Korban Pemuja Ilmu Syaitan
Bab (8)
Babi yang dihebohkan itu terjebak diantara pagar bambu yang rapat dan tembok rumah seorang penduduk yang terkaya dikampung itu.Kami bertiga turun dari teksi.Lalu bergegas ikut bersama penduduk berkerumun melingkar disekeliling pagar terutama dibahagian pintu masuk halaman rumah tersebut.Hanya seekor babi yang hitam legam tersepit ke tembok rumah.Obor-obor dinaikkan tinggi-tinggi.Begitu juga sebuah lampu gaslin.Sehingga cahaya terang benderang menerangi tubuh binatang itu.
Sepasang mata kecil mengintai dengan liar disekitar orang-orang yang berkerumun.Taring panjang yang keluar dari sudut-sudut mulutnya,amat mengerikan.Kulitnya coklat kehitam-hitaman.Berbulu kasar dan kesat menggerendeng dengan hempasan-hempasan kaki berkuku keras berdentam-dentum ke tanah.
Aku terlihat sebatang tombak terbaring ditanah.Juga beberapa bilah golok dan pisau.Malah segelintir dari orang-orang disitu sedang melontar batu-batu besar dan potongan-potongan kayu kearah binatang yang tidak berkelip menerimanya.Dengan mata terbelalak aku melihat sendiri,bagaimana benda-benda merbahaya itu mengenai kulit sang babi.Memantul dengan kuat tanpa menjejaskan kulit sang babi.Apalagi luka.
"Ia kebal senjata."Teriak beberapa orang dengan gusar bercampur takut.
"Hampir-hampir tak dapat dipercayai."Gumam safuan disebelahku.Ia meraba senapangnya dan merungut-rungut sendiri."Sialan.Biar aku mencuba dengan senapang pula."
Semasa kepungan itu kian merapat,bahkan beberapa orang telah melompat pagar bambu,tiba-tiba babi itu mengereng.Dengan sebuah keluhan aneh keluar dari hidungnya yang kembang kempis serta berlendir,binatang yang mengerikan itu berdiri dengan kedua kaki belakangnya.Serentak dengan jeritan aneh yang keluar dari mulutnya,bayangan binatang itu kian kelam,semakin kelam dan mulai membentuk bayang-bayang yang nyata.
Tiba-tiba seseorang berteriak.
"Meludah ketanah.Meludah ketanah."
Mendengar arah itu,semua orang-orang yang berkerumun,meludah dengan suara bising kearah tanah.Sehingga seolah-olah tidak ada tanah disekitar itu yang tak kene air liur.Pemandu teksi berludah disampingku.Meludah paling keras,malah wajahnya membayangkan kejijikan dan rasa muak yang berlebihan.
"Mengapa mesti berludah,pakcik?."Tanyaku ingin tahu.
Pemandu teksi itu merenungi mataku seketika.Seperti ia baru mengenal aku.Lantas ia menerangkan.
"Seorang yang menjelma jadi babi untuk memperolehi kekayaan,biasanya tidak bergerak bersendirian.Selama ia mencari sasaran rumah-rumah orang kaya,dengan menempelkan tubuhnya kedinding sehingga harta kekayaan yang diingini atau pun rezeki si pemilik rumah,pindah ke rumah si penjelma itu sendiri.Maka salah seorang anggota keluarga.Entah isteri,entah anaknya sekalipun,harus selalu siap diahadapan sebuah lilin yang bernyala.Bila babi ini dalam keadaan bahaya,seperti sekarang,maka lilin tadi akan berkelip-kelip.Lantas si penjaga lilin harus segera meniupnya.Maka babi itu akan lenyap dari pandangan mata orang-orang yang membahayakan dirinya.Nasib baik ada yang ingat untuk berludah.."Matanya dikecilkan begitu juga suaranya."Nah,lihatlah."
Bayang-bayang tadi menggelupur liar.Kemudian membentuk kembali seperti semula.Seekor babi besar,bertaring tajam mengerikan.Mata berkilat-kilat tajam.Peluh kini membanjiri seluruh tubuhnya.Rupanya dalam usaha untuk menlenyapkan diri,ia telah mengerahkan seluruh tenaganya.Kini ia meringkuk ditanah.Termengah-mengah keletihan dan orang ramai bersorak-sorak sambil melontar binatang itu dengan apa saja yang tercapai.Perbuatan yang ternyata sia-sia saja.Kerana tidak sedikit pun memberi kesan atau menjejaskan kulit sang babi.
Orang ramai terus merapat,dan kini semuanya telah berada dihalaman.Sebahagian dari mereka menghimpit ke tembok,sehingga binatang itu tambah tersepit.Ia berpusing-pusing dengan ganasnya.Tetapi tidak kerana menerjang ke hadapan kerana air ludah berhamburan dimana-mana.Pada saat itulah safuan mencengkam pergelangan tanganku.
"Jalal."Bisiknya.
"Heh?."Aku terkejut kerana ketika itu aku dicengkam oleh perasaan takjub dan bebaur dengan ngeri.
"Kau lihat gerakan binatang itu?."
"Ya."
"Ya,apa?."Soalnya mengejek.
"Biasa.Tak ada yang ganjil."
"Mata kau diusap syaitan rupanya.Tidakkah kau lihat kaki kanannya yang depan agak pincang?."
Setelah memerhatikan gerakan binatang itu betul-betul,baru aku ternampak seperti yang dikatakan oleh safuan.Namun masih belum mengerti apa tujuan safuan.
"Jadi?."Tanyaku."Apakah seseorang telah berjaya melukai kakinya?."
"Bodoh."Tepelak safuan.
"Babi ini pernah berkeadaan cemas sehingga lilin dirumahnya tidak bergoyang-goyang,bila kaki kanannya itu disambar peluru."
"Peluru?."
"Kau dah lupa?."Safuan bertanya agak marah.
Lama baru aku teringat waktu pertama kali berburu disempadan hutan antara parit buntar dan kampung cenderung,dimana kami mengejar seekor babi yang sempat menghilang dengan aneh setelah kaki kanannya disambar peluru senapang safuan.
"Bagaimana kau tahu babi ini.."
"Aku pemburu.."Katanya antara marah dengan bangga."Seorang pemburu punya panca indera yang tajam."
"Persetan dengan pancaindera mu.Tetapi lihatlah apa yang sedang dilakukan oleh binatang ganjil itu."
Ditengah-tengah halaman,dalam cahaya obor dan gaslin,kedua kaki depan binatang itu menekuk dengan siku menyentuh tanah.Seperti layaknya seseorang yang sujud untuk menyembah.Kepala binatang itu mencium tanah.Menghadap seorang laki-laki berumur yang perlahan-lahan masuk ke tengah-tengah halaman dengan memakai kain dan tengkolok hitam.Serentak dengan itu,masuk seorang tua yang berpotongan seperti pengawal.Suara-suara bising dan bisik,lenyap perlahan-lahan.Suasana menjadi sepi.Sesekali dipecahkan oleh suara helaan-helaan nafas yang letih dari sang babi.
"Jadi kau tak mau melawan,dan kini ingin menyerah."Kata orang tua itu dengan suara tenang.Entah pada siapa.
Kepala babi itu terangguk-angguk.Benar.
Mengiyakan.
"Kau tahu risikonya?."
Sang babi berdiam diri.Nafasnya tak terdengar,sama seperti manusia yang mengerumuninya.
Orang tua itu mengusap-usap janggutnya.
Ia geleng-geleng kepala sebentar.Lantas.
"Aku maklum."Katanya."Kau ingin mati seperti manusia biasa,bukan sebagai babi yang hina.Keluarga mu dirumah mungkin kini sedang dilanda perasaan cemas kerana tipuan mereka tidak memadamkan lilin sama sekali.Aku dapat bayangkan anggota keluarga mu itu sedang keletihan,dan mulai berfikir apa yang terjadi denganmu."
Sudut-sudut mata binatang itu berair.
Babi itu menangis.
"Nasi sudah menjadi bubur.Hai manusia yang dilaknat tuhan.Kerana engkau terlalu tamak dan bernafsu untuk cepat kaya secara senang,kini kau memilih.Mengorbankan salah seorang anggota keluargamu atau membunuh diri."
Tubuh babi itu bergegar hebat.
Tergoncang-goncang.
Suara tangis yang terlalu lemah,menyapu telinga dan aku menggigil mendengarnya.Disebelahku,safuan berulang kali mengucapkan istighfar.Ucapannya terlalu keras dan aku kira mungkin didengar oleh binatang itu.Sehinga si babi kini memukul-mukul kepalanya ke tanah sehingga bunyi berdebuk-debuk.
Sang babi tiba-tiba bingkas berdiri,bila orang tua melepaskan kain sarung yang dia pakai.Kini orang tua itu hanya berseluar pendek.Ia bergerak mendekati binatang itu.Binatang itu bergerak mundur.Orang ramai yang berkerumun dibelakangnya,bertempiaran menghindarkan diri.Binatang itu terus undur.Dan sebaik saja punggungnya tertumpu ke tembok,keempat-empat kakinya dibengkokkan.Mulutnya menyeringai memperlihatkan taring-taring yang semakin panjang dan tajam.Sepasang matanya yang kecil itu mula digenangi air.
"Apa boleh buat.Rahsiamu akan aku buka dihadapan khalayak ramai.Sebagai hukuman dan agar kau insaf.Eh..kau menolak.Kau memilih untuk mati penasaran?."
Sebagai jawapan,binatang itu tiba-tiba menerkam.Tubuhnya melayang-layang ke udara dan terus ke laki-laki yang sedang membongkok itu.Laki-laki itu mengelak.Tengkoloknya kene sambar,sehingga terjatuh ke tanah.
Orang tua itu naik berang.
"Kau jamah kepalaku."Teriaknya,seram."Kau harus menerima balasan penghinaanmu ini."
Rupanya babi yang terhumban ke tanah itu sudah tidak mempedulikan apa yang akan terjadi ke atas dirinya.Ia sudah tidak melihat jalan selamat,kerana kepungan manusia yang demikian ketat dan ludah yang terus menerus bersemburan sehingga ia tidak berani menerobos melalui semburan ludah-ludah itu.
Setelah ia kembali berdiri tegak,gerakan tubuhnya menuju kearah orang tua yang memanggil nama seseorang.
"Rahim."
Seorang laki-laki muda yang dipanggil rahim,keluar dari kerumunan orang ramai.Sebilah golok yang tergenggam ditangannya,dilemparkan ke tempat lapang.Lemparan itu serentak dengan loncatan sang babi.Orang tua tadi berkelip sedikit,sehingga tidak terkena oleh hunjaman taring-taring panjang.Namun golok yang melayang diudara,tersambar oleh gerakan binatang itu.Dan terlontar jauh didekat orang ramai berkermun.Orang tua itu berguling ditempat lapang mengesot kearah golok tadi.Tetapi si babi tidak memberi kesempatan.Semua orang bagai terpukau dan tidak teringat sedikit pun untuk memberi pertolongan.Hanya memerhatikan,bagaimana tubuh si orang tua terhenyak pada tembok bila dihentak oleh bahagian depan tubuh sang babi.
Beberapa orang terpekik bila melihat darah mengalir dari peha orang tua itu,yang rupanya terkene taring babi.
"Syaitan."Ia memaki.Bengis,lantas menyambar apa saja benda yang terdekat.Kebetulan yang terpegang olehnya sebatang tombak dengan mata besi yang tajam.Orang tua itu tersenyum.Ia berdiri cepat.Sementara babi memutar tubuh untuk menghadapi lawan.Kerana terlalu letih oleh seragannya yang bertubi-tubi dan mungkin juga oleh lontaran benda-benda tajam yang terus-menerus menghujani dirinya sebelum pertarungan itu,maka gerakan sang babi agak lembap.
Matanya merah bernyala ketika berlutut keempat-empat kakinya lagi.
Pada saat yang sama,si orang tua menancapkan hujung tombak tiga kali ke dalam tanah.
Binatang itu terbang diudara.
Si orang tua mengangkat tombak dengan hujungnya mengarahkan pada sang babi.
"Demi nama allah."Teriak orang tua itu dan.
"Cep."Tombak menembus tubuh babi,tepat dibahagian jantung.Terdengar suara jeritan sang babi.Tombak patah semasa sang babi jatuh menggelupur seketika.Kemudian mengejang merengang nafas.Lantas secepat kilat,orang tua yang luar biasa itu melontarkan kain menutupi seluruh tubuh babi yang telah kaku menyembah bumi.
"Akan segera kita ketahui siapa gerangan penjelma ini."Bisik pemandu teksi.Parau.
Setelah kain sarung yang menyelimuti tubuh binatang itu disingkap oleh orang tua,safuan berbisik.
"Ya allah."
Lantas ia berundur dengan tubuh yang lemah.
Aku sendiri,berulang-kali mengusap kedua belah mataku setelah jelas memerhatikan jasad bintang babi yang telah berubah rupa menjadi manusia itu.Ia termengah-mengah memegang tombak yang masih terbenam ditubuhnya.Matanya dipejam rapat.Suaranya terdengar lemah dan putus-putus.
"Maafkan ayahmu,sabariah."
"Bacalah dua kalimah syahadat."Kata orang tua itu dengan lembut."Bacalah.Ashaduu..."
Tetapi orang tua yang kurus kering itu telah menghembuskan nafas dengan bayangan penderitaan yang amat sangat di kerut-kerut wajahnya.
"Siapa dia?.Orang mana?."Terdengar pertanyaan-pertanyaan dari orang ramai.
"Entahlah.Tetapi bukan orang sini."
"Rasa-rasa aku kenal."Ujar pemandu teksi disebelahku.
"Aku pernah membawa dia dan anak isterinya ke parit buntar.Kalau tak salah ingat,dia orang kampung cenderung."
Safuan berjalan tertatih-tahi dalam kegelapan malam membawa kedua belah kakinya yang terasa begitu berat.Cepat-cepat aku menyusulnya kemudian memapahnya naik ke teksi.Safuan hanya terdiam untuk beberapa ketika.Wajahnya pucat dan matanya memandang kosong.Dalam jilatan lampu-lampu kereta yang bersimpang siur,aku dapat melihat betapa penderitaan yang menyerang sahabatku dengan tiba-tiba itu.
Teksi yang kami tumpangi mulai bergerak.
"Datuk yang jahat,kalau tidak ayah sabariah tidak akan jadi begini."
Pemandu teksi berkata.
"Orang tua yang malang.Orang miskin yang tadinya berhati mulia.Tetapi mengapa?.Mengapa?.Kasihan anak dan isterinya,"Ia menambah.
Safuan,seolah-olah baru sedari dari terkene pukau,dia menyuruh teksi berhenti.Kemudian melompat turun.Sambil berlari kearah kampung kembali ia berteriak padaku.
"Baliklah kau dulu.Aku akan turut menghantar jenazah ke rumah keluarganya."
Dan naluriku membisikkan.Safuan untuk selama-lamanya akan menyingkirkan datuknya atau siapa saja didunia ini yang membantah tekadnya untuk berkahwin dengan sabariah.Walau apa pun kata orang terhadap ayah gadis itu.
Aku lantas teringat pada zainon,kekasihku.Aku kira kau juga tetap akan melamar zainon,walau apa kata orang lain tentang ayahnya.Apa sebenarnya yang diingini oleh orang tua itu.Dia cukup kaya,sehingga tidak perlu melakukan pemujaan terhadap syaitan.Ataukah kekayaan itu hasil yang ia perolehi setelah apa yang dikatakan orang,ia berguru kepada kera.Gurunya lah yang muncul pada malam-malam yang menakutkan dibilik tidur zainon,dengan pengetahuan ayah si gadis.Tetapi mengapa aku pernah melihat ia sedang membongkok diatas tubuh anak gadisnya sendiri.
"Zainonku sayang..."Keluhku.
Dan entah mengapa jantungku tiba-tiba berdebar.Berulang lagi pertanyaan dari mulut yang sejak tadi mendera ulu hati.
"Baik-baik saja kah dia dirumah?."
Tiba-tiba aku sambar bahu pemandu teksi yang aku tumpangi.Dia terkejut.Lalu menoleh pucat kearahku.
"Oh,saudara."keluhnya."Aku kira..."
"Tolong lajukan sikit.Tolong."
"Baiklah."
Teksi melancar laju.
"Saya bayar lima kali ganda."Janjiku tak sabar.
"Tak payah bayar,saudara.Menghantar kau pulang sudah merupakan satu penghormatan yang diberikan padaku.Aku salah seorang yang hampir-hampir ikut membunuh kau waktu kau ditangkap.Dan ketika kau membawa zaini pulang.."
"Tolong lajukan sikit lagi."Aku berteriak.
Pemandu teksi itu tidak bersuara apa-apa.Ia menekan pedal minyak teksi itu dengan lebih kuat lagi.Teksi meluncur lebih laju lagi.
Udara yang panas menggigit ubun-ubun semasa aku melompat turun dari tempat duduk.Perasaan tidak sedap semakin mendebarkan dada sebaik saja aku sampai dikampung cenderung yang agak lain dari biasa.Aku bergegas masuk kedalam rumah.Lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada pemandu teksi yang begitu baik hati menghantar aku pulang.
Pintu tak berkunci.
Dan tidak seorang pun yang menyambut kedataganku.
"Zainon?."Aku keluar masuk bilik tidurnya."Zainon?,non.Ini aku balik zainon."
Bilik tidur gadis itu kosong.Katilnya bersih dan rapi.
Aku ke bilik ayahnya.Juga kosong.Keadaannya bersih dan rapi.
Aku berlari sekeliling rumah sambil memanggil zainon.Tetapi sia-sia.Tidak ada siapa pun dirumah ketika itu.Aku bergegas kepancuran.Seorang dua jiran memerhatikan gelagatku.Bahkan ada yang berseru memanggil tetapi aku tak hiraukan.Dipancuran,aku lihat seorang perempuan sedang mandi.
Telanjang.
"Auu."Pekiknya sambil menutup tubuhnya yang basah dengan tuala.
Ia bukan zainon.
Aku berpatah balik kerumah dengan bingung.
Sebelum sempat aku masuk melalui pintu dapur,jiran yang tadi memanggil lagi.Aku mendekatinya.
"Anak jalal dari mana?."Orang itu,perempuan tua berusia lebih dari enam puluhan.Tetapi masih memiliki mata berkilau dan gigi yang rapi.Menggesel-gesel tembakau sentil didalam mulutnya dengan menggunakan sebelah jari yang kemerah-merahan oleh air tembakau itu.
"Zainon kemana,nek?."Tanyaku tanpa menjawab soalan nya tadi.
"Nak,itulah yang sedang dihebohkan orang."
Wajahku pucat.
"Dihebohkan orang.?Apa yang terjadi?Zainon mendapat kecelakaan?."
"Entahlah.Tak ada yang tahu."
"Mengapa rumah kosong?Mengapa keadaan sekeliling sunyi saja?."
Si perempuan tua itu memperbaiki letak sentilnya tanpa memperlihatkan sikap cemas.
"Mereka sedang berkumpul didepan rumah tok ketua kampung."
Jadi,itulah sebabnya mengapa semasa aku sampai dihujung kampung tadi,aku lihat ramai sekali kaum laki-laki membawa golok dan senjata-senjata tajam lainnya sambil berduyun-duyun menuju ke rumah datuk zainon.
Seorang yang kebetulan lalu disitu semasa aku berlari ke jalan,menyapa.
"Wah.Kau datang tepat pada waktunya.."
Orang itu adalah sidek.salah seorang petugas ronda yang merupakan orang pertama kau temui sewaktu mula-mula aku tiba dikampung ini dulu.Wajahnya membayangkan kebimbangan waktu dia berkata.
"Tahukah kau,zainon dan ayahnya menghilang?."
Aku terpegun.
Tak percaya terhadap pendengaranku sendiri.
"Ayuh kerumah tok ketua.Akan kau ketahui nya nanti apa yang sebenarnya terjadi."
Bayangan laki-laki bertubuh gelap membongkok diatas tubuh zainon,membuat jantungku mencuit.Lalu bayangan seekor kera melompat melalui jendela yang dihempas terbuka,lantas lari ketengah hutan.Tangan ku meraba dibahagaian belakang kepala.Seseorang telah memukulku dari belakang secara diam-diam ketika aku hampir berjaya menjebak mahkluk itu dipinggir hutan.Seseorang yang kemudian aku temui dirumah,bernafas termengah-mengah,muka berpeluh dan pucat.Ayah zainon dan kera itu..?.
Ramai orang berkumpil dihadapan rumah tok ketua yang tersergam megah.
Sidek bertanya pada salah seorang.
"Bapak belum keluar?."
Orang itu menggeleng.
"Sudah ada yang bertanya ke dalam?."
"Siapa yang berani?."
Aku tahu akan keengganan mereka.Lebih-lebih setelah sidek bergumam dengan nada simpati.
"Kasihan orang tua itu.Hatinya hancur berkeping-keping.Mudah-mudahan ia cepat menemukan dirinya kembali,sehingga kami cepat-cepat bertindak."
Tanpa berfikir panjang lagi,aku melangkah masuk kerumah.
Pelayan-pelayan sedang berbisik diruang depan.Waktu aku masuk,mereka terkejut dan segera berbungkam.
"Dimana datuk?."Aku bertanya.
Mereka menuju keruang tengah.
Aku ke dalam.Nampak orang tua yang sudah berumur namun masih bertubuh tegap itu,tunduk lesu di atas sebuah sofa empuk.Rambutnya yang sudah putih itu,kusut.Sebahgian menutupi keningnya,di mana luka berdarah yang sudah kering.Kedua belah kakinya menjuntai kelantai tak bertenaga.Kulit wajahnya yang kehitam-hitaman dan selalu kelihatan berseri-seri,pucat seperti kapas.Bibirnya tertutup rapat.Sementara sepasang matanya yang tajam,kini berwarna kelabu.Ia tunduk memandang lantai.Ia sama sekali tidak menyedari kehadiranku,meski pun aku telah berdiri cukup lama diambang pintu ruang tengah.
Mengenang nasib zainon,menyebabkan aku tak sabar.Akhirnya aku bertanya.
"Tuk."
Diam.Ia diam seribu bahasa.Mematung.Bak batu.
"Datuk."Panggilku,lebih keras.
Barulah dia menarik nafas dan menoleh.Ia menatapku lama.Dan dari mulutnya terlepas suara gersang yang patah-patah.
"Bala telah menimpa keluargaku."Ia tiba-tiba menggeletar.
"Datuk..apa yang telah terjadi dengan zainon?."Desakku tak sabar.
"Zainon.Oh,cucuku yang manis.Haruskah kau dikorbankan?."
Lalu orang tua itu tiba-tiba menangis.
Dengan perasaan tidak sabar,aku biarkan orang tua itu memuaskan tangisnya.Kemudian aku mulai mengerti apa yang telah terjadi.Sambil tersengguk-sengguk,ketua yang dipuja,disanjung dan dihormati tidak saja oleh penduduk desanya tetapi juga penduduk dari desa-desa lain tercerita terputus-putus tentang apa yang ia alami.
Malam sudah larut,tetapi aku belum juga pulang.Kerana cemas,zainon meninggalkan rumah dan pergi ke tempat datuknya.Ia bertanyakan apakah safuan sudah pulang.Waktu sang datuk menjawab,belum,zainon mulai menangis.
"Sabarlah cucuku.Mungkin mereka terlambat seperti dahulu."
Tetapi sambil terisak,zainon mengadu.
"Kalau dia pulang segera.Kalau tidak,apa yang akan terjadi dengan diriku?datuk?"Si gadis itu memeluk tok ketua."Saya takut.Saya benar-benar takut.Tanpa jalal disamping saya,saya benar-benar tidak merasa tenteram lagi berada dirumah,meski pun disana ada ayah."
Orang tua itu menggangguk-angguk.
Lalu mengusulkan.
"Mengapa tidak tidur disini saja?."
Menjelang tengah malam,pintu depan diketuk orang.
Semasa dibuka oleh zainon yang menyangka safuan dan jalal yang datang,didepan pintu ternyata berdiri ayahnya.Orang yang sudah bertahun-tahun mengharamkan untuk memijak halaman rumah tok ketua,menyinga garangnya.
"Pulang,zainon."
Zainon kebingugan.
Datuk diluar,dan berhadapan dengan laki-laki setengah baya itu.Selama beberapa saat mereka cuma berpandangan dengan diam,tanpa berkata-kata.Akan tetapi waktu zainon bermaksud untuk mengikuti ayahnya,tok ketua cepat-cepat menahan.
"Tinggallah disini,cucu."
Zainon jadi binggung.
"Ayuh,ikut."Bentak ayahnya,lalu mulai menarik tangan zainon.
Datuk ikut pula membentak.
"Biarkan dia."
Lalu menarik tangan zainon yang sebelah lagi.Dari tarik menarik,kedua anak beranak itu bertengkar hebat.Pertengkaran itu disusul dengan perkelahian.Sebuah tinju yang deras menghentam muka datuk,sehingga tercampak tertumpu ke tembok.
Pipinya luka berdarah dan datuk jatuh terjelepuk.Melihat itu,zainon berlari untuk menolong datuknya,tetapi ayahnya mencegah.Kini anak beranak dari generasi kedua itu lah yang bertengkar.Si ayah menampar anak gadisnya.Dan membentak.
"Kau akan dimakan syaitan yang tinggal dirumah ini."
Zainon terjenggah.
"Syaitan.Datuk ayah kata syaitan."Jeritnya.
Lalu ia mulai mencakar ayahnya.
"Orang-orang mengatakan,kaulah syaitan itu."
Dan umpat caci terlepas dari mulut sigadis.Ia belum pernah ditampar orang.Ia selalu dimanja,dan tiba-tiba seseorang menamparnya.Meski pun orang itu adalah ayahnya sendiri,hatinya terlalu sakit.Lebih-lebih lagi datuknya sendiri dikatakan syaitan.Gadis itu menceracau mengingatkan sang ayah betapa dalam mimpi-mimpi buruknya ia tidak saja melihat mahkluk yang mengerikan itu mengganggu,akan tetapi juga melihat bayangan tubuh sang ayah yang menjamah tubuhnya.
Ayahnya bertambah berang.Dengan marah,ia tinju gadis itu.
Zainon terjajar membentur sebuah pintu yang terhempas membuka.Ayahnya mengejar.Datuknya hanya bisa memerhatikan dengan tubuh lemah dan sakit-sakit bagaimana zainon yang kebetulan terhempas masuk ke bilik tidur safuan,telah menggenggam senapang berlaras dua.Namun sebelum sempat ia menggunakannya,senjata itu telah dirampas oleh ayahnya.Setelah menyambar sekotak peluru,laki-laki yang sedang marah itu kemudian menyeret anak gadisnya pulang ke rumah.
Suara bising itu menarik perhatian penduduk.
Beberapa orang keluar untuk menolong bila mendengar jeritan dan tangis zainon.
Namun,dengan terhoyong-hayang tok ketua berjaya menyusul keluar dan berseru tertahan-tahan.
"Biarkan mereka..."
Jerit dan tangis zainon masih menggema keluar setelah mereka tiba dirumah.Malam yang sepi dan dingin itu menjadi ramai dan panas.Yang peliknya,dengan mendadak jerit dan tangis zainon mereda.Orang ramai merasa hairan.Termasuk datuk.Dari kejauhan mereka melihat bagaimana kedua anak beranak itu keluar dari rumah,menerobos kegelapan malam menuju keluar kampung.Nampaknya,tidak ada paksaan atas diri sigadis.Ia berjalan disamping ayahnya,sambil tangannya memegang lengan si lelaki.Sementara tangan yang sebelah lagi menyeret senjata besar dan berat itu.Sedangkan ayahnya membawa bungkusan.
Sekali lagi tok ketua melarang bila didapati ada beberapa orang yang cuba menjejak mereka.
"Biarkan."
"Alangkah bodohnya."Isak sidatuk mengejutkan aku yang terhenyak disebuah kerusi."Mereka aku biarkan pergi,padahal semestinya aku tahan."
"Kemana mereka pergi,tok."Tanyaku hati-hati.
"Siapa yang tahu."
Dengan membasahi bibirku yang kering,lebih hati-hati lagi aku bertanya.
"Apakah tuduhan penduduk atas diri anak tok?."
"Tuduhan?.Tuduhan apa?."Matanya yang kelabu,kelihatan pucat.
Aku batuk-batuk kecil.
Bingung sesaat.Tetapi nasib zainon sedang dipertaruhkan.
Tanpa segan-segan lagi,aku berkata tegas.
"Ia memuja kera."
Tubuh orang tua itu menggeletar.
Lehernya seperti patah,kerana kepalanya tiba-tiba aku lihat terjatuh menyentuh dada.
"Benarkah,tok."
"Itu..ah aku..aku tak tahu.Lantas mengapa?."Matanya berkilat aneh waktu kembali menatap aku.
"Tadi datuk mengingau.Datuk bilang,zainon akan dikorbankan.Mungkinkah ia dikorbankan oleh ayahnya sendiri untuk...untuk dikahwinkan dengan seekor kera?."Tanyaku terus terang dan tegas.
Tok ketua menjilat bibirnya.
Matanya kian kelabu.
"Aku..aku tak tahu.Aku baru mendengar."
Meski pun tak percaya orang tua itu baru mendengar tentang hal itu,aku tidak membantah.Dengan bersusah payah akhirnya aku berjaya mengajak orang tua itu untuk bangkit lalu berjalan.Aku memapahnya menemui penduduk yang sudah berkerumun diluar rumah.Semua orang berdiri,memandang dengan hormat pada orang tua itu.
"Baiklah."Kata tok ketua ditengah kesepian yang menerpa waktu dia berdiri didepan penduduk."Kita cari anak gadis yang malang itu."
Bayangan zaini yang bertubuh kotor oleh debu,lumpur dan darah kering,pakaiannya yang koyak rabak dan shock yang dia alami kerana tidak perawan lagi,menari-nari di depan mataku.Betapa takutnya aku membayangkan bagaimana andaikata kini aku akan hadapi adalah zainon dalam bentuk zaini ketika aku dan safuan menemuinya ditengah-tengah hutan.Memang,zainon tidak sendirian.Tetapi dengan kehadiran ayah disampingnya,justru membuat aku berharap ia sebaiknya berada sendiri saja dalam hutan.
(Bersambung...)
Sumber : Naskah Dari Pawang Syaitan
No comments:
Post a Comment