Korban Pemuja Ilmu Syaitan
Bab (4)
Pepohon dikiri kanan yang kami lalui berbaris rapi dan seolah-olah tegak dengan sikap kagum memandangi wajah manis yang duduk tertib dikusyen belakang.Matahari pagi mengintip dari celah-celah dedaun dan berusaha dengan bersusah-payah menjilat betis putih kuning dengan bulu-bulu yang halus berwarna kemerah-merahan.Angin pergunungan yang sejuk menari-nari dengan riang meniup rambutnya yang berkibar-kibar dengan lemah lembut.
"Tahukah kau.."Katanya dengan suara yang mendayu-dayu.
"Kadang-kadang betapa aku ingin dunia ini hanya milikku seorang."
Terhentak oleh roda.Kereta yang tiba-tiba terlanggar lopak dijalan yang berlubang.Aku setengah berseru.
"Milikmu seorang?.Robinson croessoe hampir-hampir tak seperti orang lagi,semasa kapal dari dunia luar datang untuk menolongnya.Padahal dia seorang laki-laki.Sebagai perempuan apa yang akan kau lakukan."
"Memohon pada tuhan."
"Apa itu."
"Agar salah satu tulang igaku.Ia jadikan sebagai lelaki."
"Jadi seorang perempuan.Dan adam yang wajib memintanya,bukan hawa.."Protesku sambil ketawa."Tetapi baiklah.Kalau tuhan mengabulkan permintaanmu,lelaki macam manakah yang kau inginkan."
"Semacam kau."
"Jadi bukan kau.."Rungutku.
Zainon ketawa geli hati.
"Kalau begitu duduklah disampingku.Biar aku benar-benar yakin kau memang ikut menikmati kebahagiaanku sekarang ini."katanya.
Ia tak perlu meminta dua kali.
Justru itu,betisnya yang mempesonakan itu terus aku kepit dengan kedua belah betisku.
"Hei,hei.Apa ni?"Ia memekik halus,tetapi tak berusaha melepaskan kepitan itu.Malah lengannya terus melingkari pinggangku dan kepala direbahkan dibahuku.Pemandu teksi itu memandang ke belakang memalui cermin.Hanya sekali imbas.Kemudian memandang ke depan.Angkat bahu sedikit.Kemudian teksi dilajukan.
Pepohon kelapa dikiri kanan juga berlari cepat.Tetapi kearah yang berlawanan.Seorang penunggang basikal cepat-cepat mengetepikan basikalnya bila melihat teksi yang kami tumpangi melalui di tepinya.Sambil merungut-rungut.Tiba-tiba dia tersenyum bila zainon menganggukkan kepala.
"Dia bekas penjaga disekolah rendah dimana dulu aku diajar mengenal huruf-huruf."Zainon menjelaskan tanpa ku pinta."Kau lihat basikalnya itu.?"
"Kalau tak salah,jenis raleigh.Buatan lama."
"Tau pun kau."
"Kau lihat betisku ini?"Kaki seluar aku naikkan."Keras bukan?.Kerja aku menunggang basikal waktu dijohor dulu.Mulai dari darjah lima sekolah rendah sampai tamat sekolah menengah atas."Aku tertawa.Zainon juga turut tertawa.
"Mengapa dengan basikal orang tua tadi?"
"Pemberian ayah."Katanya dengan suara riang yang kemudian hilang secara mendadak.Aku hairan.
"Sebenarnya basikal itu hadiah datuk ketika aku naik darjah.Ayah tak senang menerimanya,tetapi ibu memaksa.Kemudian ayah membelikan basikal yang lebih bagus.Jenis philip.Basikal raleigh itu ia sumbangkan kepada penjaga sekolah yang waktu itu bekerja sebagai penyewa sawah kami.Ibu marah sekali.Malu katanya."
"Bagaimana kalau datuk marah?"
Zainon menghela nafas.Wajahnya berubah menjadi murung,mengenangkan masa lalu.
"Nasib baik datuk tak marah.Tetapi sesekali terjadi pertengkaran antara ayah dan ibu,aku tak pernah tahu apa sebabnya,makin kerap terjadi.Hubungan ayah dan datuk hampir putus kalau tak ada ibu.Dan memang benar-benar putus setelah ibu meninggal.Tepatnya,mati tak berkubur."
Zainon menggigit bibir,keras.
Aku menyentuh bahunya.
Keluhnya perlahan-lahan.
"Sudahlah.Lupakan masa lalu itu,ok."
Ia mengangguk halus,tetapi..
"Kasihan ayah."Gumanmnya tiba-tiba.
"Heik?"
"Ia nampak semakin menderita kebelakangan ini.Lebih-lebih lagi.."
Ya.Lebih-lebih lagi setelah selama beberapa hari ini aku selalu tidur dibilik bersama zainon,anak gadisnya.Alhamdulillah,tidak terjadi sesuatu yang kami perbuat yang bisa mencemarkan nama baik keluarga.Meski pun mata ayah zainon tidak menampakkan kecurigaan memandang kami,tetapi bermuram durja.Sekali dua aku pernah mengintipnya,berdiri sampai jauh malam didepan rumah,memandang dengan wajah layu kejauhan.Aku selalu berfikir-fikir,mengapa pandangannya sentiasa tertuju kedalam hutan.Dan fikirannya kian menggila,ketika pernah melihat orang tua itu masuk kehutan pada suatu malam dan pulang pada keesokan harinya.Zainon mengatakan ayahnya kadang-kadang memang suka tidur dengan beberapa orang temannya yang bekerja sebagai pemetik kelapa yang tinggalnya tak jauh di pinggir hutan.
Tetapi aku tak pernah mengerti.Kalau dia tidur disana,mengapa semasa pulang matanya selalu merah,wajahnya agak pucat dan pakaiannya sangat lusuh dan kotor.Sekolot-kolot orang asli,kalau tidur pasti ada pengalas hamparannya.Apalagi orang yang telah bertamadun.
"Jalal?"
"Ngh."Aku terkejut.
"Bukankah kau nak pos surat."
Waktu aku melihat ke sekitar,ternyata kami sedang melalui jalan pasar yang begitu sibuk dipekan taiping.Zainon menyuruh pemandu memberhentikan teksinya didepan pejabat pos.Aku dan zainon bergegas turun.
"Nak beli makanan ringan barang sedikit."Katanya lalu berjalan kearah pasar.Setelah aku memasukkan surat ke peti pos,zainon juga kelihatan sedang berjalan balik dari pasar dengan membawa buah-buah dan kuih muih ditangannya.
"Susah-susah aje."Ujar ku sambil membantunya naik ke teksi."Kan yang begini banyak terdapat disana."
"Aku punya duit."Sungutnya berkelakar sambil tersenyum manis.
"Dan kerana aku yang punya duit,aku lebih suka membeli sesuatu yang jauh lebih murah dibanding dengan harga disana nanti."
Aku cuma angkat bahu.
Dan teksi berjalan lagi,membelok ke arah jalan seberang prai.
Beberapa orang nelayan sedang menarik pukat yang terakhir menjelang siang hari itu,semasa sebaik saja kami menjejakkan kaki diatas pasir yang putih dan basah berkilau-kilauan dijilat matahari.Panas terik mulai terasa membakar kulit tubuh nelayan-nelayan yang nampak kasar dan kehitam-hitaman itu.Mereka berlari segera berganti-ganti dari pasir yang lembap sampai ke pinggir laut sehingga air mencapai pinggang secara teratur menarik tali pukat.Bekerjasama tanpa memilih bulu.Baik laki-laki atau perempuan,ia seorang anak yang masih menyapu hingus dari bawah hidung dengan lengan,mau pun si tua yang telah terbongkok-bongkok diatas lututnya yang kurus kering tetapi keras dan nampaknya masih cukup kuat untuk melawan ombak yang menggembur menghentam pantai.
Aku begitu asyik memerhatikan bagaimana mereka begitu ramai-ramai bergotong-royong kemudian mencurahkan isi pukat keatas pasir kering dan kotor.Mula-mula yang aku lihat hanya sampah yang bertompok-tompok.Setelah mereka membongkar,barulah ikan-ikan kecil menggelepar disana sini.
Ikan-ikan dalam berbagai bentuk dan jenis,udang yang menggelepar-lepar,seekor ular laut yang berusaha untuk lari dan menyusup ke dalam pasir yang basak tak seorang pun yang memperdulikannya.Dan ubur-ubur seperti agar-agar yang disodok pakai kayu untuk dijauhkan seperti benda yang tak berharga dan tak disukai.Mahkluk yang sebenarnya lebih bernasib baik dibandingkan dengan ikan-ikan serta udang-udang yang kemudian ditumbuk-tumbukkan kedalam buntil atau pun beg plastik.Apabila binatang-binatang itu berada didalam buntil atau pun beg plastik,maka gerakan yang mereka lakukan didalamnya pastilah gerakan yang terakhir sepanjang riwayat hidupnya.
Enjin sebuah bot berdrum-drum semakin keras dengan asap yang tebal berwarna hitam bergulung-gulung keluar dari cerobong semasa mendekat dan kemudian berhenti berhampiran beberapa perahu kecil yang sudah siap menunggu.Berpuluh-puluh tong ikan serta udang diangkut keluar dari bot besar itu yang akan dibawa ke pasar borong oleh nelayan-nelayan diatas perahu kecil yang berjalan agak lemah melalui tempat aku berdiri memerhatikan mereka.Acuh tak acuh.Nelayan-nelayan kasar yang semuanya terdiri dari laki-laki,acuh tak acuh.Dengan hairan aku menoleh ke sebelah.Dan segera aku sedari zainon tidak ada disebelahku.Aku berpusing ke kiri ke kanan dan seterusnya ke belakang.
Zainon sedang duduk diatas akar-akar pokok yang berjuntai dan tanah berpasir tak jauh dari jalan.Dibawah naugan daun-daun yang rindang.Sambil tersenyum dia melambai.
"Nasib baik aku tak sempat bercakap sorang-sorang tadi."Aku berseloroh."Kalau tidak,orang-orang itu menganggap aku orang gila.Bercakap sendirian."Aku duduk disampingnya.
"Jadi,kau pun ingin dunia ini milik kau seorang ya?."
Zainon ketawa.
Aku mencubit pehanya dengan geram.
Dia terpekik halus.
Kami sama-sama ketawa riang.Dan aku amat gembira melihat zainon kembali pada periang dan kelincahan seperti dulu.Tidak lagi bermuram durja yang mencemaskan hati semasa aku berkunjung kerumah nya yang besar dan megah tetapi nampak kosong.Ditambah pula dengan lelaki yang setengah baya yang katanya adalah ayahnya itu.Ayah yang aneh.Yang terbongkok diatas tubuh anak gadisnya,diatas katil,ah.
Setelah puas berjalan-jalan dipantai kami membeli tiket masuk ke mini taman mergastua yang letaknya tidak jauh dari perkampungan nelayan seberang prai.Kami bergandingan dan kadang-kadang berpelukan sambil melangkah diatas jalan berbatu-batuan.Sesekali saling berpagut bibir sambil baring-baring dibalik rimbunan semak-semak diantara pohon-pohon bunga.Tiba-tiba zainon terpekik waktu ular sebesar lengan melintas di jalan yang akan kami lalui.Sampai menjelang petang,kami tidak berjaya melihat binatang besar apalagi binatang buas.
"Binatang-binatang seperti itu sukar untuk melihatnya."Kata zainon."Orang hanya dapat melihat sesekali,dan itu pun harus dari tempat sulit untuk mengintai."
"Dimana?."
Ia mendongak,sambil menunjukkan keatas-atas pokok dan dengan tiba-tiba dengan wajah yang pucat lesi,tubuhnya menjadi tegang seketika.Tercengang,aku melihat arah yang ditunjukkannya.Mula-mula mataku hanya menangkap batang pokok yang besar dan tinggi,dahan yang bercabang-cabang,rimbunan daun-daun yang menghijau...kemudian aku melihat.
Sebuah tempat pengintip dari batang-batang kayu dan papan-papan tersusun diantara dahan-dahan pokok.Hampir-hampir seperti pos darurat.Tetapi apa yang membuat jantungku berhenti sesaat dari denyutannya,ialah sesusuk tubuh besar yang misteri duduk mencangkung disalah satu hujung papan.Berbulu kelabu kehitam-hitaman,dan matanya,matanya memandangkan lurus ketempat kami berdiri.
"Kera."Cetusku hairan.
Mungkin suaraku terlalu kuat sehingga terdengar oleh mahkluk yang mencangkung di pos pengintai itu.Kerana dengan tiba-tiba,binatang itu bingkas berdiri.Mulutnya melepaskan jeritan sayu yang aneh,kemudian melompat dari dahan ke dahan.Dari pohon ke pohon.Cepat sekali.Kerana dalam beberapa detik sahaja mahkluk itu telah lenyap.
"Ya tuhan.."Zainon mengeluh parau di sebelahku.
Tubuhnya menggigil,lalu melayang nak terjatuh.Aku segera mencapai dan memeluk pingangnya.Gadis yang wajah nya putih seperti kapas itu,aku cuba membantunya untuk berdiri.Nasib baik dia tidak pengsan.Aku dudukkan dia diatas rumput.Tubuhnya terlalu lemah.Aku terus menerus memangku dan memujuknya.
"Bertenanglah,non.Bertenang,sayang.Itu cuma kera.Sudah pergi,non.Zainon."
Bibirnya pucat bergerak-gerak.
Tetapi aku tidak dapat menangkap kata-kata yang keluar dari mulutnya,kecuali.
"Tuhanku..tuhanku...tuhanku.."
Ucapan itu akan membantu batinnya.Aku tak dapat berkata apa-apa.Tanganku tetap memeluk pinggangnya,tubuh zainon aku rapatkan ke tubuh ku dan tanganku yang sebelah lagi mengusap rambutnya,pipi dan bahunya dengan lembut serta penuh kasih sayang.Seorang dua yang kebetulan lalu di dekat kami,memandang dengan curiga namun tidak memperlihatkan sikap mengejek.Tetapi rupa-rupanya ada juga yang sempat memperhatikan zainon,dan bertanya ramah.
"Sakit?."
Aku mengangguk sambil menjawab.
"Pening sedikit aje."
"Perlu bantuan?."
"Tidak.Terima kasih.Dia biasa begini.Sebentar lagi baiklah dia."
"Ooo.."Orang itu pada mulanya ragu-ragu,tetapi setelah aku menganggukkan kepala,ia tersenyum lalu pergi mengikut teman-temannya yang sudah berjalan lebih dulu.Sebentar kemudian,zainon mengurut-ngurut dadanya.Ia menghela nafas berulang-ulang.Dan masih menggigil semasa berkata-kata.
"Mari kita...pulang,jalal."
"Non,dengarlah,kau.."
"Pulang."Desaknya.
Lalu dia cuba berdiri.Aku membantunya.Rasanya jarak yang kami tempuh sampai ke pintu taman mergastua itu sangat jauh,sehingga aku terasa penat memapah zainon.Setelah berada didalam teksi,baru lah kelihatan wajah zainon mula kemerah-merahan kembali.Hanya sinar matanya yang masih agak kelabu.
"Ke kampung cenderung."Ujarku kepada pemandu teksi yang sudah mulai bergerak.Ketika melalui di pinggir pantai,cahaya merah kekuning-kuningan menyapu wajah zainon.Di ufuk barat,matahari sedang diserkapi oleh warna darah yang gemerlapan.Permukaan laut yang mulai gelap,nampak beriak tenang menahan pantulan cahaya merah keemasan itu.Beberapa buah perahu berkumpul tak jauh di tengah laut.Tenang,aman dan mempesona.Keindahan alam yang sedang aku nikmati sekarang,telah diganggu oleh isakan zainon disampingku.
Pemandu teksi itu mendengar isak tangis gadis itu.Tetapi nampaknya dia buat tak acuh saja.Aku tak peduli apa saja yang difikirkan oleh orang lain ketika itu.Kerana yang berkecamuk dibenakku hanyalah apa yang sedang difikirkan oleh zainon.
"Itu pasti dia."Lama setelah kami berada di jalan besar yang dipagari oleh barisan pohon-pohon kelapa.Mulut nya mengeluarkan kata-kata yang jelas.
"Dia siapa,non?."Bisikku pelan.
Jari-jemariku dia genggam erat.
Suaranya menggeletar.
"Mahkluk yang muncul dibilik tidurku.Dan malam-malam yang menakutkan itu,pasti bukannya mimpi buruk belaka."
"Zainon,jernihkanlah dulu fikiranmu.Kita berada di taman mergastua.Segala macam binatang ada disitu.Apalagi...kera."
Zainon menatapku.Tajam.
Lalu berkata dengan lemah hampir-hampir tak terdengar.
"Kau lihatkah?.Mahkluk itu duduk mencangkung seperti manusia."
Aku cuba ketawa,tetapi gagal.
"Kera adalah jenis mahkluk yang terdekat dengan anatomi manusia,sayangku."
"Tetapi dia memandang tepat padaku.Dapatkah kau merasakan erti sinar matanya?.Dapatkah,jalal."
"Ah,biasa.Mungkin sekadar pandangan seekor binatang terhadap kedatangan mahkluk asing."
"Mungkin."
Aku tak dapat menjawab lagi.Meski pun aku cuba bertenang didepan gadis itu,namun debaran didada masih terasa menggempur.Mahkluk tadi adalah satu-satunya kera yang kami temui disana.Jeritannya yang memanjang terdengar aneh.Setelah bersusah payah aku cuba mengingatkan,baru lah aku sedari jeritan kera itu sama dengan jeritan-jeritan aneh dari tiga ekor mahkluk sejenisnya yang mula-mula aku temui semasa dalam perjalanan ke kampung cenderung dulu.Tetapi kera-kera yang dulu berkelompok.Sedangkan yang tadi.
Bulu tengkukku tiba-tiba meremang.
Mungkin itu mahkluk yang pernah aku sergah dibilik tidur zainon sebelum melarikan diri kedalam hutan.
Sisa-sisa matahari senja dan keadaan alam menjadi samar-samar barulah kami sampai dihadapan rumah zainon.Ayah zainon yang sedang membersihkan rumput dihalaman,buru-buru menyongsong.Kelihatan dia gembira sekali melihat kami pulang.Namun dia segera maklumi mengapa anak gadisnya berwajah murung.Tanpa berkata apa-apa,dia memapah gadis itu masuk kedalam rumah.Kehadiranku sia-sia saja rasanya.
"Encik?."
Lamunanku terloncat hilang.Aku memandang pemandu teksi yang juga sedang memandang aku.Dia tidak mengucapkan kata-kata lain kecuali panggilan yang mengejutkan tadi.Matanya yang berbicara.Aku jadi malu sendiri.Tergopoh-gopoh aku keluarkan selembar wang kertas lima puluh ringgit dari poket seluar.Aku membayar tambangnya.Setelah menyerahkan kembali bakinya,dia menganggukkan kepala sambil menggerakkan teksinya dan berlalu.
Sebaik saja aku berpusing untuk masuk kerumah,mataku menangkap bayangan seseorang yang lalu tak jauh di seberang jalan.Dia berjalan lurus kehujung kampung dengan kepalanya tunduk dan bahu yang seperti terlepas dari sendinya.
"Hei,saf."Aku memanggil.
Ia berjalan terus.
"Hoi,hantu."Seruku lebih keras sambil ketawa.
Baru dia menoleh.Dia kelihatan lesu bila dia mendekati aku.Lantas berbisik.
"Jangan sebut-sebut hantu disini,bahaya."
"Eh,kenapa?."
"Hantu itu monyet."
"Jadi?."
"Monyet itu termasuk jenis kera."
"Siapa kata termasuk jenis harimau."
"Saudara."Dia condongkan mukanya kedepan sedikit.Matanya berkilat."Kau mungkin sedang bersenang hati,kerana saya dengar sehari suntuk kau pergi makan angin ke seberang prai bersama zainon.Berhati-hatilah sikit untuk menyebut mahkluk kera.."Ia tiba-tiba menyeringai bila melihat perubahan wajahku.""Nah,saya rasa kau sudah maklum sekarang.Jadi,jangan kuat-kuat menyebut hantu,kalau kau tak mau mertuamu sakit jantung."
Lama aku terdiam.Setelah menghela nafas,aku mengalihkan topik perbualan yang tak menyenangkan itu.
"Kau nak kemana,safuan?."
"Kenapa tanya-tanya."
"Habis,jalanmu seperti kapal dipukul ombak."
"Iya?."Ia tersenyum."Mungkin saya ni bukan kapal dipukul ombak,tapi sudah terkandas."
"Apa halnya?."
Wajahnya menjadi murung.
Dah lama baru terdengar jawapan keluar dari mulutnya.
"Ayah sabariah sudah mulai sembuh.Handal juga bomoh itu."
"Hoh,takkanlah bersedih."
"Dua kali saya kesana dalam empat hari ini.Dengan maksud baik.Malah saya bawa wang sekadar penambah untuk bomoh.Eh,ditolak mentah-mentah."
"Saya tak mengerti."Gumamku.Hairan dan bersimpati.
"Apalagi saya.Padahal,selama ini keluarga sabariah menganaggap dan memperlakukan saya sebagai anak sendiri.Malah kadang-kadang,saya kira saya ini terlalu disanjung.Atau ya,disanjung berlebih-lebihan sehingga saya rasa malu.Kau tahu?.Orang tua sabariah selalu terbongkok-bongkok bila melihat saya datang.Selalu saya tegur,tetapi rupanya nama pangkat datukku tak mungkin mereka abaikan begitu saja.Kalau saya fikirkan bagaimana selama ini mereka..."
"Tunggu dulu."Tukasku.
"Soal masa lampau,tunggu dulu.Kau kata,kau ditolak oleh siapa?.Sabariah?."
"Sabariah."Dia balas bertanya.Pertanyaan yang tak minta dijawab."Gadis itu lebih suka jadi perawan tua sepanjang hidupnya kalau kami dipaksa berpisah."
"Lantas siapa?."
"Lebih tepat,ayahnya.Bila dia melihat saya datang,lantas memusingkan tubuhnya dan memohon agar saya pergi.Pada kunjungan saya yang kedua,saya terus diusir.Sampai sabariah dan ibunya menangis menjerit-jerit."Safuan menggigit bibir.Wajahnya terlalu pucat.Dan suaranya penat semasa meneruskan.
"Tak ada yang tau mengapa orang tua itu berubah,kecuali barangkali dia sendiri."
"Mungkin waktu terjatuh dari pohon kepala,dia mengalami gangguan pada otak atau sarafnya."
"Ya,mungkin juga.Mungkin juga,mungkin.."Lantas dia berjalan mundar-mandir.Lama aku memerhatikannya.Tiba-tiba dia berpusing padaku dan bertanya dengan suara yang bersemangat yang di paksa-paksa.
"Besok saya nak berburu lagi.Kau nak ikut?."
Sebelum aku sempat menjawab,ia sudah memutuskan.
"Saya jemput awak selepas sarapan pagi."
Malam pun tiba dengan pantas.Kami bertiga makan diam-diam.Zainon hanya menelan beberapa suap nasi kemudian masuk kebilik tidur.Ayahnya nampak tegang.Sekilas ekor mataku menangkap pandangan laki-laki tua itu mengikuti gerak-geri anaknya.Ia menghela nafas.Berat.
"Tambah lagi,jalal."Katanya.
Aku mencuci tangan.
"Sudah kenyang,pakcik."
Ia diam.Mengeluh lagi.Aku pura-pura tidak memerhatikan.Aku tau perasaan zainon,masih terkenang dengan apa yang kami alami di seberang prai tadi.Aku menggantikan tugasnya membersihkan meja makan.Ketika aku hendak menyimpan pinggan dan piring yang kotor ke dapur,orang tua itu bangkit sambil bergumam.
"Pakcik mau tidur.Kalau mau kopi,boleh buat sendiri bukan?."
Aku mengangguk.Di dapur,memang aku sediakan secawan kopi.Aku kira minuman itu bisa melenyapkan sedikit perasaan pusing yang menyerang kepala.Lagi pula aku tidak akan terlalu nyenyak tidur,nanti bila terjadi apa-apa,aku akan lekas terjaga.Keluar dari dapur,aku tidak melihat ayah zainon.Ternyata dia telah masuk kebiliknya.Aku tidak terus masuk ke bilik zainon.Aku fikir lebih baik aku habiskan kopi itu dibilikku sendiri sementara menunggu hingga mengantuk,disamping membaca beberapa buah buku yang aku bawa dari kota.Hasil dari membaca buku-buku itu akan aku jelaskan kepada zainon untuk menyegarkan otaknya menjelang tibanya ujian semester yang harus ia tempuh.
Kemudian aku terfikir bahawa itu akan sia-sia saja.
Aku letakkan buku diatas meja,dimana beberapa lembar kertas terconteng masih berselerak.Pagi tadi,sebelum berangkat meninggalkan rumah,aku terasa sulit untuk mencari alasan yang tepat dan bisa diterima oleh guru-guru zainon sehingga gadis itu diperkenankan tidak mengikuti ujian bertulis,tetapi akan ikut dalam ujian bertulis,tetapi akan ikut dalam ujian lisan yang akan diadakan semester berikutnya.Alasan kesihatan adalah satu-satunya yang masuk diakal,meski pun demikian aku harus menulis begini.
"Dikampung ini tidak ada doktor.Dan dukun tidak tahu caranya membuat keterangan sakit yang sah."
Alasan yang paling sukar kucari adalah untuk diriku sendiri.
Aku cuma menulis.
"Tidak dapat hadir sampai waktu yang ditentukan."
Mudah-mudahan surat yang aku poskan pagi tadi,tidak ditertawakan oleh dewan fakulti.Kerana itu beerti,jabatan aku sebagai asisten yang bisa diambil alih oleh kolej-kolej lain yang memang sudah lama mencari kesempatan untuk itu.Tetapi aku tidak pedulikan itu semua.Keselamatan kekasihku,jauh lebih penting dari segala-galanya didunia ini.
Suara bederit halus tiba-tiba membuat aku terkejut.
Aku terpaku diam mendengarnya.
Sepi.Suara cengkerik yang juga telah terdiam,kembali bersahut-sahutan mengisi kesepian malam yang mencengkam.Aku berhati-hati bergerak ke tingkap.Langsir aku singkapkan sedikit.Cahaya bulan tertumpu ke tingkap bilik tidur zainon.Tertutup.
Tetapi aku tidak yakin.Perlahan-lahan cawan aku letakkan ditingkap.Selipar aku tanggalkan.Lalu berjingkit-jingkit keluar dari bilik dan berusaha agar suara pintu tidak berbunyi.Cahaya yang lemah memantul keluar dari pintu ruang tengah,menyinari bahagian dalam yang gelap.Dalam cahaya yang samar-samar aku melihat pintu keluar ke bahagian belakang rumah,baru saja ditutup.
Aku menelan ludah.
Berjingkit kearah pintu itu dengan lebih berhati-hati lagi.Dan sekonyong-konyong aku terpegun ditempat aku sendiri dengan jantung yang berdebar bila terdengar suara detak anak kunci diputar.Jadi,ada seseorang yang keluar dari rumah.Seorang manusia.Bukan mahkluk lain yang mustahil bisa mengetahui kegunaan anak kunci.Dugaanku cepat tertuju kepada orang kedua setelah zainon yang selama ini tidak lepas dari perhatianku.
Lelaki tua yang misteri itu.
Tanpa berfikir panjang lagi,aku bergegas masuk keruang dalam.Pintu bilik tidur zainon tertutup.Tapi tak berkunci.Aku membukanya sedikit.Rupanya gadis itu tertidur juga akhirnya.Mungkin kerana penat oleh perjalanan kami sepanjang hari itu.Aku berjingkit ke tingkap.Memeriksanya.Aman.Untuk lebih menyakinkan tingkap itu tidak akan dibuka orang dari luar.Penyelaknya aku tindih dengan menyandar kerusi.Cepat-cepat aku berjingkit lagi keluar lalu menguncikan pintu.Anak kunci aku sorongkan melalui celah bahagian bawah daun pintu.
Setelah itu aku berlari keruang depan.
Mengintip dari tepi tingkap kaca yang nakonya tidak tertutup.Pada mulanya aku tidak ternampak bayangan sesusuk tubuh yang melewati rumah sebelah.Dan semasa melalui rumah berikutnya,cahaya lampu damar menerangi sedikit tubuhnya.Dan memang dia ayah zainon dengan sebuah obor buluh tergenggam di tangannya.Damar itu tidak dinyalakan.
Ketika ia hilang diantara rumah-rumah berikutnya,aku begegas ke dapur.Aku capai sebilah pisau dan menyelitnya di pinggang sambil keluar.Pintu depan aku kunci dan memandang ke sekitar dengan saksama.Setelah merasa aman,aku berlari ke jalan.Sambil lalu aku sambar obor seorang jiran setelah lebih dahulu meniup apinya sampai padam.Dengan berpedoman pada sinar rembulan yang menyala terang bernderang aku meninggalkan rumah sambil berdoa dalam hati.
"Ya tuhan,lindungilah kekasihku."
Dan aku pun memulai petualang untuk menyingkap tabir misteri dari keanehan yang terjadi disekitar keluarga zainon yang membingungkan itu.
Seketika,aku pandang rembulan diantara bintang-bintang.
Bulan juga seolah-olah sedang memandangi diriku.
"Huh."
Denguh kerbau menyambut aku sewaktu melalui sebuah kandang.Dari kandang lain,terdengar kepak ayam dan suara berketuk yang terputus-putus.Terdengar suara seseorang sewaktu aku melalui dibawah tingkap sebuah rumah.Mungkin sedang mengigau.Dari kejauhan,terdengar beduk rukun tetangga.Dan sayup-sayup terdengar suara orang ramai dari arah pos rukun tetangga itu darimana terpantul cahaya jamung gemerlapan ditengah malam buta itu.Mereka tentu sedang bermain terup.Salah seorang diantara nya ialah safuan.Kad memang benda terbaik yang sesuai dikorbankan sebagai alat untuk melepaskan rasa sakit hati.Hem.Kalaulah dia tahu bahawa malam ini aku sedang berburu.Sebuah perburuan yang lain.Aku yakin kad-kad itu boleh melenyapkan rasa sakit hatinya terhadap ayah sabariah buat seketika.
"Aku gembira kalau kau ikut bersamaku,kawan."Aku bergumam sendirian.
Dan perlahan-lahan,ingatan itu mendatangkan sedikit perasan takut dalam hati.Aku tidak mengenal daerah ini dengan baik.Aku juga tidak tahu bakal apa yang aku hadapi dijalan.Dan apa yang aku temui ditempat tujuan.Kehadiran safuan tentunya boleh menolong.Tetapi mengapa orang lain harus terikut-ikut mengetahui manusia yang sedang kuintip.Ini beerti aku membuka rahsia keluarga kekasihku yang semestinya aku jaga dengan baik.Persetan.Biarlah semua itu aku hadapi sendirian.
Setelah melalui beberapa petak sawah yang padinya sedang menguning dan tunduk menggeser seluar,aku lihat sebuah cahaya kecil di kejauhan.Kegelapan disekitar tempat itu agak terbuka.Nampak bayang-bayang pohon dan semak belukar.Haram jadah.Orang tua itu cepat benar jalannya,sehingga dia telah berada dipinggir hutan.Aku berlari-lari ditanah yang kering.Terajtuh beberapa kali.Tetapi segera bangkit lagi tanpa melepaskan perhatianku dari arah damar di kejauhan yang berkelip-kelip memasuki hutan.Jamung aku angkat tinggi-tinggi agar tidak terseradung jatuh dan minyaknya tumpah.
Aku merasa lega kerana tidak terlalu sukar untuk mengikuti kemana orang tua itu pergi.Jalan yang kami lalui adalah sebuah jalan yang bertanah kering dan semak belukarnya ditebas dengan baik.Namun jalan ini makin lama semakin menyempit.Dan cahaya obor yang berkelip-kelip hilang beberapa kali di jalan menurun dan membelok.Ketika untuk kesekian kalinya aku melihat lagi,ternyata ayah zainon sedang mendaki bukit disebelah kanan jalan yang aku lalui.
Keinginan untuk menyalakan jamung yang aku bawa,aku tekan dalam hati.Beberapa saat aku mencari-cari dalam kegelapan dan sinar bulan yang mengintai melalui pucuk-pucuk pohon membantuku melihat sebuah jalan melintas ke arah mana orang yang kuikuti pergi.Aku segera mengikutinya.
Bukit itu rupanya dipenuhi oleh pohon-pohon keledek dan nenas yang disusun teratur.Aku melewati beberapa buah pondok kosong.Bila jalan agak rata,aku berlari untuk memperdekatkan jarak dengan orang didepan.Aku acap kali terjatuh mencium tanah dan hidungku terasa sakit bila tersembam kesebuah batu kerana tidak melihat jalan-jalan berlubang atau batu-batu yang berlonggokan ditanah.
Aku telah menghadapi kesulitan dengan lutut berdarah dan berkeringat yang membuat pakaian yang aku pakai menjadi basah kuyup.Ketika kami berada didataran yang agak landai dan orang didepanku memasuki sebuah daerah hutan kembali.Semak belukar yang tebal,pokok-pokok tua dengan akar yang berbelit-belit dan berjuntaian kesana kemari serta daun-daunnya yang rimbun serta rapat menyukarkan jalanku.Rembulan sudah tak kelihatan lagi.Aku berada didalam kegelapan yang pekat,sementara cahaya obor yang aku harapkan ternampak dari salah satu tempat sebagai petunjuk dimana ayah zainon berada,turut juga lenyap.
Kekhuatiran datang menerpa dada.
Dengan nafas yang termengah-mengah,mata aku buka lebar-lebar dan kepalaku bergerak liar ke arah delapan penjuru angin.Tetapi semuanya gelap.Semuanya pekat.Semuanya tenang.Diam.Bahkan udara juga seperti tidak mau berhembus ditempat itu,sehingga bau hutan yang pengap mulai menyerang lubang hidungku yang sudah tumpat rasanya oleh dengus nafasku yang termengah-mengah.Latihan ketenteraan yang pernah aku ikuti selama dikuliah,nampak-nampaknya tidak banyak menolong ditempat semacam ini.Kini aku mulai menyesal.Bukan kerana tidak berfikir dua kali untuk menempuh petualang yang merbahaya ini,akan tetapi.Mengapa aku tidak mengajak safuan.
Tetapi,rupa-rupanya aku menperoleh kawan.
Suara berbisik terdengar dari arah semak belukar.Aku diam.Mendengarkan.Suara berbisik itu terdengar lagi.Malah lebih jelas dan...lebih banyak.Datangnya dari sebelah kiri,sebelah kanan dan sebelah depan.Ilusi sajakah itu.Deru angin yang sejak tadi tak terdengar bunyinya.Atau seekor binatang buas yang ..
Bulu tengkukku meremang tiba-tiba.
Tiga susuk lembaga samar-samar muncul mendekati aku.Dua besar,satu kecil.Satu dikiri,satu dikanan dan satu didepan.Ingatanku yang masih jernih memberitahuku dengan pasti.Tiga ekor mahkluk berjenis kera yang melakukan pengepungan dengan gerakan yang sama pula seperti pertama kali aku temui dulu.
"Baiklah."Mulutku bergumam.Parau.Tetapi juga terlalu keras.
Bunyi berbisik dan gerakan-gerakan itu terhenti seketika.
Kemudian salah satu mengeluarkan suara.
"Nyiiiit...ngik,ngik,ngik."
Pengalaman aku dikejadian pertama dulu,memberi dorongan mencabar pada diriku.Obor ditangan kanan,aku dekatkan ke muka,dan tanganku yang kiri,meraba-raba ke poket baju,kemudian bergerak dengan panik ke poket seluar.Keringat dingin memercik di seluruh puri-puri kulit,bila aku menyedari bahawa aku tidak membawa mancis.Aku meraba ke pinggang.Kosong.Entah terjatuh,entah terlempar,tetapi yang jelas pisau yang aku bawa tak ada lagi ditempatnya.
"Bah."Aku memaki dan aku berteriak.Lantang,memecah kesepian malam dipinggir rimba itu.Obor bambu ditangan aku ayuh-ayuhkan ke kiri,ke kanan,ke muka kera-kera itu silih berganti dengan gerakan cepat sehingga terdengar suara angin bersiur-siur.Dengan harapan agar orang tua zainon akan mendengar suaraku lalu datang untuk membantu meski pun itu beerti perbuatanku diketahuinya.Aku menerjang kedepan sambil terus menerus berteriak.
"Yeaaahhhh.Pergi,ayuh,pergi.Ha.Pergi,yeaaaahhh."
"Nyittt."Mahkluk kera bermata merah biji saga itu dengan tubuh yang terkecil didepanku melompat mundur.
"Ngiik.Ngiik."Dua kera yang lebih besar bergerak mendekati dan terus ke belakang.
Aku cepat-cepat memusingkan tubuhku dan.
"Hii.."Aku hentamkan bambu ditangan sekuat mungkin.
"Ngiikk.."Salah seekor dari kera itu melengking.Mataku semakin dapat aku sesuaikan dalam gelap itu.Tetapi pandanganku agak kabur oleh keringat yang membanjiri dahi dan mengenang di kelopak mata.Dengan membabi buta aku terus memukul ke sana kemari.Seumur hidupku tidak pernah aku harapkan untuk melukai binatang dari jenis kera,akan tetapi disaat ini membunuhnya pun mau bila perlu.
"Ayuh,rapatlah."Jeritku,diantara kemarahan dan keputusasaan kerana tidak terlihat tanda-tanda bahawa aku akan mendapat bantuan.Mahkluk-mahkluk itu terpegun.Rupanya dua diantaranya agak kecut melihat salah seekor yang kene hentam oleh pukulanku,yang kini meloncat-loncat dan berguling-guling ditanah,terbabas ke rimbunan semak belukar,meloncat ke dahan sebatang pokok sambil berbunyi ngik,ngik tak berhenti-henti kemudian menghilang dikegelapan malam.Ketika aku telah bersedia menghadapi dua ekor kera yang lainnya,jantungku mencuit perlahan.Kera kecil,berdiri menghadang aku didepan,sementara yang lebih besar,dibelakangku.
"Nyiit."Yang kecik menerajang.
Aku mengelak pantas dan kepala aku hampir terbabas ke sebatang pokok besar bila aku berdiri kembali,dan mahkluk kecil itu mengulangi tindakannya tanpa memberi peluang kepada aku.Sementara yang lainnya tidak kelihatan.Waktu mengelakkan serangan si kecil yang ganas itu,aku dengar suara berbisik dibelakang.Aku melompat kesisinya.Kedua ekor kera itu berada didepan aku lagi,tetapi dengan pantas,salah satunya telah berada di belakangku,bila yang lainnya mula menerajang.
Suatu kejutan kuat mengenai tanganku,menyebabkan bambu yang aku pegang tercampak.Dan sebuah sentakan dari belakang menyambar kaki kiriku.Aku menyentaknya sambil melayangkan sebuah pukulan menyilang ke arah kera lain yang menerajang dari depan.Sentakan aku berjaya,tetapi pukulanku meleset.Aku mulai termengah-mengah dan semakin kepayahan malah tiba-tiba jatuh tersembam.Aku berusaha untuk berdiri.Tetapi sendi lutut seperti longgar rasanya.Tak daya lagi,aku terjatuh kembali.Bersimpuh,letih,gementar dan dengan mata yang dihiasi seribu bintang.
Mahkluk-mahkluk ganas itu entah mengapa berhenti pula dari menyerang.
Kedua binatang berdiri didepanku,dengan tangan-tangan yang terjuntai panjang mencecah rumput.Dua pasang mata merah biji saga memerhatikan diriku dengan sorot mata yang tajam.Kesempatan yang sangat sedikit itu aku pergunakan untuk mengatur nafas yang sudah putus berderai.Namun begitu,aku berjaya berdiri,tapi aku tidak dapat berbuat apa-apa.Kerana mahkluk-mahkluk aneh itu tidak menyerang dan tidak pula mengundur.Mengambil arah antara satu sama lain yang bertentangan,keduanya mulai berpusing secara teratur mengelilingi tempat aku berdiri.Makin lama gerakannya semakin cepat sehingga dalam kegelapan malam tubuh kedua mahkluk itu nampak sebagai bayang-bayang hitam berbentuk lingkaran dan membuat suara angin bersiur.
Aku tercengang.Hanya manusia yang bisa melakukan tektik itu.
Manusia.Bukan...
Suaran "Ngiik" yang lengking disusul bayangan gelap menerajang kedepan,mengejutkan aku.Cepat aku mengelak,tetapi "ngiik" mahkluk lainnya segera menyusul.Tiap kali aku mengelak,tiap kali mereka berdua berganti menyerang tetapi tidak berusaha menyentuh kulit tubuhku.Lama-lama aku terasa terlalu pening.Pusing tujuh keliling.Aku cuba bertahan dengan lutut yang semakin lemah,namun ketakutan mahkluk-mahkluk itu semasa aku lengah.Justru itu membuat aku tidak dapat berdiam diri sehingga tidak sedar gerakan berpusing itu aku ikuti.Rasanya bukan diriku lagi yang berpusing.Tetapi bumi tempat aku berpijak.Dan langit yang tak mahu nampakkan diri.Tiba-tiba terasa bumi terangkat tinggi dan langit terjatuh.Aku melayang-layang keudara yang kosong dan hampar.Lantas tanpa bisa ditahan lagi,tubuhku terhempas kuat menimpa bumi.
"Tolong...tolong..."Aku menjerit kuat.Namun suara yang keluar dari tekak hanyalah rintihan kering yang menyakitkan.
Sedar akan situasi cemas yang sedang aku hadapi,tetapi kini aku benar-benar tak berdaya.Entah kedua mahkluk itu manusia yang menyamar jadi kera,entah mereka benar-benar kera atau pun entah mereka kera jadi-jadian,aku tak peduli lagi.Fikiranku sudah berhenti bekerja,dan tenagaku sudah tidak bersisa sedikitpun lagi.Jangankan untuk melawan,untuk beringsut pun aku sudah tidak berupaya.Dengan mata berkunang-kunang aku memandang dua pasang sorok mata merah biji saga itu,kian dekat,kian membesar.Seolah-olah akan menelan tubuhku bulat-bulat.Lalu dua belah telapak tangan yang hangat,tetapi lembap dan dipenuhi bulu bahagian belakang tangan itu,mencengkam pergelangan tanganku dengan kuat.Satu pergelangan oleh seekor mahkluk.Mereka merentapnya kuat-kuat.Terbayang seketika nasib buruk yang akan menimpa diriku.Dibalik kelopak mataku yang terpejam,aku lihat kedua mahkluk itu bergerak pula kearah yang berlawanan sambil merentap tanganku semakin kuat.Dua kali sentakan,putuslah kedua lenganku.Menyusul kedua kaki,dibuat bercerai-cerai.Kepala dikerekah,daging-dagingku dikunyah-kunyah,darahku bersemburan dihirup.Tinggal tulang-tulang yang berserakan,dan sisa-sisa pakaian yang koyak rabak untuk nanti dikenali orang sebagai bukti disitulah berakhirnya hidup seorang anak yang datang jauh-jauh dari johor untuk menuntut ilmu tetapi hanya kembali namanya saja keribaan orang tuanya.
Ingatanku perlahan-lahan menjadi kabur.
Namun sebelum jatuh pengsan,aku masih sempat bertanya-tanya dalam hati,mengapa mahkluk-mahkluk itu tidak segera mencarik-carik tetapi justru bersusah payah menyeret-nyeret tubuhku.Kenapa aku akan diseret.Dan..dan aku kemudian benar-benar tidak ingat satu apa pun lagi selama perjalanan yang amat menyiksakan itu.
(Bersambung...)
Sumber : Naskah Dari Pawang Syaitan
No comments:
Post a Comment