidak begitu kenal liku-liku hutan didaerah ini.Semasa ia ikut mencari ditengah malam buta,orang-orang kehilangan dia pula.Kakak sepupu ku dan pakcik ku tak pernah dijumpai lagi."
Aku termenung mendengarnya.
Menatap matahari yang mulai tergelincir diufuk barat,aku bergumam.
"Misteri juga hutan-hutan didaerah ini."
Safuan memandangku.Tajam.
"Apa kata kau?."
"Misteri."
Ia hentakkan lagi kaki ketanah,petanda tak suka.
"Mereka pasti dimakan oleh binatang-binatang buas yang mulai berkeliaran lagi.Pasti.Bukan menjadi mangsa binatang-binatang omong kosong itu."
"Binatang-binatang omong kosong?."
Aku tercengang.
"Ya."Sungutnya lalu meludah."Konon orang-orang yang kebetulan melalui di bahagian hutan yang jarang dilalui orang itu,melihat adanya kera-kera yang aneh.Bentuknya besar-besar,bulunya hitam legam bersikap buas namun segera lari setiap kali melihat manusia."
"Saf."Aku terjengah.
Dia menoleh.
"Ya?."
"Omong kosong itu.."
"Kera?."Dahinya terangkat.
"Apakah kau lupa peristiwa-peristiwa yang aku alami dan juga dialami zainon?."
Wajahnya tiba-tiba berubah.
"Selagi tidak menganggu,aku tak pernah membenti binatang-binatang itu.Setidak-tidaknya mereka adalah mahkluk yang terdekat dan tingkah lakunya dengan manusia..he,apa yang sedang kau cari?.
Berdiri tegak diatas longgokan tanah berbatu,aku pandang sekitar tempat kami berehat.Matahari senja menyelinap diantara batang-batang pokok,menimbulkan bayang-bayang kelam memanjang.Sebentar lagi hari akan mulai gelap,dan dalam kegelapan maka tempat ini persis menyerupai...
"Hai,saf."Aku berseru."Disini aku bertempur dengan kera-kera aneh itu beberapa malam yang lalu."
Safuan bingkas bangun.
Ia tidak terperanjat,tetapi justru bergembira.
"Benarkah?."
"Tentu,dan..hei lihat."Sebilah pisau tertancap di tanah.Semasa aku mencabutnya,tancapannya lemah sekali.Tentunya bukan kerana disengajakan begitu,melainkan kerana terjatuh tanpa aku sedari semasa aku diserang oleh binatang-binatang yang mengerikan itu.Tak hairan lagi.Itu adalah pisau dapur yang aku sempat sambar dari rumah sebelum keluar mengintip ayah zainon.
"Kalau begitu."Safuan bersungut-sungut."Kita telah sampai."
"Apa maksudmu?."
"Kawan."Ia menepuk-nepuk bahuku dengan bersahabat."Kau kira,untuk berburukah kau ku ajak hari ini?.Kalau untuk itu,tak akan aku hambur-hamburkan peluru begitu saja."
"Jadi.."
"Tepat.Aku sama sekali tak percaya yang kau mengintip pada malam celaka itu,adalah pencuri seperti yang kau ceritakan di parit buntar."
Aku terlongok mendengarnya.
Tetapi,tentu saja aku merasa amat gembira.Sambil memerhatikan semak belukar,aku mendesak.
"Ke arah sana lah ayah zainon menghilang."
Safuan terkejut.
Aku merasa terlanjur,tetapi kukira hanya terhadap dialah aku akan mendedahkan segala rahsia.
"Aku saja hairan saf.Apa lagi kau.Tetapi sumpah.Memang dia lah yang aku intip sampai ke tempat ini."
Safuan memandang ke atas bukit.
"Rasa-rasa tak masuk diakal.Apa kerjanya tengah malam disini?."
"Itulah juga yang aku fikirkan.Supaya kita tidak hanya dimakan oleh rasa penasaran,mengapa kita tidak cepat-cepat mendaki sebelum hari mulai gelap."
Tanpa berkata lagi,kami mulai mendai menerobos semak belukar,melampaui pohon-pohon raksasa yang berdaun rendang sehingga suasana ditempat itu mulai gelap gelita meski pun hari masih petang.Aku memerhatikan dengan saksama ke sana kemari,tetapi tidak menemukan sesuatu yang aneh.Lain dengan safuan,ia tidak sahaja memerhatikan,malah juga mencium-cium dengan hidung kembang kempis.Malah sesekali ia memerhatikan rumput-rumput dan semak belukar dengan mata yang teliti.Tiba-tiba.
"Lihat."
Ia menunjuk dalam kesamaran senja.
Aku besarkan mata,tetapi aku tak melihat apa-apa,selain dari semak belukar yang seperti longgokan tanah berbukit.Dengan hati-hati,safuan berjalan ke tempat itu dan aku mengikutinya dari belakang dengan pisau terhunus ditangan.Aku malu untuk mengakuinya,tetapi benar-benar aku tiba-tiba didatangi perasaan takut yang tak tertahan.
Safuan menggeser semak belukar yang rapat setelah ia berhenti.
Semak belukar terkuak lebar dan kami disambut oleh bayangan gelap dan hitam disertai bau busuk yang menyesakkan hidung.Safuan meraba sakunya.Dan sebuah petik api dinyalakan.Bayangan gelap itu ternyata rongga tanah,mirip sebuah gua yang tidak terlalu jauh kedalam.Namun cukup luas ruangnya.
"Cuba kau cabut daun-daun atau ranting-ranting kering."Bisik safuan."Aku seperti ternampak sesuatu."Sambungnya.
Lighter yang memakai gas itu mati.
Setelah meraba-raba,aku kumpulkan apa yang ia mintak.Safuan menerimanya,melakukan sesuatau dalam gelap.Waktu lighter dinyalakan lagi,ranting-ranting dan daun-daun kering telah bergumpal panjang.Rupanya ia memintal-mintal sebagai pengganti obor.Sebentar kemudian ruang gua itu terang benderang.Dengan jantung berdebar kerana takut,aku ikut safuan melangkah membongkok-bongkok ke depan dan kemudian berhenti didepan longgokan tanah kering yang berserakan.Ada sebuah lubang menganga.Besarnya cukup untuk seorang manusia dewasa berbaring.
Aku mengingat-ingat.
Dan safuan menguatkan ingatanku.
"Nampaknya seperti kubur.Atau bekas kubur seseorang."
"Kubur?."Bulu tengkukku meremang.Aku tak takut dan sering melewati kubur,tetapi kubur terpencil di lereng gunung dan menyendiri dalam sebuah gua,bukan sebuah pandangan menarik untuk ditonton.
"Apa ini?."
Safuan membongkok.Waktu dia berdiri kembali,sebatang kayu nisan yang sudah rosak tergenggam ditangannya.Kelip-kelip obor mulai mengecil.
"Cari lagi ranting-ranting."
Setelah dapat,aku berikan kepada safuan untuk dinyalakan.
Kayu nisan itu kami perhatikan.
Nampak tulisan samar-samar,tetapi sudah sukar untuk dibaca.Kayu itu sendiri sudah mulai lapuk.
"Bawa keluar,mungkin kita dapat membaca tulisannya."Rungutku gementar.Sementara dalam hati aku berkata sendiri."Cepatlah.Siapa tahu,ini kubur keramat dan.."
"Jangan."Bisik safuan.Suaranya tenang sekali.Aku menjadi malu pada diriku sendiri dan cuba menguasai diri..lebih baik kita letakkan ditempat asalnya."Jangan mengganggu sesuatau.Kalau benar ayah zainon sering kemari,sedapat mungkin kita rahsiakan agar dia tidak tahu bahawa kita juga telah sampai ketempat ini.Entahlah ini kubur siapa,dan mengapa ayah zainon melakukan hal yang begini aneh.Ayuh keluar cepat.Nanti kita akan tahu juga."
Ketakutanku telah mereda melihat semangat safuan.
Semasa keluar dari gua,aku berjalan didepan mendahului safuan.Waktu semak belukar yang telah tertutup semasa kami masuk,aku kuakkan jantungku bagai berhenti berdenyut.Aku lihat sesusuk bayangan didepan gua.Aku terpaku ditempat aku berdiri.Dan safuan yang tak menduga,menolak dari belakang.
"Hish.Mengapa berdiri disini?."
"Aku..aku."
Setelah sedar apa yang aku lihat,safuan juga meninjau keluar.Tetapi bayangan lembaga itu telah menghilang.Namun suara geseran yang telah ditinggalkan,cukup buat safuan bertindak cepat.Ia menolak aku ketepi,lantas menerjang kedepan.Aku menyusulnya keluar.Sisa-sisa ranting terbakar ditangan pemuda itu,dilemparkan.Untung mengenai sebuah bongkah batu besar diatas tanah berpasir,sehingga ranting-ranting itu kemudian terpadam dengan sendirinya.Sehingga tidak sampai menimbulkan kebakaran yang akan menggagalkan usaha kami yang susah payah itu.
"Aku seperti melihat sesuatu."Seru safuan seraya keluar dari rimbunan semak-samun.Kami telah berada didaerah yang agak terbuka tadi."Aneh."Tetapi benar."Aku melihat sesuatu.Entah apa.Yang jelas,itu bukan manusia.Gerakannya terlalu cepat."
Ia kemudian membalik mengadap aku.
"Kau kira apakah itu?."
Aku menelan ludah,kerana tekakku terlalu kering.
"Bayangan gelap.Dan sepasang sinar hijau kemerah-merahan."
"Apa pula tu?."
"Mahkluk.."
"Mahkluk?persetan kau,mahkluk apa?."
"Kera."
Wajah safuan muram.
Lama ia tidak berkata sesuatu apa pun.Setelah membasahi bibir,ia bersungut.
"Yang benar.."
"Sungguh."
"Benar-benar seekor kera?."
"Ya.Itupun,kalau mahkluk itu memang kera."
Ia tiba-tiba tersenyum.
"Hampir-hampir tak masuk diakalku."Katanya."Kau percaya."
Aku tediam seketika.
"Mengapa kau tak kejar saja?."Akhirnya aku mendapat jalan keluar dari keraguan-keraguanku yang mungkin ia tertawakan,malah patut aku tertawakan diriku sendiri."Aku sering melihat kera.Dihutan.Dan dikota,kalau kebetulan pergi ke kebun binatang.Tetapi kera-kera hutan disini membuat aku berfikir.Mereka memiliki sepasang mata yang bentuk dan cahayanya aneh.Setidak-tidaknya,tidak sama dengan kera-kera biasa."
"Jadi yang tadi cuma kera."
"Yeah,kera.Monyet."Bentakku.
Ia tertawa.
"Kalau begitu,tak usah kita ikuti.Aku takut kau gatal tangan lantas menembaknya."
"Kalau aku tembak,kenapa?."Rungutku,tetapi bingung.
"Alamat itulah.Kau menembak nenek moyang sendiri."
"Nenek moyang kau."Aku memaki dan mulai menuruni bukit itu."Ayuh pulang.Aku tak mau kemalangan lagi,diserang oleh binatang-binatang aneh itu yang kemudian menyerahkan aku kepada penduduk yang tidak berperikemanusiaan itu."
Sambil berjalan pulang,safuan bertanya.
"Tidak berperikemanusiaan?."
"Aku tahu betul.Semasa aku nak pengsan,mereka menyeret aku.Setelah aku sedar,aku masih diseret.Bukan oleh kera,tetapi oleh manusia biasa."
"Aneh.."
"Nah..sekarang kau mulai percaya."
"Percaya apa?."Ia menarikkan tanganku.Marah.
"Eh,kenapa ni?."
"Tak ada jadi-jadian didunia ini."
"Aku setuju dengan pendapat itu.Malah aku berfikir-fikir,kalau mahkluk itu hanya mengenakan sarung kera,entah untuk apa,tetapi disebaliknya berisi manusia biasa.Malah sempat aku bertanyakan pada diriku sendiri.Apakah tidak mungkin orang-orang yang menyeret aku,adalah wujud nyata dari mahkluk-mahkluk kera itu."
"Mengapa?."Tanyanya sambil merambas segumpal onak duri yang menyambar kaki seluarnya.
"Mahkluk kera yang menyeretku tiga ekor.Orang yang melakukan hal yang sama,juga tiga orang."
Safuan menyambar tangan aku lagi.
"Kalau begitu,kita ke parit buntar sekarang juga.Kita menyiasat mereka-mereka itu."
Aku tepis tangannya.
"Sia-sia."
"Orang-orang itu memang tiga.Tetapi orang-orang dewasa semua.Tinggi-tinggi dan besar-besar."
"Jadi?."
"Kera-kera itu cuma dua yang besar,yang satu lagi kecil.Kalau dimisalkan,seorang anak yang baru belajar disekolah rendah."
"Kera masuk sekolah?."
"Ayah kau.Siapa yang kata begitu?."
Dia nampak marah bila aku maki begitu.Tetapi tiba-tiba ia terpegun.
Terkejut,kerana ingatkan apa yang aku lihat di depan gua,membuat aku ikut terpegun.Aku kira darah disekujur tubuhku,berhenti mengalir bila mendengar suara geseran daun disebelah kiri.Ranting-ranting patah dan terdengar suara kaki berlari.Seekor binatang atau mahkluk kera yang aku temui akhir-akhir ini.Bila aku menoleh ke sebelah,safuan telah berada jauh dihadapan.Ia berlari mengejar bayangan samar-samar ditelan senja yang mulai remang-remang.
"Berhenti."Teriak safuan."Berhenti."
Aku berlari mengejarnya.
"Berhenti atau aku tembak."Teriaknya lagi.
Dan dia benar-benar menembak.Letupan senapangnya memecah keheningan senja.Namun sempat aku melihat bahawa ia mengarahkan laras senjatanya ke udara.Terdengar jerit tertahan seseorang.Jerit yang lemah,halus dan memeranjatkan.Lalu safuan terpaku ditempat aku berdiri,hampir-hampir aku tertumpu di belakangnya.Namun sempat aku berhenti disisinya.
"Perempuan.Dan aku tak menembaknya."
Safuan bersuara lemah diikuti pandangan matanya yang hairan.Aku memerhati kearah yang sama.Sesusuk tubuh perempuan berpakaian compang-camping dan berlumuran darah bercampur debu-debu kering disana sini.Ia berusaha bangun dan tertiarap.Rupanya,semasa mendengar tembakan,ia cepat-cepat menjatuhkan diri.Kini ia berdiri.Ia menoleh ke belakang.Wajah comot.Matanya terbelalak ketakutan.Rambutnya kusut-masai.Keadaan perempuan itu mengingatkan aku perempuan gila yang kadang-kadang muncul di tengah-tengah bandar ipoh.Orang ramai menyingkir dan kanak-kanak berteriak-teriak riang mempermainkannya.
Seperti orang gila.Perempuan yang bertubuh montok itu,cuba melarikan diri.Tetapi baru beberapa langkah,ia terjatuh kembali.Ia cuba berusaha untuk berdiri lagi,seraya dari mulutnya terkeluar suara.
"Uh,uh,uh."
Matanya memandang kami dengan ketakutan.
Safuan mendekat.
Perempuan itu mengisut undur.
"Tenang.Tenang.Kami orang baik-baik."Kata safuan dengan suara lembut dan bersahabat.
Mata si perempuan,liar mengintai dari celah-celah rambutnya yang kusut menyapu dahi dan pipinya yang kotor.Ia masih muda,dan semakin aku perhatikan jelas nampak kecantikan wajahnya.Andai saja...tetapi aku kira dia tidak gila.Kerana setelah mendengar suara safuan yang ramah dan huluran tangan pemuda itu yang tak terlalu dipaksakan.Ia tidak lagi berusaha untuk lari meski tidak pula berusaha menyambut huluran tangan safuan.
"Siapa kau?."Tanya safuan perlahan.
"Uh..uh."
"Mengapa kau disini?."
Perempuan itu menggeleng-gelengkan kepala.Dan air matanya berlinang.Sedangkan dari mulutnya lepas dari keluhan yang sama.
"Uh..uh."
"Ia mungkin bisu.Mungkin gagap."Safuan berbisik kearahku.Lalu ia pandang perempuan itu lagi,sambil tangannya menyambar bungkusan bekal yang aku bawa.Ia keluarkan sisa-sisa makanan yang ada dan diserahkan kepada perempuan yang segera menyambut dan segera melahapnya dengan rakus.Safuan melepaskan kantung air,dan mengeluh pendek.
"Air dah habis.Hamlau ni yang punya kerja menghabiskannya."Safuan berkata sambil jari telunjuknya menuding kemuka ku.
Aku menyeringai.
Aku kaget melihat si perempuan yang tiba-tiba berdiri,lalu mulai berlari.Larinya tidak terlalu cepat sehingga kami bisa mengikutinya tanpa tergesa-gesa.Kami segera mengetahui sebab mengapa ia berlari kembali.Kerana tak lama kemudian ia terbongkok-bongkok di sebuah kawasan yang agak rendah dan curam,meraba-raba dicelah-celah semak belukar yang berlumut.Kemudian wajahnya basah oleh air dan ia minum dengan rakus melalui kedua tapak tangannya.Bila ia berdiri tegak kembali,ia telah menghapus sebahagian dari kotoran yang melekat dikulit mukanya yang halus.
Dan safuan tiba-tiba jadi pucat.
"Kau..kau."Tegurnya.
Si perempuan membelalakkan matanya.Tak takut lagi.
"Siapa dia,saf?."Tanyaku ingin tahu.
"Zaini."
"Zaini?."Aku mengingat-ingat.
Safuan menempeleng mukaku.Pelan,dan aku tak marah kerana tempelangan itu menyegarkan ingatanku seketika.
"Zaini..zaini.Baru aku ingat.Dia lah perawan yang hilang dari desa parit buntar dan hampir-hampir membuat aku ditimpa kecelakaan kerana dituduh sebagai penculiknya."
"He-eh."Bersunggut-sungut safuan.
Lalu ia memandang perempuan itu yang mulai memandang kami pula dengan pandangan tidak takut lagi.Waktu safuan cuba memegang tangannya,ia cuba mengelak.Tetapi waktu safuan berkata.
"Kami hantar kau pulang,ya?."
Ia tidak menolak dan tidak pula mengiyakan.
"Ayuhlah."Ajak safuan.
Tetapi perempuan itu diam sahaja.Lalu,tiba-tiba ia menangis tersengguk-sengguk.Kemudian berteriak-teriak dengan suara aneh.
"Uh...maa...uhhh...maaa."
"Mungkin ia teringat mamanya."Bisik safuan.
"Setahuku,ia seorang gadis cantik yang menarik perhatian banyak laki-laki.Tidak bisu dan tidak hilang ingatan seperti sekarang ini."
"Mungkin shock."Aku mengagak.
"Mungkin juga."
Dan kerana si perempuan tidak berganjak malah kelihatan mau berlari lagi dengan wajah yang kembali menampakkan misteri,safuan cepat-cepat menyambar lenggannya.Perempuan itu menghindar.Aku terpaksa membantu safuan dan setelah semak belukar disekitar porak peranda oleh kami berdua mengepung dan menangkap si gadis,akhirnya kami berjaya memegang masing-masing sebelah pergelangan tangannya.Ia berusaha melawan,berontak dengan tangan-tangan mencakar dan kaki menendang-nendang.Sehingga ia keletihan sendiri.
Ia kemudian menangis lagi,dengan suara yang memilukan hati.Semasa menuruni bukit kami bimbang dia dan kadang-kadang kami usung bersama semasa melalui hutan.Tak lama kemudian,ia pengsan atauy tertidur.Dan kami melalui kawasan persawahan yang luas,anak sungai yang airnya sedang surut.Jalan menuju ke perkampungan agak sulit.Dan samar-samar dari kejauhan kami melihat sebuah kampung.
"Parit buntar."Kata safuan termengah-mengah sambil menggerakkan tubuh zaini di bahunya."Kau saja yang memikulnya."
Aku menerima tubuh yang montok dan hangat itu.Lalu sayup-sayup kali melihat obor mendatang dengan suara orang berlari-lari setelah safuan berseru-seru memanggil.Orang ramai banyak berlarian semasa seruan safuan menyebut-nyebut nama zaini.Sesaat sebelum kami berhadapan dengan mereka,lengan-lengan si gadis melingkar didadaku.Entah ia lakukan dengan sedar entah kan entah kan dengan bermimpi.Tetapi yang jelas.Aku merasa sedikit berahi,namun bau busuk dari tubuhnya yang tidak terurus itu mengtasi perasaan itu dengan cepat.
Tiba-tiba,aku teringat pada zainon.
Apakah ia baik-baik saja dirumah?.
Hujan tangis memenuhi seisi rumah waktu tubuh zaini yang lemah longlai dibawa masuk kerumah.Pakcik mason berlari-larian kian kemari.Bingung kerana terkejut,gembira,terharu dan sedih bercampur baur diwajahnya yang masih membayangkan perasaan tidak percaya bahawa anaknya kembali juga akhirnya.Sedangkan isterinya,setelah meratap dan menangisi zaini yang terbaring pengsan diatas katil,tak lama kemudian jatuh pengsan,sehingga orang-orang yang berkerumun di rumah itu bertambah sibuk mengurus dua pesakit.
Aku dan saduan teduduk keletian di ruang tengah,dipenjuru memerhatikan orang-orang yang keluar masuk dengan suara yang saling atas mengatasi.Rumah yang beberapa hari lalu masih berlampu minyak,kini terang benderang oleh gaslin.Tetapi fikiran orang-orang yang berada didalam rumah itu tidak seterang lampu.Segalanya serba tak kena.Tersalah pegang,tersalah bual.Akhirnya kelihatan seorang berlari masuk dengan tergopoh-gapah,menyuruh orang-orang yang menghalangi jalannya supaya ketepi,walau pun jalannya telah terbuka lebar setelah terlebih dulu orang-orang yang melihatnya datang tergopoh-gapah mengenepi.
"Pakcik hussain sudah datang."Katanya termengah-mengah.
Ia kemudian meninjau ke dalam kamar.
Kemudian mengambil tempat duduk dekat pintu.
"Anak yang malang."Gumamnya."Alhamdulilla,kau telah selamat."
Aku berpandangan dengan safuan.
Selamat?.Aku kira aku dan pemuda itu mempunyai fikiran yang sama.Selamat kembali ke rumah,benar.Tetapi melihat keadaan tubuh dan pakaiannya waktu kami temui dihutan,zaini tidak kembali dengan segala kesempurnaan yang pernah ia miliki.Apa yang menyebabkan ia begitu menderita dan terpukul demikian hebat mentalnya,belum dapat kami mengagaknya.Namun sesuatu yang sangat mengerikan telah terjadi keatas dirinya.Sesuatu yang tidak dilakukan oleh manusia biasa saja,tetapi juga oleh mahkluk-mahkluk aneh yang menyebabkan zaini sampai shock sedemikian rupa.
Diantara gema suara yang terdengar dalam rumah itu,aku berbisik pada telinga safuan.
"Percayakah kau?."
Ia menoleh.Memandang tajam kepada aku.Setajam balasan pertanyaan.
"Apa?'
"Zaini sudah tidak perawan lagi."
Ia menarik nafas lalu.
"Cara kau bertanya,membuat aku justru ikut bertanya-tanya apa yang sebenarnya kau maksud.Sepintas lalu saja orang sudah mengetahui hal itu.Jadi kau tak perlu bersikap begitu ganjil kalau hanya untuk mengatakan itu saja."
Aku tersengih.
"Saf."Bisikku lebih dekat ketelinganya."Banyak aku dengar cerita-cerita aneh selama ini.Yang ganjil bukan aku,tetapi sikap dan pandangan penduduk kampung kau.Kau ingat cap apa yang mereka berikan dibelakang ayah zainin?."
Berubah seketika wajah safuan.
"Maksudku."Ia tidak meneruskan pertanyaannya.
Dan aku menjawab dengan suara gementar.
"Aku ingat cerita zainon.Seorang pemuda kera,pada had masa tertentu harus mengorbankan seorang perawan untuk sang kera yang ia jadikan guru."
Safuan membasahi bibirnya yang kering.
Kemudian ia tertawa.Serak.
Kemudian katanya,juga serak.
"Kau maksud,ia diperkosai oleh seekor kera?."
Aku tidak mengangguk.Menggeleng pun tidak.
Safuan angkat bahu.
Rungutnya.
"Aku berani bertaruh,ia diperkosai laki-laki biasa semacam kau."
Aku tak berani bertaruh,akan tetapi aku juga tidak menerima ucapannya begitu saja.
Dengan marah aku merunggut.
"Mengapa semacam aku?."
Beberapa orang menoleh kearahku,dengan pandangan tak senang.Safuan tersengih dan aku menjadi tersipu-sipu sendiri.Rupanya aku terlalu kuat berkata-kata tanpa menyedari semua orang dirumah itu dan sedang duduk dekat pintu maupun di dalam bilik,sedang terdiam ketika itu.Kesepian yang aneh itu menarik minatku untuk berdiri.Diikuti oleh safuan.Kami berjalan kearah bilik.Orang-orang yang sedar bahawa kami rupanya penyelamat gadis itu,memberi jalan sehingga akhirnya kami telah berada dibelakang pakcik hussain yang kumat-kamit membaca doa.
Sebiji gelas berisi air bening,tergenggam ditangannya yang menggeletar dengan hebat.
Biasanya seperti yang sering aku dengar dan lihat perubatan secara kampung,terdapat dupa dan asap kemenyan berkepul-kepul memenuhi ruang bilik.Tetapi yang tercium bau hanya hapak dan tengit kamar yang penuh sesak itu.Kumat-kamit suara pakcik hussain yang keahliannya pernah terbukti pada diriku sendiri.
Oleh kerana didalam bilik itu sunyi sepi,tidak seorang pun yang berani bersuara,maka suara setengah berbisik pakcik hussain menjampi itu,bagaikan berdentam-dentum rasanya di telinga.Isteri pakcik mansor sendiri yang telah sedar dari pengsannya,menutup mulut dan hidung agar suara tangisnya tidak terkeluar.
Pakcik mansor duduk di kepala tempat tidur,dengan kepalanya tertunduk.
Mungkin ia berdoa.
Dan doa yang terkeluar dari mulut pakcik hussain terdengar lebih keras waktu ia menggerakkan tangannya yang besar menyentuh permukaan air bening dalam gelas.Sambil menyapukan tangannya yang basah itu kemuka zaini yang belum sedar,pakcik hussain menutup bacaanya.
"Iyyaaakana'budu wa iyya kanasta'in.."
Perlahan-lahan zaini menggerakkan matanya.Mulutnya mengeluarkan suara.
"Uh..uh."
Suara yang tak asing lagi buatku,dan buat safuan.
Bibir zaini yang pucat kebiru-biruan dan pecah-pecah,menggerimit seperti ingin mengatakan sesuatu.
Pakcik hussain menitiskan air dari gelas ke bibir gadis itu.
Dari titis demi titis,kemudian ditegukkan sehingga habis setengah gelas.Sesaat tidak terjadi apa-apa.Tetapi sebaik saja orang mulai berbisik-bisik,zaini menggerakkan tubuhnya dengan keras,kemudian mencakar,menggaruk dan menendang-nendang dengan liar,sehingga ia terpaksa dipegang oleh beberapa orang selama pakcik hussain mengusap wajah sigadis sambil membaca doa.Dan tiba-tiba.
"Jangannn..oh,jangan.."Zaini menjerit lengking.
Orang-orang bergumam dengan suara hiba.Sementara ibu zaini tidak kuat lagi membendung isak tangisnya.Aku dan safuan saling berpandangan hairan.
"Kau lihat,pakcik hussain tidak saja berjaya menyedarkannya,tetapi juga berjaya mengembalikan getaran suara zaini."Bisik safuan dengan bangga.
Pakcik hussain berujar perlahan.
"Ingatannya akan segera pulih.Sayang.."Ia mengusap-ngusap luka disekujur tubuh si gadis lembut dan mesra sekali."Luka-lukanya sudah agak lama.Besok ingatannya akan pulih.Dan kita akan mendapat dengar ceritanya yang sebenar.Dan orang yang benar-benar bertanggungjawab terhadap kejadian ini,akan kita ketahui melalui mulut zaini sendiri.Kecuali kesan pada luka-luka dibadannya,akan meninggalkan parut seumur hidup."
Mendengar ucapan pakcik hussain itu,ibu zaini jatuh pengsan sekali lagi.Sementara pakcik masor terbongkok-bongkok menahan isak tangis.Sementara gadis itu perlahan-lahan mengendur perlawanannya dan kemudian jatuh tertidur.Orang-orang disekitar katilnya mulai menyingkir satu persatu.Beberapa orang diantaranya terus keluar rumah.Mungkin terus pulang.Dan sebahagian lagi duduk berkumpul-kumpul sambil membicarakan kejadian itu dan mengeluarkan pendapat masing-masing.Akhirnya,aku dan safuan yang duduk kembali dipenjuru,untuk pertama kalinya sejak zaini kami bawa kerumah ini menjadi perhatian mereka semua.
Sekeranjang pertanyaan,kami menjawab seadanya.Dan kemudian orang ramai menyingkir bila ketua kampung datang dan duduk disebelah kami.
Sesaat,aku dan ketua saling berpandangan.
Matanya kagum semasa dia berkata.
"Kau tak akan dilupakan oleh penduduk kampung kami,nak jalal.Setelah kami hampir membinasakan kau,justri sebaliknya kau telah menolong mengembalikan anak perawan yang telah dinyatakan hilang."
Aku tersipu-sipu.
"Tetapi belum dapat dibuktikan siapa sebenarnya yang bertanggungjawab,pakcik."
"Wah itu bahagian aku.Tetapi setelah bertanya sana sini dan memerhatikan tingakah laku orang-orang tertentu,aku mencurigai seseorang.Tidak.Tidak usah bertanya siapa kiraya orang itu.Biarkan zaini sedar dan mengatakan sendiri esok.Namun aku yakin,orang itu tidak akan dapat tidur nyenyak pada malam ini."
"Tidur?."Safuan mencelah.
"Setelah tahu zaini pulang,mungkin ia tidak tidur saja.Malah lari."
Ketua kampung tersenyum.
"Orang-orangku yang terpedaya,tengah mengawasi setiap gerak-gerinya.Ia kini tak lebih dari seekor tikus yang sudah terperangkap."
Ketika kami memohon diri untuk pulang,pakcik masor dan isterinya bersalaman dengan kami.Pakcik mansor berpesan melalui safuan,bahawa semua kiriman datuk pemuda itu telah mereka terima.Sebahagian telah dipergunakan,sebahagian besar masih mereka simpan.
"Kerana anak saya telah kembali."Kata orang tua itu."Maka sisa yang kami terima juga barang-barang keperluan sehari-hari,akan kami hantarkan kembali.Yang telah terpakai,akan kami usahakan gantinya."
"Datuk bisa marah besar."Kata safuan dengan sabar."Jangan mengembalikan suatu apapun yang telah ia berikan."
Orang tua itu mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga.
Dia menghantar kami sampai ke jalan raya dan menaiki teksi.Dalam perjalanan safuan bersungut-sungut.
"Begitulah datuk.Disanjung dan dipuja oleh orang lain,tetapi dibenci oleh keluarganya sendiri."
Teksi meluncur laju.Suasana didalam teksi sunyi sepi.Semasa melewati sebuah desa,kami dapati orang-orang kampung itu belum tidur lagi.Rumah-rumah masih diterangi oleh lampu gaslin dan obor berkelip-kelip disana sini.Bila kereta kami sampai pada satu penjuru kampung,orang ramai kelihatan riuh rendah dan kelam kabut.
"Nampaknya mereka telah menangkap seekor babi."Kata pemandu teksi,perlahan.
"Babi?.Apa anehnya?."Aku mencelah.
"Kalau tak salah dengar,mereka juga sebut-sebut kata nyegik.Tentu yang mereka tangkap adalah babi jadi-jadian.Babi jelmaan manusia yang ingin kaya dengan cara senang.Kita belokkan saja teksi kesana."Teksi diperlahankan.
Tentu saja.Aku dan safuan mengangguk.
Refleksi pada diri safuan membuat aku geleng-geleng kepala.Ia memeriksa tempat peluru,bergumam dengan suara kecewa.
"Cuba kalau kita bawa rifle laras dua itu."
Lalu dengan mata berkilat-kilat dalam pantulan lampu kereta,ia mengurut-ngurut laras senjatanya.Mau tak mau pistol ditangan aku genggam pula.Akhirnya ia tersenyum sendiri.Senjata itu tak berguna untuk seekor babi.
(Bersambung...)
Sumber : Naskah Dari Pawang Syaitan
No comments:
Post a Comment