Korban Pemuja Ilmu Syaitan
Bab (5)
Pintu depan terhempas membuka.Dari dalam meluncur keluar sesusuk tubuh langsing berpakaian tidur yang berkerumut-kerumut.Angin malam yang dingin berhembus keras membuat rambutnya yang terurai panjang berkibar kesana kemari.Kaki nya yang terserelah seperti melayang-layang ditanah yang hitam legam berlari tak tentu arah.Sesusuk tubuh lain,lebih tegap,besar,tinggi dan berpakaian kelabu kehitam-hitaman menyusul lalu mengejar dengan cepat.Bulan yang pucat memantul ke wajah susuk tubuh didepan yang mulai memasuki hutan.Kelihatan wajah zainon yang letih dan pucat,dan air mata berhamburan membasahi pipinya.
"Ingat dirimu,ayah.Ingat dirimu."Ia berteriak-teriak sambil berlari.
"Berhenti,non.Berhenti."
Dibelakangnya terdengar suara keras memerintah.
Zainon tidak mau berhenti.
Dan laki-laki itu,ayahnya,kian mendekat juga.
Kerana gelap,kaki zainon terseradung pada sebatang pokok tumbang.
"Auuw."Ia terpekik,lengking dan ketakutan.
Ayahnya ketawa terbahak-bahak.
Lantas menerkam tubuh zainon yang tak berdaya,dan dengan buas merentap pakai tidur yang melekat ditubuh anak gadis itu.
"Jangan.Jangan."Jerit zainon.
"Diam.Diam.Diam."Ayahnya membentak sambil menampar.Plak.Plal,bertubi-tubi.
"Ampun.Aduh,jangan berbuat begitu.Oh,jalal.Jalal.Dimana kau?.Tolong lah aku.Tolonglah.Jalal."
Aku tersentak.
"Zainon."Keluhku,lemah dan mulai meronta dari kegelapan yang mengerikan itu.
Tubuhku tiba-tiba dihempaskan.Tersembam kebumi.
"Sudah sedarkah dia?."Sayup-sayup aku terdengar suara seseorang.
"Entah."
Lalu sebuah kaki menyepak tulang rusukku.Tidak terlalu kuat,namun rasanya sakit sekali.Aku mengerang.Tetapi lidahku kelu.
"Ah.Dia cuma mengigau.Dan pengsan lagi."Kata suara tadi.
"Seret terus."Kata yang lain.
Cahaya kelap-kelip menerangi jalan yang kami lalui.Ternyata cahaya itu datangnya dari sebuah jamung yang dipegang oleh seorang laki-laki.Bukan seekor kera.Dibelakangnya aku terseret-seret dengan masing-masing pergelangan tanganku disentap oleh dua orang laki-laki lain.Dalam jilatan cahaya,bayang tubuh orang-orang yang menyeretku,aku gelengkan kepala kuat-kuat.Terasa berdenyut-denyut menyakitkan.Perasaan yang lebih sakit datang dari arah kedua kakiku yang telanjang.Entah sudah berapa lama dan sudah berapa jauh kakiku itu diseret,terbanting-banting ke batu dan terhempas-hempas disemak belukar.Naluriku mengatakan aku masih hidup.Tetapi hati kecilku membisikkan sebenarnya aku lebih baik mati saja.
Semasa melalui sebatang jalan menurun,tubuhku terbanting kuat sekali bila tiba dibawah.
"Aduh."Keluhku kesakitan.
Mereka berhenti.
Obor didepan,dicondongkan kemuka ku.Silau.Aku pejam mata rapat-rapat.
"Rasanya aku terdengar ianya mengaduh."Gumam seseorang.
"Aku juga."Sahut yang lain.
"He.Lihat.Jari-jari kaki dan betisnya berdarah.Tentunya dia terlalu sakit kerana kita seret sejak dari pinggir hutan."
"Kau kasihan padanya?"Seseorang bertanya mengejek.
"Diamlah.Sejahat-jahatnya orang ini,rasanya kurang baik kita menghukumnya secara berlebihan."
"Menghukum?.Mengapa aku harus dihukum?.Jahat?.Aku orang jahat.?"
Tak sanggup membuka mata yang perit.Mulutku melepas suara.
"Siapakah...kalian?.Manusia?.Atau syaitan?."
"Apa katanya?."
"Ia tanya apakah kita syaitan."
Terdengar tawa tergelak-gelak.
"Syaitan berteriak syaitan.Haram jadah betul."Lantas rusukku disepak lagi.Aku mengetapkan bibir menahan sakit.
"Sudahlah."Cegah orang yang pertama berkata."Dia bisa mati.."
"Biarkan."
"Hei.Jangan menyepak lagi."
"Maksudmu,kau akan menanggung beban.?Kau pikullah dia."
Setelah agak lama berterngkar,mereka akhirnya bersetuju untuk berganti-ganti memikul aku.Dua diantaranya tak henti-henti bersunggut tiap kali kene giliran.Malah satu ketika,salah seorang dari mereka memaki.
"Jadah.Tak sanggup lagi aku diperkuda."
Lantas tubuhku dihempaskan ketanah.Gedebuk.Tulang-tulangku bagaikan berkecai.Dan mataku terbayang berkunang-kunang.Akibatnya aku tak sedarkan diri sekali lagi.
Aku terbangun oleh sengatan matahari yang mengigit.Aku mengelakkan muka dari terpancar sinar melalui tingkap.Perasaan ganjil menyelinap didada.Aneh.Tingkap itu berjerejak kayu.Berjerejak.Sedangkan tingkap kamar dimana sejak kebelakangan ini aku tinggal,kosong.Berkaca mati,dengan tirai yang sentiasa nampak bersih.Aku terbaring bukannya diatas tilam yang empuk dan hangat,tetapi diatas gelegar buluh yang keras dan dingin.Beralas sehelai tikar jerami.Aku menelan ludah seketika.Kerongkongku sakit sekali.Kering.
"Air..."Keluhku."Air..."
Terdengar langkah-langkah kaki mendekati aku.Terseok-seok.
Sebuah tangan kasar mengangkat kepalaku.Kemudian.
"Ini,minumlah."Kata seseorang.Serak.Suara laki-laki.
Dengan mata tertutup,takut dari cahaya silau dari tingkap,bibirku mencari bibir gelas.Bila bertemu,terasa sejuk dan menusuk.Aku teguk.Sekali dua,tiga.Rasa haus kian menjadi.Takut gelas itu terlepas atau bimbang ditarik orang,cepat-cepat aku genggam dengan tangan-tangan menggeletar.Erat.Dan isinya aku langgah sekaligus.Orang itu memberikan segelas lagi.Kuteguk habis.Bila kepala terbaring kembali dibantal,aku mulai biasa oleh silau dan sengatan matahari.
Sinar mataku memandang ke pinggir tempat tidur.
Seorang laki-laki duduk dipinggir pelantar.Berumur setengah baya dengan wajah yang sukar dibaca.Dia hanya memakai singlet dan kain pelikat yang sudah lusuh.Tidak ada senyuman mesra dibibirnya,yang bergaris kaku dan tajam.Juga matanya.Dia memandang penuh selidik.Hanya ada sedikit simpati melalui pertanyaan yang kemudian dia ajukan.
"Lapar..?"
Aku anggukkan kepala.
Laki-laki itu bangkit.Berjalan kearah sebuah meja.Satu-satunya perabot selain dari gelegar yang terdapat dalam ruang berukuran dua kali tiga meter didinding tepas itu.Gerak kakinya janggal.Terseret-seret.Semasa aku memikirkan siapa laki-laki itu dan dimana aku berada dia telah berada disampingku kembali.Dia membawa sebuah piring berisi nasi dan lauk-pauk.Sepotong tempe,sepotong ikan asin,dicampur sayur bayam.Dan sedikit sambal.Dalam keadaan biasa,mungkin seleraku lumpuh melihatnya.Tetapi pada suap yang pertama,betapa nikmat hidang yang sederhana itu.Dalam sekejap piring itu sudah licin.
"Tambah?."Tanyanya.
Aku anggukkan kepala lagi.
Dan kepala laki-laki itu bergeleng ke kiri dan ke kanan.
"Cuma itu yang mereka berikan."Katanya seperti memohon maaf.
"Mereka?."Aku tercengang.
"Orang-orang yang menangkap kau."
Aku semakin tercengang.
"Ah,saya tak faham maksud tuan."
Bibirnya tersenyum perlahan-lahan.Tipis,dan tidak menyenangkan sama sekali.
"Nak."Katanya lemah."Kau tak usah berpura-pura terhadapku.Aku juga pernah diseret dari hutan seperti yang kau alami.Dulu.Soalnya,hampir seminggu aku tak makan.Aku curi seekor kambing dan dua ekor ayam.Aku jual,lalu bersembunyi.Sial,aku ditangkap.Seterusnya,kau tau..."Dia menghela nafas."Nasib baik mereka maafkan.Malahan diberi pekerjaan.Menjaga dan mengurus dewan dikampung ini.Mungkin mereka akan lebih keras terhadap kau.Malah tak dapat dimaafkan sama sekali.Itu pendapat aku."
"Apa..apa kesalahan saya?.Dan...dimana saya berada?.Tuan maksudkan ini bukan kampung cenderung?."
"Cenderung?."Dahinya mengernyit."Kau bermaksud,kau berasal dari sana?."
"Lebih tepat,saya tinggal disana."
"Nak.Cenderung letaknya lebih sepuluh kilometer dari sini.Hem.Jadi kau dari sana.Apa yang telah kau buat nak?."Dia geleng-geleng kepala pula.Kali ini dengan nada yang mencemuh."Sudah aku katakan,kau tak usah.."
"Sungguh,sumpah.Saya tak berpura-pura."
"Cubalah ingat-ingatkan,nak.Cubalah.Paling tidak,kau telah bersedia dengan jawapan-jawapan bila mereka mulai bertanya."
Aku mengingat-ingatnya.
Tetapi yang teringat hanyalah mengintip bakal mertuaku tengah malam buta.Masuk kedalam hutan.Kemudian aku dihalan oleh tiga mahkluk yang bentuk kera.Sama ada betul-betul kera,atau kera-keraan,atau kera jadi-jadian.Kalau itu dimaksud sebagai satu kesalahan,saya masih kebingunggan.Orang itu bangkit dari gelegar buluh.Sebelum meninggalkan aku dia berbisik.
"Hati-hatilah kata-kata yang keluar dari mulutmu.Kalau tidak.."Ia menunjuk kekaki kanannya.Kainnya diselak sedikit.Kaki nya yang ditunjukkan itu lebih kecil dan pendek sedikit."Mereka sempat mematahkan yang ini,kerana aku tidak mengaku."
Jantungku berdegup kencang bila mendengar ucapannya itu.
Degup jantungku kian kencang bila beberapa orang masuk.Didepan,dua orang lelaki muda sebaya denganku.Dibelakangnya,seorang laki-laki tua terbongkok-bongkok dengan buntil kecil yang diperbuat daripada daun nipah tergantung di tali pinggangnya.Disusul dengan seorang laki-laki setengah baya,berkaca mata dengan wajah yang garang.Matanya tajam dengan garis-garis bibir yang keras.
Aku cuba duduk.Refleksi biasa bila melihat orang asing.
Tetapi dengan sebuah keluhan pendek,aku terbaring lagi.Keperitan dan ngilu yang teramat sangat,berdenyut-denyut dikedua belah kaki,terutama di persendian lutut kanan.Laki-laki tua dengan tembakau,bermain-main diantara gigi-giginya yang menakjubkan,utuh dan putih bersih,menyingkapkan selimut yang menutupi bahagian bawah tubuhku.Otomedik,aku terdongak,memerhatikan kearah yang sama.Keringat dingin memercik diketiak,bila melihat darah kering dibeberapa garis calar dan luka-luka,serta bengkak yang merah kebiru-biruan dilutut kanan.
"Ya,tuhan."Bisikku monyok.Mataku terpejam.Tidak.Mahkluk-mahkluk misteri itu memang menyerang tetapi ajaib,tidak berusaha melukai aku.Mereka hanya melumpuhkan aku lalu...Mungkinkah?.Mungkinkah mahkluk-mahkluk itu mempunyai pertimbangan untuk menerima tahanan dengan manusia?.Dan manusia-manusia itu ternyata lebih kejam dari mahkluk-mahkluk yang begitu hina-dina.Mereka menyeret dan membanting-bantingkan aku sepanjang jalan menjelang subuh tadi.Ya,aku ingat sekarang.Dua orang laki-laki muda dipinggir bukit,adalah orang-orang yang tidak ihklas untuk mengusung aku yang sudah lemah longlai.Entah dimana kawan-kawannya yang lain.Dan betapa inginnya aku supaya kawan mereka itu hadir bersama mereka.
"Saudara."Laki-laki muda berkulit hitam legam,dengan bibir tebal menyeringai hodoh,berkata.Tepatnya mendesak parau."Kau mau mengatakan dimana gadis itu kau sembunyikan,bukan?."
Aku memandangnya dengan takjub.
"Gadis?."Gumamku,bingung.
"Eh."Wajahnya jadi kejam.Tiba-tiba tangannya telah berada dilutut kiriku.Ditekannya sedikit."Yang ini juga mau dibengkakkan?."
"Yunus,nanti dulu."Laki-laki setengah baya yang berkaca mata mencegah.
"Biarkan pakcik hussain memeriksa luka-lukanya."
Yang disebut pakcik hussain,meraba-raba lututku.Dia menggeleng-gelengkan kepala dengan mulut berdecap-decip sehingga air tembakaunya memercik seperti gerimis dipetang hari yang berdebu.Dia bersungut-sungut.
"Akan jadi busuk kalau tidak diubati segera."
Aku menelan ludah.
"Bicara.Biar sampai dia mengaku."Rungut sihitam yang bernama yunus.
Aku menatapnya.Tajam dan benci.
Dia balas menyeringai.
Dan cuba menekan lututku lebih kuat,tetapi kawannya menepiskan.
"Ikut apa kata tuk ketua."Kata kawannya itu.
"Kau diam,kadir."
"Eh,mulutmu."
"Mulutku?."Sememangnya kenapa dengan mulutku?.Agak tebal dan menarik,jika dibandingkan mulut kau yang sumbang,kau fikir."
"Kadir naik berang.
Dia mau protes,tetapi tok ketua segera menukas dengan suara tegas.
"Keluar kalian."
Tapi nadanya agak lembut.
Kadir dan yunus segera keluar dengan merungut yang tak menentu.Diluar,terdengar mereka bertengkar hebat sehingga tok ketua berteriak.
"Ayuh.Lebih kuat lagi.Nak berkelahi aje."
Diluar sepi serta merta.
Tok ketua menatap ke mataku sejurus.
"Jangan kau sangka aku memihak padamu.Siapa namanu?."
"Jalal."
"Asal?."
"Johor Bahru."
"Johor Bahru?.Kau orang johor?."
Aku mengangguk.
Dia kelihatan ragu-ragu.Namun dia cepat mengatasinya.Suaranya menjadi tajam bila bertanya kembali.
"Sudah lama berkeliaran didaerah ini?."
"Pakcik.."Aku protes,tetapi dia cepat menukas.
"Sudah lama?."
"Empat tahun di ipoh."Rungutku,mulai marah."Beberapa hari di cenderung dan baru detik ini berada di sini."
Tok ketua tersinggung oleh nada suaraku.
Ia mau menanyakan sesuatu,tetapi aku tak sengaja berteriak.Kesakitan.Ternyata illusi-illusi halus pakcik hussain yang nampaknya dukun dikampung itu,tidak saja menekan tetapi tiba-tiba menyentakkan betisku.Ia melakukannya sampai dua kali,sehingga aku menggigit bibir kuat-kuat agar jangan berteriak seperti tadi.Keringat membanjir membasahi wajahku yang seperti tak berdarah rasanya selama ia memicit bengkak dibahagian lutut ku itu secara teratur.Diselang-seli dengan picitan di urat-urat lenganku.Rontaan ku sia-sia.Kerana tok ketua memegang kakiku yang menendang-nendang.
"Sudah.Sudah.Besok akan baik."Pakcik hussain menghela nafas.Kemudian dia tersenyum padaku.Bukan senyum persahabatan.Tetapi semata-mata senyum bangga,akan keyakinan atas hasil pekerjaannya.Masih tetap tersenyum.Dia mengurut-ngurut calar dan luka-luka ditulang kering serta hampir seluruh belakang jari-jemari kakiku.Aku sudah mementar,takut oleh perawatan yang sakit seperti tadi.Tetapi dia hanya mengurut-ngurutnya,hampir tak menyentuh luka itu sama sekali.Kemudian.
"Tuih.Tuih.Tuih."Berulang-ulang dia meludahkan air tembakau dari mulutnya,keatas luka-luka pada kakiku.Dingin sejenak.Kemudian pedih menyentak.Tubuhku menggeletar hebat.Sementara pakcik hussain membaca doa-doa yang perlahan melafazkan beberapa ayat suci.Rasa pedih itu kian berkurang.Kemudian ia memerintahkan.
"Gerakkan jari-jemari kakumu."
Aneh.Tetapi begitulah kenyataannya.Gerakan-gerakan jari-jemariku itu tida terasa sakit sama sekali.Malah lututku yang membengkak,hanya ngilu sedikit.Aku memandang dukun kampung itu dengan hairan.Menyedari akan erti pandangku,ia kian bangga.Rungutnya.
"Asal tak disentuh air dan debu,besok lusa tiada kesan-kesan luka lagi.
Aku hampir-hampir tak percaya.Tetapi teringat cerita safuan tentang dukun yang mengubati ayah sabariah,aku mula berfikir-fikir untuk percaya.Tetapi pakcik hussain sudah menghilang dipintu keluar,dan tok ketua tak memberi kesempatan.Tanyanya,dingin dan tajam.
"Sekarang,katakanlah.Kau apakan gadis itu?."
Aku terjengah.
Letih.Apalagi,aku berbaring dengan tubuh dan perasaan.Perasaan berdebar.Tetapi aku sungguh-sungguh bingung apa yang menyebabkannya.Dengan mata terpejam,aku kemudian mendesak.
"Hentikalah tocaan-tocaan itu,tok ketua.Pembantu tok,kadit tadi menuduh saya sembunyikan seorang gadis kini tuan menuduh lebih kejam lagi.Tuan apakah gadis itu?."Aku tiru langgam suaranya.
"Kau apakan gadis itu?."Aku menggerakkan bahu,lantas menatapnya dengan lesu.
"Di ipoh,banyak saya kenal gadis-gadis.Saya tertarik beberapa orang diantaranya.Bergaul rapat,tetapi belum sampai melewati batas.Salah seorang membuat saya bersyukur bisa menikmat keindahan hidup dan keghairahan cinta."
"Lalu saya mengikutinya pulang kekampungnya.Akan tetapi tok ketua,saya yakin,ia sama sekali tidak ada hubungan apa-apa dengan tuan."
"Zaini?."Gumamnya,lemah."Memang tidak.Tetapi ia lahir,dibesarkan dan disanjung pula oleh orang tuanya,juga beberapa orang penduduk disini.Laki-laki mudah,sudah tentu.Seperti kau.Itu sebabnya mereka sangat marah ketika mengetahui zaini hilang."
"Zaini?."Kuulangi nada bertanya pada orang tua itu.
"Gadis yang aku maksudkan,namanya zainon,bukan zaini."
"Ah,apalah ertinya nama?."
Aku tertawa.Gusar.
"Zainon bukan zaini.Begitu juga sebaliknya.Itulah erti sebuah nama."
"Anak muda."Wajah tok ketua agak merah.Ia juga nampaknya mulai gusar.
"Jangan bergurau denganku.Aku sudah berbaik hati memanggilkan dukun untukmu.Dan menjauhkan tindakan yang lebih kejam dari yunus.Kau maklum apa sebabnya kau dikurung dibalai kampung?."Ia terdiam sebentar,menunggu reaksi.Aku diam saja.
"Anak muda,sekali kau berada diluar,penduduk yang sangat marah akan mengasah golok tajam-tajam.Tahukah kau untuk apa?."
Meremang bulu tengkuk.
Tetapi dengan nada sumbang,aku menyumpah.
"Sedemikian kejamkah rakyat tuan disini.Kampung apa namanya yang berpenduduk sekejam itu,kalau boleh syaa tahu?."
Orang tua itu nampak geram.Betapa ia menahan marah waktu menjawab.
"Parit buntar,nama kampung ini.Baru dua bulan aku menjadi ketua di kampung ini.Dalam tempoh itu,dua kali terjadi kehilangan anak perawan.Kau tahu betapa berat tanggungjawab yang aku pikul terhadap penduduk disini,bukan?."
Dengan bertambahnya seorang lagi perawan yang hilang,aku berkata.
"Saya hairan,mengapa rakyat tidak menuduh ketua kampung yang menculik anak perawan mereka?."
Ketua kampung itu tersentak.Berdiri dengan wajah pucat menahan marah.
Aku tersenyum memerhatikan sikapnya yang begitu bodoh.Laki-laki itu menelan ludah.Dia kembali tenang.Lalu duduk dipinggir pangkin.Ia menatap mataku.Aku tidak mengelak.Akhirnya kami sama-sama memalingkan muka kearah lain.
"Begini."Katanya merendah."Kemarin,zaini menghilang."
"Dan kemarin juga."Aku mencelah."Saya sedang bercumbu dengan zainon di pinggir pantai,di seberang prai."
Orang tua itu terdiam sejenak.Lalu.
"Malam tadi kau di hutan."
"Benar."
"Ada orang yang melihat,zaini dibawa oleh seorang lelaki kehutan dimana kau ditemui."
"Mungkin benar."
"Bukan mungkin,tetapi pasti.Hanya orang itu terlalu jauh untuk dilihat dengan jelas.siapa kiranya laki-laki itu."
"Bukan saya."
Kemarahan berkobar lagi dimatanya.
Lama kami terdiam.Sama-sama marah.
Akhirnya,aku memohon dengan selamba.
"Boleh saya pulang sekarang?."
Jawabnya.
"Jadi,kau tak mau mengaku?."
"Persetan."
"Kau memancing kemarahanku."
Dengan darah menyirat naik kekepala,aku berteriak.
"Biarkan saya pulang,atau kalian akan merasakan akibatnya."
Tiba-tiba senyum dingin lahir dibibirnya.Lalu suara yang dingin juga terkeluar dari mulutnya.
"Akibat apa,anak muda?."
"Aku terdiam.Ya,apa yang boleh aku lakukan?.Membela diri?.Bagaimana kalau bukti-bukti yang mereka tunjukkan,justru memberatkan aku?.Ah tidak,tidak mungkin.Banyak saksi yang aku bersama zainon kelmarin.Dan kami balik pada petang harinya.Mengapa aku dihutan..ya,apa boleh buat.Aku harap ayah zainon tidak mengelak bila aku menjelaskan,yang aku mengikuti dia diam-diam.Dia pergi ke hutan untuk..tiba-tiba,lidahku terasa pahit.Apa kerja orang tua zainon ditengah hutan?.Apa saja kerjanya sepanjang hari kelmarin.Selama aku dan anak gadisnya berada di seberang prai?.Perawan hilang.Dan kata zainon,pemuja kera selalu mengorbankan bayi,kalau tidak perawan.Khabar-khabar mengatakan,ayah zainon pemuja kera.
"Nah,jadi kau tau yang kau tak berdaya."Kata ketua kampung itu,dengan dengan suara menang."Jadi,untuk tidak menimbulkan kemarahan yang berlebihan dari penduduk,lebih baik akui saja bahawa kau lah yang menculik dengan cara paksa atau memujuk zaini,entah untuk diperkosa atau seperti khabar-khabar angin yang kadang-kadang aku dengar,untuk diperjuak belikan di kota-kota besar."
Penculik.Jual beli perawan.
"Haram jadah."Sumpahku.
"Terkutuk,kalau saya melakukannya."
"Kau tak berdaya nak,kau tak berdaya."
"Saya punya saksi-saksi.Saya ada bukti.Saya minta,saya diperiksa oleh pihak penghulu desa."
Ketua kampung geleng-geleng kepala.Suaranya kedengaran sedih.
"Malang bagimu,nak.Penghulu desa sedang berkabung.Dia tidak mungkin melakukan pemeriksaan tanpa terpengaruh oleh musibah yang sedang melanda keluarganya."
"Saya tidak peduli,ia terkena musibah atau tidak.Saya sendiri lagi dimusibahkan sekarang ini."
"Mau tak mau,kau harus peduli.Kerana zaini,adalah anak penghulu desa ini."
Aku terbelalak.
Seluruh tubuhku terasa lemah.Hampir-hampir patah semangat.Kerana ketua kampung itu tak pernah mengorek apa-apa keterangan lagi dariku,ia kemudian meninggalkan aku sendirian.Namun,sesaat sebelum dia pergi,sempat aku tangkap sinar matanya.Ada keraguan diatas keyakinan yang dia pegang sendiri.Buat aku,itu sudah cukup merupakan harapan.Walaupun merupakan titik-titik kecil,tetapi lebih baik daripada tidak ada sama sekali.Aku terbaring dengan lamunan yang kacau bilau dan keringat dingin yang memercik tidak henti-henti.Kemudian pesuruh yang berkaki pincang itu masuk dengan membawa segelas air teh da sepiring ubi rebus.
Aku tak berselera menyentuhnya.
"Makanlah.Kerana mungkin mereka tak aakn memberi apa-apa lagi untukmu.Kerana kau telah menolak tuduhan ketua kampung."
"Nista."Makiku."Tuduhan nista."
"Tetapi nyatanya,masyarakat disini sudah naik berang."
"Apakah aku tidak diberi kesempatan untuk diadili?."
"Mereka akan melakukannya dengan senang hati."Katanya hambar.
"Maksud aku,sidang pengadilan."
"Pengadilan menerima tuntutan jawatankuasa.Jawatankuasa dari laporan penghulu,dan penghulu disini laporannya pasti kau sudah ketahui.Kerana zaini itu kebetulan adalah..."
"Hem.Kutuk apa yangmenimpa aku."Potongku gelisah.
Lama kami saling berdiam diri.
"Waktu keluar tadi,aku lihat ketua kampung bimbang.Itu petanda ia ragu atas tuduhan terhadap dirimu.Biasanya,sekali ia mulai ragu,maka tuduhan itu memang tidak ditujuakan ke alamat yang tepat."
Aku memandangnya,dengan harapan yang membesar.
"Maksud tuan,ketua kampung mungkin membebaskan aku?."
Ia menarik nafas.Pandangan matanya agak bersahabat kini.Demikian juga pada suaranya yang kemudian keluar.
"Masalahnya sekarang,bagaimana caranya tok ketua bisa menyakinkan rakyatnya."
"Ia ketua.Ia harus diturut."
"Semestinya begitu.Tetapi dua kali perawan hilang dan itu selama ia memegang jawatannya.Tak pernah terjadi sebelum dia.Mengertikah kau,bagaimana penduduk sudah mulai kurang percaya akan tanggungjawabnya?."
Kini aku pula yang menghela nafas.
Yang jelas,tok ketua tidak bisa menolong sama sekali.
Dengan berbisik aku bertanya.
"Bagaimana kalau aku lari?."
"Dengan keadaan serupa ini?'Dia memperhatikan kedua kakiku,lantas geleng-geleng kepala."Kau tak bisa berjalan jauh,nak."
"Tuan bisa menolongku."
Wajahnya menjadi segam.
"Mereka belum melupakan perbuatanku dulu,meski pun aku sudah taubat.Aku tak berani menempuh risiko,dicincang sampai mati kalau ketahuan membantu kau lagi."
Lalu,seperti tidak ingin berbicara lebih banyak,ia kemudian meninggalkan aku sendirian sambil berpesan.
"Makanlah ubi itu.Sedap.Untuk menambahkan tenaga."
Tambah tenaga.Huh.Setelah kuat,kemudian dipukul.
Aku mengherdik.
Untuk pertama kali seumur hidupku,aku mulai mengenal erti takut yang sebenarnya.
Sepanjang hari itu,aku terus berfikir.Sambil berfikir,tubuhku bergerak.Sakit bukan kepalang,tetapi aku harus mencubanya.Pakcik hussain bukan main ajaibnya.Jari jemariku yang luka-luka,tidak menimbulkan rasa sakit sama sekali.Hanya lututku,masih agak ngilu kalau digerakkan.Beberapa kali aku cuba duduk lantas berdiri,tetapi aku selalu terjatuh kembali diatas gelegar buluh.Aku pukul pada peha yang bengkak.Sebagaimana yang telah dilakukan oleh pakcik hussain tadi.Aku terjengah sendiri kerana menahan sakit.Tetapi waktu cuba berdiri,ya allah,aku bukan saja bisa berdiri,tetapi juga bisa berjalan selangkah dua langkah.
Matahari senja sudah mulai kemerah-merahan,di ufuk barat.Seolah-olah bakal timbul banjir darah,darahku sendiri,hii.Aku sudah berjaya memusingkan badan dan berjalan keliling bilik yang tidak begitu lebar itu,tanpa berpaut pada dinding.Setelah yakin akan kemampuanku,aku cuba berbaring kembali.Pesuruh datang menghantarkan air teh,dan seperti yang telah ia katakan tanpa menu lain sama sekali.Dia tidak mau diajak bercakap-cakap,melainkan langsung keluar dari bilik dengan wajah yang membayangkan gundah gulana.Persetan.Dia sudah mulai berkabung untuk diriku.Persetan dia.Persetan ketua kampung yang tidak dipercayai rakyatnya itu.Persetan semua penduduk yang ingin menjadi hakim sendiri itu.
Apa yang sedang mereka tunggu?.
(Bersambung...)
Sumber : Naskah Dari Pawang Syaitan
No comments:
Post a Comment