Korban Pemuja Ilmu Syaitan
Bab (6)
Aku cuba menganalisa apa yang mereka tunggu.Setidak-tidaknya ketua mereka masih ada mempunyai sisa-sisa wibawa.Penduduk menunggu pemimpin mereka untuk memutuskan.Ketua sendiri,tersepit diantara dua hal.Prestisnya sebagai ketua dan keyakinannya bahwa tuduhan penduduk terhadap aku itu adalah tersalah orang.Dia tidak bisa memutuskan dengan segera.Memikirkan hal itu,maka jalan yang lebih selamat adalah ditanganku sendiri.Penduduk bersikap menunggu.Tetapi dua korban yang hilang secara misteri,tidak bisa menahan mereka untuk menunggu lebih lama.
Aku hanya tunduk.Memohon dari tuhan semoga keputusan itu...atau kemarahan penduduk itu,akan diselesaikan besok.Mereka begitu percaya bahawa keadaan phisikku sangat lemah untuk bisa melarikan diri.Tetapi aku berburu dengan maut.Aku harus mempertahankan nyawa yang sudah dihujung tanduk.Untuk itu,aku bisa menahan segala rasa sakit.Tak dapat berlari,berjalan pun jadi.Aku akan tidur,mengumpulkan tenaga tambahan,bila tengah malam atau menjelang subuh,mematahkan jerjak-jerjak tingkap,lalu menyelinap keluar.Melalui tingkap,aku ada harapan.Balairaya itu terletak tidak jauh dari kebun buah-buahan penduduk dan disebelah sana nya sawah yang padinya mulai menghijau.Bulan akan menolong menerangi jalan yang akan aku tempuh.
Tetapi lebih menolong lagi jika bulan tidak mucul malam nanti.Berfikir sampai disitu,ubi rebus itu mulai masuk ke mulut.Sedap sekali rasanya.Kerana lapar atau...tuhanku,hendaknya ini bukan makanan terakhir yang kau kurniakan untuk aku kecapi.
Setelah kenyang,aku rebahkan badanku di gelegar pangkin.
Namun mataku tak bisa terpejam.Aku berbalik-balik gelisah.Dengan mata yang kian perit kerana dipaksa untuk mengantuk.Dan ternyata usahaku itu sia-sia.Bahkan juga mungkin rancanganku.Kerana sayup-sayup terdengar suara kentung dibunyikan.Disusuli oleh bayangan beberapa orang penduduk keluar dari pintu-pintu rumah berkumpul dijalan dan berduyun-duyun menuju ketempat lapang didepan balai raya.Aku terjingkit dari atas pangkin.Ketua telah memutuskan sesuatu atau keputusan itu telah diambil alih oleh penduduk yang telah hilang sabar.
Bulu romaku tegak.
Aku lihat senjata-senjata merbahaya ditangan beberapa orang penduduk.Ada yang memegang golok,ada yang memegang cota,tetapi ada salah seorang yang memegang kapak.Hukuman mengikut hukum rimba.Jeritku dalam hati.Terbayang olehku cerita-cerita yang berasal dari daerah ini,bagaimana mereka memperlakukan seseorang atau orang-orang yang dituduh dan didapati bersalah,akan tamat riwayatnya.Mayatnya dibuang ke sungai atau ditanam diam-diam.
Denyut jantung berombak kencang bila terdengar suara yunus.Sambil menghayun-hayunkan kapak ditangan,ia berteriak diantara gema laung suara orang-orang disekitarnya.
"Tok ketua lemah hati."
Disambut oleh salah seorang diantara yang berkerumun itu dengan lebih sinis.
"Tok ketua banci."
Riuh rendah suara orang-orang yang berkerumun didepan balairaya itu.Tiada yang membela tok ketua.Dan sudah aku bayangkan bagaimana sikap mereka terhadap aku.Tak ada harapan sama sekali.Lututku menggigil.Sekujur tubuhku terasa dingin.Jauh dibelakang perhimpunan itu,aku lihat samar-samar bentuk beberapa susuk tubuh.Ayahku yang sudah tua bangka,saudara-saudaraku yang sibuk mengurus keluarga masing-masing dan ibuku yang hampir pengsan.Lalu aku lihat zainon yang sedang memandangku dengan mata putus asa.Semua orang-orang yang aku cintai itu,sedang berputus asa.Dan tiba-tiba aku pun ikut berputus asa.
Aku jatuh terduduk digelegar pangkin.
Ingin berdoa.
Tetapi tiada suara yang keluar dari mulutku.Didalam hati,juga tidak.Hatiku membeku.Jantungku yang masih bergerak.Duk.Duk.Duk.Makin lama makin cepat.Duk.Duk.Duk.Duk.Duk.Makin lama kian keras.Duk.Duk.Duk.Dan air mataku tiba-tiba berlinang.
Aku hanya tunduk.Memohon petunjuk dari tuhan.
Lalu terdengar suara tok ketua.
"Dengarlah kamu semua."
Tak aku sangka begitu keras dan tegas suaranya.Gema suara orang-orang didepan balairaya pada senja hari yang mengerikan itu,tenggelam ditelan oleh bentakan tuan ketua.Aku terngadah.Menjelangkau kepala sedikit meninjau tak jauh dari jendela.Tok ketua kampung turun dari pintu rumahnya berjalan dengan langkah-langkah panjang membelah kelompok penduduk yang seketika dalam kebingugan itu.Lalu berdiri ditengah-tengah mereka,dimana aku mengintai dari jendela dengan lutut yang menggeletar.
Bungkam sejenak.
Sepi mencekik.
Yang tedengar cuma,duk,duk,duk.Degup jantungku yang kencang.
"Kalian telah menghina aku."Kata tok ketua,suaranya dalam."Aku tidak menerima.Juga setelah aku pertimbangkan masak-masak,aku tidak menerima tuduhan kalian atas diri tahanan yang bernama jalal itu.Percayalah,ua tidak bersalah."
"Alhamdulillah."Aku menghela nafas.Lega.
Tetapi.
"Apa buktinya?."Tanya seseorang ragu-ragu.
"Ya.Ya.Apa bukti bajingan itu tak bersalah?."Sahut bersahut penduduk disitu memekakkan telinga.Senja kian merah.Seperti darah.Dan darahku seperti terhisap.Terhisap oleh senja.Senja dilangit merah.Merah darah.
"Ia akan kita berikan kesempatan untuk membuktikannya.Ia telah mengemukakan bukti-bukti itu padaku,dan kini kalian harus mendengarkan dan memberikan kesempatan ia mengulanginya dihadapan kalian semua."
"Kesempatan untuk lolos."Yunus berteriak.
"Dalih.Omong kosong.Dua orang sudah korban.Anak-anak perawan yang cantik-cantik.."Bergema suara orang-orang yang saling atas mengatasi."Katanya dia orang kota.Dan dikota banyak perawan-perawan diperjual belikan.Ia mengambil perawan-perawan kita,menjualnya bahkan mungkin berbuat lebih hebat dari itu.Ia.."
"Diam."Tempik tok ketua.
Celaka.Tak ada yang diam.Malah yunus balas bertempik.
"Tok ketua tidak adil.Ia mau melepaskan orang yang terang-terang sudah terbukti kesalahannya."
"Bukti.Apa bukti kalian?."
Terdiam seketika.Tak ada sahutan.Lantas,yunus membentak.
"Akan kami buktikan."Katanya,sambil mengacukan kapaknya tinggi ke udara.
"Mari kawan-kawan,kita korek pengakuan dari mulut orang itu sendiri,kalau perlu kita hapuskan dia."
Mereka bergerak maju.
Dan aku merendah.Kecut.Tok ketua lantas menghalang.
"Kalian langkah mayat aku dulu,sebelum kalian membunuh orang yang tidak bersalah."Jeritnya lantang.
Orang ramai terpegun.
Yunus membantah dengan keras.
"Singkirkan dia.Akan kita pecat dia.Singkirkan."
Teriakan-teriakan ramai terdengar gegak-gempita disenja yang merah itu,bila beberapa orang laki-laki mulai meluru kedepan.Tok ketua tak berganjak dari tempat dia berdiri.Dan aku tak bergerak ditempatku terpaku beku.Beberapa orang mulai menarik tok ketua.Orang tua itu melawan dan orang ramai mulai marah dan memaki-maki.Salah seorang dari mereka telah menumbuk mukanya.Dan yang lain menghayunkan sebuah pemukul dari sepotong kayu.Aku pejamkan mata.Dan..
Sebuah letupan senjata api meledak.Persis dentuman petir.
Sekali lagi.Meledak.Lagi.Lagi dan lagi.
Aku buka mata lebar-lebar.Orang-orang yang memegang tok ketua,mundur dengan wajah pucat ke tengah-tenah kawan-kawan yang lain.Aku melihat sebuah bongkah besar dilantai depan jendela.Kesan sambaran peluru berkelibar besar.
Aku kenal dengan suara tembakan itu.
Kenal,hanya seorang penembak yang begitu jitu melepaskan peluru diantara kaki para penyerang tok ketua.
Kemudian,aku lari ke jendela.
Tidak seorang pun yang memandang aku lagi.Dan aku juga tidak melihat calon-calon pembunuh yang sudah lupa daratan itu.Kerana dikejauhan aku melihat seseorang berlari-lari kearah balai raya,disusul oleh beberapa orang lainnya yang berteriak riuh rendah.
"Tahan.Hentikan.Biadap.Kalian terkutuk."
Aku berseru dengan jeritan suara yang tak tertahan.
"Safuan."
Pemuda yang sudah menepiskan orang-orang yang menghalangi jalannya itu,balas berseru.
"Tabahkan hatimu,sahabat."
"Okey.Semua bersurai sekarang.Mulai."Teriak safuan,sambil mengacukan laras rifle kearah orang ramai yang terdiam dan kebingugan itu.
Tok ketua yang sudah bisa menguasai dirinya,berkata.
Lembut sekali.
"Bersurailah,anak-anak.."
Perhimpunan itu bersurai.
Aku ingin memeluk safuan,tetapi segera mengenali orang-orang lainnya yang berdatangan setengah berlari-lari kearahku.Aku melihat bakal mertuaku,lupa akan ketidaksenangan ku atas dirinya,melihat datuk safuan,ketua kampung cenderung yang melangkah tegap dan dagu terangkat diantara orang-orang bertempiaran menjauh,dan yang lainnya yang paling cepat adalah zainon yang memanggil-manggil namaku sambil menangis tersedu-sedu.Tanpa menunggu ketua kampung parit buntar membuka kunci pintu gobok,zainon melemparkan dirinya keambang jendela.Tubuhnya setengah masuk kedalam.Dan aku sudah bersedia merangkumnya dalam pelukan kedua lengan.Sambil terisak,zainon memeluk dan mencium aku bertubi-tubi.Melumat bibirku sepuas hati tanpa mempedulikan kehadiran orang-orang lain disekitar kami.
Entah berapa lama kami tenggelam oleh rindu dendam itu,tak tahu lah.Pelan-pelan tetapi menyakinkan,terdengar seorang mendehem.Aku melepaskan pelukan zainon.Menoleh kearah orang yang mendehem tadi.Ia tidak mengalihkan pandangannya kearah lain.Cuma merenungi aku dengan muka merah sambil menurunkan rifle nya arah ke tanah.
"Hampir-hampir kau jadi pahlawan kesiangan safuan."Gumamku,tersenyum penuh terharu.
Dengan tenang dia menjawab.
"Sebenarnya lebih baik begitu.Dengan lenyapnya kau dari dunia ini,zainon tidak punya pilihan lain kecuali datang keribaanku."
Zainon melengus dengan muka merah padam.
Tiada yang mustahil,selama tuhan menghendakinya.Penduduk yang sudah mengasah golok untuk mencincang tubuhku lumat-lumat petang hari itu,dengan wajah kemerah-merahan namun tersenyum di bibir,menyalamiku ganti berganti sambil memohon maaf dengan suara lemah.Hanya seorang yang tidak kelihatan hadir di perjamuan ringkas yang diadakan oleh ketua mereka,yunus.Entah kemana dia menghilang,setelah bersimpuh mencium lutut ketua kampung mohon beribu ampun.
"Mereka lupa diri.Dua orang anak gadis,sudah cukup banyak untuk mereka korbankan."Demikian ketua kampung parit buntar didepan tamu-tamunya dan semua pembantu-pembantu pekerja desanya.Diantaranya aku lihat penghulu yang masih bermuram durja oleh kehilangan anak gadisnya.Datuk safuan mendatangi penghulu desa yang malang itu,berusaha memujuknya dengan kata-kata yang menarik hati.
"Aku dengar mansor sudah memegang jawatan penghulu didesa ini selama belasan tahun tanpa kenaikan pangkat.Sudah hampir pencen.Tetapi belum punya apa-apa untuk masa tua.Esok,akan saya kirimkan sejumlah wang untuk memperbaiki rumah mansor yang sudah mau roboh.Juga masor bisa beli beberapa petak sawah.Ini wang aku sendiri,bukan wang penduduk.Tak seberapa nilainya,dibandingkan dengan kehilangan zaini.Tetapi apa lagi yang bisa kita perbuat?.Dengan berdukacita itu,zaini tak juga akan kembali."
"Dari dulu kami kenal pakcik adalah ketua kampung yang budiman dan demawan."Katanya tersekat-sekat."Terima kasih kerana bantuan itu.Kami tak menolaknya,tetapi kami lebih senang andai saja zaini kami temui.Biarpun cuma mayatnya saja.Pokoknya kami yakin dimana dia berkubur."
"Akan saya kerahkan teman-teman kita mencari anakmu."Ketua kampung parit buntar berkata-kata.
Kemudian ia lama berbincang-bincang dengan datuk safuan.Tentang sumbangan koperasi kampung cenderung untuk membantu ekonomi desa parit buntar yang hilang mata pencarian itu,telah melimpah ruah hasilnya.
Juga tentang perancangan perairan dibatas desa,dan engah apa lagi yang mereka perkatakan.Kesimpulannya sebuah kalimat dari bibirku.
"Alangkah bahagianya datuk kalian seperti beliau,non."
Zainon tersenyum.
"Tak sebahagia yang aku rasakan hari ini,sayangku."Lantas ia memeluk aku dengan air mata yang berlinangan.
"Hish,simpan saja air matamu untuk aku minum dirumah nanti."
Zainon tertawa perlahan.
Bukti-bukti aku tidak terlibat dalam hilangnya zaini,tidak bisa dibantah lagi.Semua tanya jawab berjalan lancar,kecuali aku agak tersekat oleh sebuah pertanyaan yang agak mencabar.
"Jadi,apakah tujuan jalal ke hutan malam-malam buta?."
Aku berfikir sejenak.Menoleh kearah zainon.Laki-laki itu melengus.Wajahnya nampak sedih.Aku mengutuknya dalam hati.Dan ingin membuka rahsianya.Tetapi ketika memandang wajah zainon yang juga seperti ingin tau japawanku,maka yang terkeluar dari mulutku hanyalah.
"Saya mengejar pencuri."
"Pencuri?."Semua orang tercengang.
Aku mencuit bahu zainon.
"Zainon terganggu tidurnya beberapa malam ini.Dan saya mencurigai adanya orang bermaksud tak baik ke atas dirinya."Sekilas aku melirik kearah ayahnya.Tetapi orang tua itu sedang membelakangi kami.Bahunya bergerak-gerak.Ia menahan tangis.Tangis buayakah?.Lalu aku menghela nafas,meneruskan."Saya penasaran untuk menjebak pencuri itu sendirian.Tak sangka ia lari kehutan."
"Kau bilang beberapa malam."Ketua kampung parit buntar menukas."Mungkinkah pencuri mengulangi kegagalannya berkali-kali?."
"Mengapa tidak."Ujarku.
"Misalkan ia bukan pencuri tetapi seorang penculik.Siapa tau ia seorang yang sama bertanggungjawab atas hilangnya zaini."
Semua merungut-rungut.
Kecuali ayah zainon.Tubuhnya tegang.Kaku.
"Mengapa kau ditemui berselepuk di pinggir hutan?."
Berkelahi dengan kera.Hampir saja aku menjawab begitu,kalau tidak teringat mimpi buruk zainon,bagaimana ia ditemui mahkluk kera ditengah malam buta sewaktu tidur nyenyak.Ia tak percaya semuanya itu mimpi,dan aku percaya dalam hati,memang ia tidak bermimpi.
Setalah agak lama terdiam,baru aku menjawab.
"Saya keletihan.Belum pernah saya tempuh perjalanan yang demikian meletihkan ditengah malam buta pula tu.Mungkin saya tertidur.Mungkin pengsan."
"Nasib baik khabar cepat tersebar ditangkapnya seorang laki-laki asing dipinggir hutan.Kami yang kelam kabut kerana kau lenyap seperti ditelan bumi,segera berangkat kemari."Safuan mencelah.
Dan dalam perjalanan pulang,zainon berkata dengan suara ngeri.
"Kalau lah yang menemukan kau bukan orang-orang parit buntar,tetapi binatang-binatang hutan..."
Sambil tersenyum,aku mengerdipkan mata kearah safuan.
"Penciuman saudara sepupumu ini cukup tajam.Sebelum binatang buas menjamah aku,safuan telah menembaknya terlebih dahulu."
"Tembak nenek kau."Safuan bergurau.
"Nenekku sudah lama meninggal.Tak baik kau sindir-sindir."Sahutku.
"Sorry."Safuan ketawa.
Datuk safuan tiba-tiba mencelah.
"Bila-bila,ajaklah keluargamu berkenalan dengan kami."
Aku tersenyum.Terharu.
"Terima kasih,tok.Mudah-mudahan ada kesempatan untuk itu."
Aku ingin mendengar ajakan itu datang dari mulut ayah zainon.Tetapi lelaki yang tidak pernah kelihatan tersenyum dengan ayahnya sendiri itu,berjalan jauh didepan kami.
Sepanjang perjalanan,ayah zainon berdiam diri sahaja.Tidak nampak kegembiraan diwajahnya setelah berjaya menyelamatkan nyawaku dari maut dihutan.
"Apakah orang ini mulai tidak suka terhadap aku?."
Tetapi setelah tiba dirumah,ayah zainon berkata.
"Kau masaklah selazat mungkin,non.Jalal tentu lapar.Huh,tidak dapat aku bayangkan kalau dia mendapat kecelakaan."
Bunyi kalimatnya,tulus.Terlalu ihklas.
Aku semakin tidak mengerti.
Mungkinkah ia pisau bermata dua,yang siap menusuk kedua arah dalam waktu yang sama.Aku tidak sempat memikirkannya,kerana zainon bukannya mematuhi arahan ayahnya.Malah ia menarik aku kebilik tidur,menyeret tubuhku keatas katil.Kemudian dia menggumuli aku dengan liar.Air matanya basah oleh kegembiraan.Dia hampir-hampir membisu.Seluruh tubuhnya hangat dan lembut.Menenggelamkan tubuhku dalam keindahan cinta.
Pelukan-pelukannya mempesona.Ciuman-ciumannya membara.Aku benar-benar hampir lupa diri.Sampai ia tiba-tiba merungut.
"Jangan.Jangan lakukan yang itu,kekasih."
Mau tak mau aku menghela nafas.
Ingin meminta maaf,tetapi ia sudah menutup mulutku dengan bibirnya.Sebuah ciuman panjang yang ia berikan,hampir membuat nafasku putus.Nasib baik ia cepat-cepat melunsur turun dari katil sambil berkata dengan tersipu-sipu.
"Kau benar-benar laki-laki kelaparan."
"Dan kau..."
"Ngg."Ia mempermainkan jari telunjuknya didepan mukaku."Jangan berprasangka buruk.Maksudku,perutmu yang lapar.Bukan.."
"Eh,kau yang buruk sangka."Protesku.
"Sumpah?."Tentangnya.
"Sumpah."Aku membalas tentangnya.
"Sumpah apa?."
"Sumpah serapah."
"Idii."Ia cuba mencubit pehaku,tetapi aku cepat mengelak.
"Aku lapar."
"Hish."
Lantas sambil ketawa kecil dia berlari kedapur.Aku masih terbaring dengan keletihan dan rasa sakit-sakit pada kaki dan lutut,bila seseorang masuk ke bilik.
Aku terkejut oleh kedatangannya.Aku duduk dengan gugup.
"Berbaringlah,nak."Katanya lembut."Kau perlu berehat."
"Saya kira,saya cukup sihat kini,pakcik.Pakcik hussain seorang pakar."
"Oh,jadi ia dukun yang menyembuhkan luka-lukamu.Ia memang terkenal didaerah ini."
Kemudian dia terdiam.
Aku yang tak menduga kemunculannya,mendahului keinginan yang selama ini terpendam dalam sanubariku.Hanya mencari masa yang tepat untuk berbicara empat mata,juga terdiam.Menunggu.
"Aku harus bicara sejujurnya padamu,nak,jalal."
"Ya,pakcik."Aku berharap ia mengaku apa sebab ia berkelakuan aneh terhadap anaknya,tetapi sama sekali ia tak aku harap mengaku jadi seorang pemuja kera.Kerana alangkah mengerikan kalau sesuatu yang mustahil bagiku itu,adalah kenyataan yang demikian dekat dimata.
"Soal zaini.."
"Oh.?"
"Demi tuhan,aku mengenalinya.Tetapi aku tidak pernah menyentuh badannya walau sejari pun."
Tak ada pencuri yang mengaku kesalahannya,fikirku.
"Apa yang pakcik lakukan di hutan?."
Ia menjadi gelisah.Tetapi hanya seketika.
"Tak bisa aku jelaskan,jalal.Harap maafkan ayahmu yang malang ini.Malah,demi tuhan betapa malu aku untuk mengatakan ini.kasihanilah diriku meski pun aku tak patut untuk menerimanya."
Kemudian dia berpusing dan berjalan keluar bilik.
Aku jadi termangu.
(Bersambung...)
Sumber : Naskah Dari Pawang Syaitan
No comments:
Post a Comment