Tuesday, 22 November 2016

Korban Pemuja Ilmu Syaitan Bab 1 - 10 (Selesai)

Korban Pemuja Ilmu Syaitan

Bab (1)


   Bas bergerak dengan ekzos terbatuk-batuk.Lampu isyarat diatas bumper sebelah kanan berkelip-kelip beberapa saat melontarkan sinar kuning keemasan.Kemudian padam.Tinggal lampu belakang berwarna merah darah yang kian lama kian mengecil.Kemudian lenyap sama sekali ditelan kegelapan malam yang baru saja tiba.Seekor anjing berdengus diseberang jalan.Ganas dan berbau curiga.

   Aku betulkan letak bungkusan dibelakang.Kemudian berjalan keseberang.Anjing yang dari tadi berbaring diam didepan sebuah gerai,tiba-tiba bingkas berdiri.Lolongan yang memanjang mengalun melalui muncung yang ternganga,disusul oleh salakan yang menyintak-nyintak.

   "Pleki,diam."Terdengar sergahan.

   Langkah kuteruskan tanpa menghiraukan lagi anjing yang kembali berbaring ditanah.Tetapi dengan kepala tegak dan matanya yang berkilat dalam menatap lurus kearahku.Tuan punya gerai yang tadi mengherdik,meninggalkan pekerjaannya menyusun papan-papan di depan warung,berpusing mengadap kearah aku datang,dan juga memandang dengan mata berkilat-kilat dijilat lampu damar yang terpacak diatas sebuah tonggak buluh dikiri kanan pagar masuk gerai.

   "Selamat malam pakcik."Aku menyapa.

   "Malam."

   "Maaf mengganggu sebentar.Tumpang tanya.Benarkah jalan ini yang menuju kekampung cenderung?"

   Aku menunjuk kearah sebuah jalan kampung tanpa tar.Nampak legam dalam kegelapan malam disebelah kiri gerai yang sudah siap untuk ditutup itu.

   "Benar,anak nak kesana?"

   "Ya,pakcik."

   "Sekarang?"

   "Ya."

   "Jalan kaki.Sendirian?"

   "Ada kereta yang boleh disewa?"

   "Banyak nak.Tapi tidak malam-malam begini.Lagipun,ke kampung cenderung...ah,nak.Lebih baik bermalam saja disini malam ini."

   "Terima kasih pakcik.Tapi saya perlu cepat."

   "Ooo.."Mata yang berkilat itu memandang tajam.Anjing besar dengan kakinya berbuat hal yang sama pula namun tanpa suara.Ada persamaan dalam pandangan kedua mahkluk itu.Curiga.Aku dapat mengagaknya,meski pun tidak merasa yakin dengan perasaan sendiri.Pandangan mata yang sedemikian,memang wajar diterima oleh seorang asing yang belum dikenal,dan muncul malam-malam pula.

   Aku bermaksud meneruskan perjalananku ketika itu juga,dimana pemilik warung itu bergerak kearah pagar,mencabut salah satu bambu yang berlampu damar dan kemudian menghulurkannya ketanganku.

   "Ambillah ini nak.Baik untuk menyuluh jalan.Nampak nya anak tak bawa lampu suluh bukan?"

   Aku mengangguk,mengucapkan terima kasih sekali lagi seraya menyambut lampu damar itu.

   "Anak ikut jalan ini.Terus saja.Banyak simpang-simpang kecil,dan ada dua selekoh.Ikut terus.Jalan besar ini mati dikampung cenderung.Bawa senjata?"

   Keningku terangkat.

   "Senjata?"Aku menggelengkan kepala.

   "Ah,bukannya apa-apa.Sebaiknya anak bawa atau pungut kayu yang banyak berselerakan ditepi jalan.Sesuai untuk buat senjata kalau-kalau ada babi atau kera-kera liar mengganggu."

   Bila menyebut pada binatang terakhir dia menekankan sedikit.

   Aku tidak menganggap serius.Yang penting dia tidak menyebutkan harimau atau binatang buas seperti nya.Sambil berjanji untuk mengembalikan lampu damar yang diberikan oleh lelaki tua itu,aku lantas menyusuri jalan tanah merah disebelah warung.Anjing tadi menyalak panjang waktu aku memasuki kegelapan malam diantara pohon-pohon besar dan semak belukar dikiri kanan jalan yang berbukit-bukit.Mendongak ke langit,aku lihat rembulan empat belas hari mengintai dibalik rimbunan dedaun.

   Lampu damar aku matikan.Siapa tahu,persediaan minyak dalam bambu itu tidak cukup banyak.Lagi pun,waktu jadi mahasiswa tingkat persiapan,aku pernah mengikuti latihan tentera.Menerobos hutan dalam kegelapan.

   Tetapi senjata.Seperti yang dikatakan orang tua pemilik warung,sekali dua aku melihat potongan-potongan kayu berselerak sepanjang jalan diatas tanah yang basah bekas hujan dan batu-batu pejal yang bertaburan.Kadang-kadang timbul juga keinginan untuk memungut salah satu senjata darurat itu.Siapa tahu bertemu babi atau kera seperti yang dikatakan oleh orang tua tadi.Namun tekad dan kepercayaan kepada diri sendiri ternyata lebih kuat.Sejak dari dulu lagi aku berpendapat,seseorang yang membawa senjata untuk melindungi dirinya,secara langsung atau tidak langsung telah mengundang musuh untuk dia hadapi.

    Aku meneruskan perjalananku dengan bantuan sedikit sebanyak sinar rembulan yang hilang-hilang timbul diantara pohon nan rindang merimbun.Aku susuli jalan yang kian lama kina mendaku dan mulai tak beraturan bentuknya.Dibeberapa tempat terdapat lubang-lubang besar seperti kubang kerbau.Juga terdapat longgokan batu dan tompokan tanah-tanah keras yang licin berlumut.Sesekali terdengar suara yang bergelodak disebalik rimbunan semak-semak dikiri kanan jalan.Suara itu segera diam bila aku cuba mengamatinya.Tiba-tiba seekor musang berlari memotong jalan didepanku.Aku terperanjat.Tapi larinya begitu pantas dan segera menghilang.Setelah mengurut dada yang berdebar kerana terperanjat,aku meneruskan perjalanan.Aku memang terlalu letih setelah seharian terhinggut-hinggut dalam bas perjalanan dari kota yang menjemukan itu.

   Walau bagaimana pun aku harus tiba dikampung cenderung malam ini juga.

   Zainon tak boleh cemas menanti.Ia tentu telah menerima suratku yang mengatakan aku akan tiba di desanya hari ini juga.Sepatutnya siang tadi,tetapi bas express itu telah mogok beberapa kali ditengah jalan.Musim hujan yang ganas telah menyebabkan banjir melanda hampir setengah kawasan selatan taiping.

   Separuh dari jalan pondok tanjung tertutup oleh air.Begitu juga ke jalan batu kurau.Malah jalan yang agak tinggi juga agak dinaiki air.Sehingga menutupi seluruh jalannya.Sehingga harus menunggu petugas-petugas meratakan jalan untuk bas lalu.Waktu tiba dekat pondok tanjung,ban belum lagi pecah.Enjin bas terlalu panas dan terpaksa menunggu hingga sejuk.Dan ini memakan masa yang agak lama.

   Pernah aku bermaksud untuk turun dan berpindah ke kenderaan lain.Tetapi seorang penumpang yang tetap nampak sabar cepat-cepat mencegah.

   "Ini adalah satu satunya kenderaan yang masih mau berusaha untuk sampai ke pekan selama."Katanya.Dan dia adalah pula satu-satunya penumpang yang tinggal ketika bas berhenti dan aku turun dipekan tanjung,ah sudah berapa lama pula tu.Setengah jam lagi?.Aku keluarkan korek api dari saku kemeja,menyalakan sebatang.Aku melihat jam di tangan kiri.Hampir-hampir satu jam aku menempuh jalan yang rasanya tak berhujung ditengah-tengah hutan yang gelap pekat itu.

   Berhenti sejenak kah dulu aku?atau...

   "Kerekak."Bunyi itu begitu perlahan.Tetapi cukup jelas terdengar dikesepian malam begini.Aku diam mendengarkannya.Lalu,kerekak lagi.kerekak,kerekak.Urat-urat tubuh jadi tegang seketika.Aku penah ikut salah seorang sepupuku berburu binatang buas tak jauh dari bukit merah.Tetapi sepupuku itu tidak pernah mengajar atau menceritakan tentang bunyi berderak seperti ini.Kerekak,kerekak,kerekak,terdengar seperti dari sebelah kiri,kemudian dari mana pula.Kerekak,kerekak,kerekak,lambat tetapi jelas.Itu bukan gerakan babi hutan,bukan pula harimau,apalagi manusia.

   Takkan pula ada org merayau-rayau malam begini di tengah hutan?.Atau ada yang bermaksud jahat untuk..tidak..tidak mungkin.Hanya nazri yang tahu aku datang,dan tuan punya warung tadi.Dia sudah tua.Begitu baik hati.Tak mungkin.

   "Weeeeerrrrrrr..."Suara berdengus bercampur bunyi mengerang itu datang dari sebelah kiri jalan.Dari cahaya bulan yang samar-samar melalui celah-celah dedaun aku ternampak sesusuk tubuh setinggi pinggangku,berkaki pendek dan tangan-tangan yang panjang tergantung di kiri kanan tubuhnya.Aku yakin warna bulu nya kelabu kehitaman.Tetapi warna matanya,hijau kemerahan.Kera apa ni?.Dan mengapa tuan punya warung tadi menyuruh aku berhati-hati terhadap binatang jenis ini yang sebenarnya tak sepatutnya bermusuhan dengan manusia.

   "Weeerrr...weeerrr"Aku menoleh kekanan dengan cepat.Mahkluk yang sama muncul dengan langkah-langkah yang berat dari arah yang berlawanan dengan binatang yang pertama tadi.Yang ni dua ekor.Tingginya hampir mencapai bahuku.Ketiga mahkluk itu bergerak dari kiri kanan.Yang satu bergerak ke depan.Jalan aku dihalang.Ya,dihalang dari aku meneruskan.

   "Weerrr,weer,weerrr."Rasa takutku segera lenyap.Diganti oleh naluri ingin membela diri.

   Sebelah tanganku perlahan menyentuh tali-tali bungkusan,bermaksud melepaskan ikatannya.Bungkusan berisi pakaian dan sedikit ole-ole itu cukup berat kalau dihayunkan boleh membantu menggandakan tenagaku.Tetapi aku segera sedar,gerakan itu terhalang oleh kotak mancis api yang tergenggam ditangan yang sama.Mancis api.Dan tangan kiriku yang memengang buluh jamung.Alangkah bodohnya.

   "Yeeaaaa."Aku bertempik.

   Ketiga-tiga mahkluk itu terpegun.

   "Yea,undur,undur,undur,"Aku bergerak maju.

   Tiga pasang mata berwarna merah saga itu berpandangan serentak.Ketiga-tiga nya bergerak mengekori aku.Disertai dengan bunyi dengus yang aneh.Tempikan saja ternyata tidak memberi kesan apa-apa.Aku cepat-cepat mengeluarkan beberapa batang anak mancis dan sekaligus aku menyalakan.Aku cuba memasang jamung.Mahkluk yang kecil menerjang ke depan.Aku mengelak.Api padam.Aku segera menghidupkan api kembali.Sementara dua lembaga yang lain lebih kurang dua meter jaraknya dari aku.Si kecil tadi mengerang ganas.Dan siap sedia untuk menerjang kembali mengulangi kegagalannya tadi.Tetapi lampu jamung sempat aku nyalakan.Terang benderang,dengan suara api bersiur-siur garang waktu aku goyangkan kekiri dan kekanan berulang-ulang.

   Benar.Kera-kera itu berbulu kelabu kehitam-hitaman.Bermata merah saga dan segera mengeluarkan bunyi."Ngik,ngik,ngik."Berusaha menghindari sinar api jamung dengan menutupkan lengan-lengan berbulu mereka ke depan muka.

   "Pergi."Aku berteriak lagi sambil menerjang ke depan.

   Api jamung aku halakan ke arah kera yang tengah,dan yang terbesar.

   Ia mengerang setengah menjerit dengan suara aneh,kemudian lari tunggang langgang menerobos rimbunan semak-semak.Dua ekor yang lainnya mengikuti gerakan kera yang pertama.Berderap-derap bunyi susupan binatang-binatang itu melalui semak samun yang kian lama kian menjauh.Kemudian sepi.Aku tercegat dengan nafas yang masih sesak dan jantung yang masih berdebar.

   Ketika itu lah terdengar suara yang sayup-sayup dari jauh.

   Dan kelihatan cahaya kelap-kelip yang timbul tenggelam.Api jamung aku julang.Tinggi diudara.

   Dan aku bernafas lega.Ternyata aku berada tak jauh dari perkampungan.Jalan didepanku berakhir dengan sebuah tanah lapang yang dikelilingi rumah-rumah penduduk kampung cenderung.

   Dengan obor ditangan tiga orang laki-laki berlari-lari mendekati aku.Api jamung aku julang tinggi ke udara,dengan mata liar memandang ke kiri dan ke kanan.Sehingga ketiga-tiga orang itu sudah menghampiriku,namun mahkluk-mahkluk itu tidak lagi kelihatan batang hidungnya.Semak samun dikiri kanan jalan begitu tenang dan hening.Pohon-pohon yang besar dan tinggi,berdiri kukuh dengan tenang.Seolah-olah tidak ingin dijadikan saksi atas kejadian yang membuat jantungku masih berdegup kencang itu.

   "Ada apa?"Salah seorang yang memakai ikat kepala,bertanya seraya memandang aku.Dari hujung rambut sampai ke hujung kaki lalu matanya terpaku lama merenung wajahku.

   Aku menghela nafas lega.Kerana kau telah ditemukan dengan manusia,setelah melalui peristiwa yang rasanya terlalu panjang dan amat menegangkan itu.Tiga ekor kera,dua diantaranya memang besar-besar.Aku kira bukan cerita yang biasa menarik simpati untuk disampaikan pada orang-orang itu.Jadi,sambil membetulkan letak tali ikat bungkusan yang agak longgar kerana kera yang kecil tadi,aku menyahut dengan suara yang ditenang-tenangkan.

   "Ah,tak apa-apa.Ini kampung cenderung?"

   "Ya.Ada apa tadi?.Suara berteriak-teriak mengejutkan kami yang sedang berjaga di pos."

   "Oo,jadi kalian ronda malam.Maafkan saya atas kelancangan saya tadi.Tadi cuma saya terperanjat saja."

   "Terperanjat?"

   "Ha ah."Dan cepat aku mencari sebab."Saya tergelincir lalu terjatuh."

   "Dan jamung ini?"Yang berikat kepala menuding bambu yang aku pegang.Apinya berkibar ke sana ke mari."Saudara menghindari sesuatu?"

   Aku tertawa menjawab."Tepatnya mencari sesuatu.Bungkusan ini terlepas talinya.Dan,ah.Saya penat sekali.Boleh saya meneruskan perjalanan?"

   Orang itu mengelak dari depanku.

   Aku menganggukkan kepala,kemudian berjalan melampaui mereka.Yang seorang sempat aku dengar berbisik.

   "Mat,mungkin dia yang disebut-sebut zainon."

   Aku cepat membalik.Menatap wajah orang yang berbisik itu.Seorang laki-laki muda,berusia sekitar dua puluh tahun.Wajah tenang,rambut bersikat rapi dan kain sarung dibelitkan pada pinggang.Dia agak tersintak bila aku memandangnya.Kemudian kembali biasa bila aku melemparkan sebuah senyuman padanya.

   "Saya memang hendak kerumahnya.Yang mana satu rumahnya ya?"

   "Mari kami hantarkan."Sambut laki-laki berikat kepala.

   Kemudian kami berjalan beriring-iringan masuk kampung.Yang tadi kukira rumah tempat ketiga-tiga laki-laki ini keluar,dimana sebuah pos berlantaikan tanah.Dari dalam asap putih berkepul keluar.Lubang hidungku tercium bau ubi bakar.Ketegangan ditubuh tiba-tiba diganti dengan rasa lapar yang melilit perut.Ah,sabarlah.Nazri telah menanti dengan makan malam yang lazat dirumahnya.Kalau perlu,akan kuminta ia menyediakan api untuk membakar ubi.Sambil mendiang memanaskan badan.Heh,terasa dagu ku menggeletar.

   Setelah melewati beberapa rumah yang gelap,sepi dan diam dikeheningan malam dengan api jamung yang berkelip-kelip ditiup angin pada mulut pagar,kami kemudian berhenti didepan sebuah rumah yang termasuk agak besar dibandingkan dengan yang kami lalui.Halamannya luas,penuh ditanam dengan keledek,beberapa pokok buah-buahan,sebuah kebun bunga kelihatan berseri dalam sinar cahaya rembulan malam empat belas.Bentuk tingkap kaca yang sedang popular kini.Jadi,aku tak akan menyesal akan jatuh cinta pada seorang gadis yang berasal dari sebuah kampung terpencil dan untuk sampai kerumahnya harus melalui perjuangan yang tak kepalang.Diserang oleh tiga ekor kera misalnya.Tiba-tiba aku terasa seram bila teringatkan warna mata yang merah seperti saga dalam jilatan rembulan.

   "Nah saudara."Suara salah seorang pengiringku dengan nada yang agak janggal."Kami tidak diperlukan lagi,bukan?"

   Aku mengucapkan terima kasih,memerhatikan ketiga-tiganya berjalan keluar pagar.Disana,mereka berhenti,memutar tubuh memerhatikan ke arah aku.Aku mengangguk lagi,dan kemudian mereka pergi.Tiga orang laki-laki dalam kesamaran malam dibawah sinaran bulan,nampak kelabu kehitaman.Dan aku teringat lagi kepada tiga ekor kera yang menyerang aku dipertengahan jalan tadi.Selain babi hutan,kera merupakan binatang yang perlu dijauhi menurut keterangan tuan punya gerai dipinggir jalan besar tadi.Aku telah mengalami kebenaran katanya,mujurlah jamung yang diberikan kepadaku itu mendatangkan manfaat kepadaku.Setelah meletakkan jamung ditepi sudut halaman rumah,aku mengetuk pintu.

   Sepi didalam.

   Aku mengetuk lagi.Lebih keras.

   Lalu terdengar langkah-langkah kaki.Terhenti-henti dan kaku.Aku kenal betul gerakan kaki zainon,dan aku yakin kini sedang membuka pintu bukanlah gadis yang terus-menerus memenuhi fikiran ku sejak dari ipoh sampai kini aku telah berada didepan rumahnya.Ketika aku melihat bayangan tubuh orang laki-laki diambang pintu yang telah terbuka,hilanglah harapanku untuk menerima jamahan tangan halus yang terbuka lebar,teriakan terharu dan gembira,serta ciuman hangat yang bergelora.

   "Selamat malam pakcik."Aku menyapa.Kaku.

   Laki-laki itu meninggikan pelita minyak tanah ditangannya,dekat ke wajahku.Ia berumur sekitar empat puluh tahun.Bertubuh sedang dan sama tingginya dengan aku sendiri.Dan dengan kedutan-kedutan tajam dimakan usia dan kekosotan fikiran pada sudut-sudut wajahnya yang bergaris-garis tajam.Sama tajam dengan matanya yang berkilat-kilat merenungi aku.

   "Kau jalal?"

   "Ya,pakcik."

   Pelita minyak tanah diturunkan.Kaku menyisih menberi jalan.

   "Masuklah."

   Aku segera berada diruang tamu yang cukup besar,dilengkapi perabot yang mahal-mahal dan tak pernah aku bayangkan akan didapati didesa yang jauh terpencil ini.Suara pintu diselak terdengar dibelakangku.Aku segera melepaskan tali bungkusan,meletakkannya kelantai kemudian duduk seraya membuang nafas lega disalah satu kerusi kusyen.Sangat empuk rasanya setelah seharian duduk dibangku bas yang diperbuat dari kayu yang beralaskan rotan.

   Ketika laki-laki setengah baya itu meletakkan pelita minyak tanah diatas meja,kemudian berdiri merenungi aku,barulah aku sedar dan jadi malu kerana aku duduk tanpa dipersilakan terlebih dahulu.

   "Kata zainon kau nak datang siang-siang.Banjir di jalan kan?"

   "Ya pakcik.Tapi boleh lalu."

   "Rezeki kau memang baik,nak.Dimusim tengkujuh begini,jarang ada kenderaan yang mau kesini.Kalau hanya tidak sampai ke taiping."Ia tersenyum.Zainon sering menyatakan betapa bangganya ia mempunyai seorang ayah yang peramah dan bersikap selalu menyenangkan hati terhadap sesiapa jua."Aku buatkan kopi,ya?"

   Aku mau menolaknya.Tetapi laki-laki itu telah masuk kedapur.Aku ikutkan dia dengan mataku menghilang dibalik langsir pintu ruang tengah arah kedapur.Langsir itu bergerak-gerak sedikit,kemudian diam.Aku mengharapkan langsir itu tersingkap dan zainon muncul didepanku.Tetapi sampai dua kali kaki aku lunjurkan dan tiga kali otot-otot lengan aku depang-depangkan,gadis itu tidak kelihatan juga.Yang keluar adalah orang yang sama.Kelihatan janggal dengan sebuah dulang dan dua biji cawan berisi kopi ditatang dengan tangannya yang lebar.Ia meletakkan cawan kopi itu didepanku.Kemudian duduk dikerusi lantas mempersilakan aku minum.

   "Kau datang sendirian?"

   "Ya,pakcik."

   "Kau berani.Untuk kami memang biasa,tetapi untuk orang kota yang baru datang pertama kali..eh."Matanya berubah agak kelam."Tak terjadi sesuatu ditengah hutan?"

   "Ada kera yang melintas jalan.Itu saja."Jawabku.Seolah-olah perkara biasa saja.

   Tetapi akibatnya diluar jangkaan ku.Wajah laki-laki itu berubah agak pucat.Ia kemudian mengusapkan kedua tapak tangan kewajahnya yang segera merah kembali sambil menghela nafas panjang.Mengeluh dan gelisah.Aku kurang faham apa yang membuat perubahan pada dirinya.Cerita tentang kera,apalagi aku cuma mengatakan melintas jalan.Bukanlah cerita dongeng yang boleh menakjubkan.Setelah lama terdiam,laki-laki itu kemudian bergumam.

   "Lapar,jalal?"

   "Terima kasih,pakcik.Saya dah makan ditaiping tadi."

   "Minumlah lagi kopinya.Nanti akan aku tunjukkan dibilik mana kau boleh berbuat sesuka hatimu untuk melepaskan penat."Ia tersenyum.Agak kaku nampaknya.Dengan rona mata yang agak kelabu."Aku tahu apa yang kau fikirkan,jalal.Tetapi maafkanlah.Bukannya zainon tidak mahu menyambutmu.Tetapi ah.."Wajahku menjadi agak pucat."Beberapa hari ini ia terus saja sakit-sakit,dan jarang tidur senyenyak malam ini.Mungkin kerana ia.."Laki-laki itu tersenyum."Ia bermimpi kau datang."

   "Dalam suratnya yang saya terima minggu lalu,zainon tak mengatakan tentang kesihatannya.Patut lah dia tak pulang-pulang,padahal ujian semesta tinggal beberapa hari saja lagi.Dia sakit apa,pakcik?"

   "Entahlah.Kadang-kadang sampai pengsan."

   "Sudah ke doktor?"

   "Dikampung ini cuma ada dukun.Tak ada yang sanggup mengubatnya.Doktor?.Paling tinggi pembantu hospital.Itu pun harus dijemput.Doktor cuma ada di taiping.Sedangkan untuk ke selama saja zainon sudah tak kuat."

   "Boleh saya melihatnya barang sejenak,pakcik?"

   "Maaf ya,jalal.Sudah aku katakan,ia jarang tidur senyenyak malam ini."Ia tersenyum lagi dan matanya berkilat tajam waktu bertanya setengah menyuruh."Aku hantarkan kau ke bilik,jalal."

   Melalui ruang tengah merangkap ruang makan dengan dua buah pintu tertutup rapat,kami kemudian memasuki sebuah bilik yang merupakan bilik tambahan disebelah rumah.Segalanya nampak sudah dipersiapkan.Sepasang kerusi duduk yang disusun rapi,sebuah meja kecil dengan beberapa buah buku dan majalah yang seingatku dibawa oleh zainon ketika aku menghantarnya ke stesen bas ipoh bulan lalu.Almari berpintu dua yang salah satunya bercermin muka,dan katil bertilam tebal dengan cadar berwarna biru langit yang bersih dengan sulaman bunga-bunga anggerik ditepi-tepinya.Dan yang membuat aku terharu adalah satu potret diriku berbingkai emas,tergantung disalah sebuah dinding dikepala tempat tidur.Seorang kawanku yang bekerja sebagai fotograher sebuah majalah terbitan tempatan,membuat potret itu khusus memenuhi permintaan zainon.

   "Tidurlah dengan nyenyak,jalal.Dan besok kalian dapat berjumpa.Pakcik tinggal dulu,ya."

   Aku mengangguk,mengucapkan terima kasih lalu menutup pintu.

   Aku campakkan tubuhku keatas katil.Siku melipat,aku tarik ke kiri kanan,kaki juga terlipat,bunyinya berdetak-detuk dibahagian sendi semasa aku lurus-luruskan.Sambil memikirkan sakit apa yang ditanggung oleh zainon dan bagaimana sambutannya besok kalau melihat aku muncul disamping tempat tidurnya.Aku cuba memejamkan mata.Kopi tadi tidak mempengaruhi diriku.Kerana dengan segara beribu-ribu tan batu telah bergantungan di kedua kelopak mataku.

   Aku hampir terbang ke alam mimpi,bila terdengar bunyi berderak seperti jendela bilik diterajang bersama dengan pekik nyaring bernada ketakutan dari seorang perempuan.Aku terlonjak dari tempat tidur,lantas berlari keluar bilik.

   Ketika aku masuk keruang tengah,terlihat kedua pintu bilik diruang tengah itu,telah terbuka.Yang sebelah kiri menyinarkan cahaya dari dalam yang agak samar-samar.Sekilas aku melihat tempat tidur yang nampaknya baru ditinggalkan,namun tidak terlihat sesuatu yang mencurigakan.Dengus-dengus nafas berat kemudian terdengar dari pintu sebelah kanan yang tidak berlampu dibahagian dalam.Cepat-cepat aku menerobos masuk,lalu melihat seseorang terbaring ditempat tidur,diam dan terbujur kaku sementara sesusuk bayangan samar-samar kelihatan tengah membongkok dibirai katil sambil memegang tubuh yang terbaring itu.Terlintas dibenakku,bahawa yang terbujur dan baru menjerit itu adalah zainon.Dan susuk tubuh yang membongkok diatasnya.

   "Hai."Aku berseru,lalu menerajang ke depan.Aku hampir saja melompat ketempat tidur untuk menyambar tubuh yang setengah membongkok itu.Aku terdengar suaranya yang parau.

   "Ini aku,jalal.Boleh kau tolong hidupkan lampu?"

   Ayah zainon nyaris-nyaris menjadi sasaran kegusaranku.Setelah terdiam beberapa saat,aku lebih membiasakan mata dalam kegelapan bilik.Disebelah kanan tempat tidur ada sebuah meja dan sebuah pelita minyak tanah diatasnya.Aku bergerak kesana.Mencari-cari mancis api.Setelah mancis kutemui dari dalam laci,pelita minyak segera aku nyalakan.Bilik itu menjadi terang.Sememangnya tidaklah terlalu terang,tetapi kegelapan yang baru menghantui perasaanku,segera hilang.Sumbu pelita aku besarkan.Lalu cepat-cepat aku berpusing memerhatikan apa yang sedang berlaku.

   Zainon jauh lebih kurus dari yang aku bayangkan dan terlalu pucat,terbujur pengsan.Laki-laki tua yang membukakan pintu rumah untukku sebentar tadi,setengah bongkok diatas tubuh zainon seraya menepuk pipi gadis itu.Dari mulutnya terkeluar ucapan-ucapan yang cemas.

   "Non,non,ini ayah,bangunlah,zainon,ini ayah."

   Dengan hati-hati aku bersimpuh dipinggir tempat tidur,memerhatikan wajah gadis itu sejenak dengan perasaan terharu bercampur cinta yang amat dalam.Tanpa meminta maaf terlebih dahulu dari ayahnya,tanganku segera bergerak.Urat saraf dibahagian lengan zainon aku tekan sedikit.Gadis itu mengerang.Aku tekan sekali lagi.Ia merintih,lalu perlahan-lahan membuka matanya.Mula-mula ia memerhatikan ayahnya yang tersenyum dipaksakan,kemudian memerhatikan wajahku.Lama sekali.Tanpa suara apa-apa dari mulutnya,dan tanpa kerdipan pada bola matanya yang bundar serta hampir kehilangan sinar.

   "Kau kenal siapa aku,sayangku?"Aku berbisik.Parau.

   Barulah sepasang mata yang indah itu mengerdip,dan waktu terbuka kembali,nampak sinar yang berkilau memancar kearah wajahku.Bibir yang pucat kebiruan itu terbuka dengan gementar,lantas terdengar suara yang tersekat-sekat.

   "K..kau jalal."

   "Sayangku."Tanpa disedari aku telah memeluk tubuhnya,aku rapatkan ia ke tubuhku lalu pipinya yang dingin aku kucup perlahan-lahan."Syukurlah kau telah sedar.Apa yang telah terjadi,zainonku?"

   Tempat tidur berderit.

   Terdengar langkah kaki turun ke lantai.

   Aku terjengah,lantas melepaskan tubuh zainon dari pelukanku.Dengan wajah yang tersipu-sipu malu,aku memandang kepada ayah zainon yang berdiri ditepi katil.Dia tidak memandang aku,tetapi aku yakin ia sengaja memusatkan pandangannya pada zainon.Senyuman dibibir  laki-laki setengah baya itu nampak gersang.Wajahnya berubah menjadi berang.Tanpa berkata sepatah apa pun,ia berjalan keluar meninggalkan bilik.Aku terduduk dibirai katil.Pucat.

   "Apa yang telah aku lakukan?"Bisikku pada diriku sendiri.Kecut dan malu yang tak tertahan.

   "Jalal.."

   Aku menoleh.

   Dan sedar apa yang harus aku lakukan selanjutnya.

   Telapak tangan gadis itu aku genggam.Erat.Aku tersenyum padanya.Mesra.Ia membalasnya.Dengan sudut-sudut matanya mulai berlinang.

   "Kau datang juga kasihku."Ia mengeluh.

   "Demi kau zainon.Tanpa kau ipoh seperti tidak berseri."

   Senyumnya melebar.

   "Apa yang telah terjadi,non?.Mengapa kau menjerit?."

   Ia menoleh ke jendela.Teringat suara jeritan itu.Aku pun ikut melihat kearah yang sama.Daun jendela tertutup rapat,malah berkunci.Apakah suara pekikan itu ilusiku saja yang sedang berbaring di permulaan tidur yang resah.

   "Kukira aku bermimpi lagi,jalal."

   "Mimpi?."

   "Ya,mahkluk itu,jalal.Mahkluk itu."

   "Zainon,mahkluk apa,non?"

   Tubuh si gadis menggeletar hebat dalam pelukanku.

   "Entahlah.Mungkin seekor kera."

   "Kera?"Aku tersintak.

   "Kera,jalal.Kera yang besar sekali.Ia menjamah tubuhku.Ia mengusap pipiku,dan cuba menciumku.Oh,jalal.Aku takut.Takut sekali.Kemudian aku menjerit dan mahkluk yang mengerikan itu berlari ke jendela,menerajangnya sampai terbuka.Ia kemudian hilang ditelan kegelapan malam dan..dan..."

   "Dan,zainin?.Dan?"

   "Aku tak sedarkan diri."

   Diluar kehendakku,aku memerhatikan daun jendela lagi.Namun tidak ada sesuatu yang kelihatan ganjil.Kepala kugeleng-gelengkan seraya memujuk zainon yang mulai menangis terisak-isak didadaku.

   "Sudahlah kekasih.Kau hanya bermimpi buruk.Sudahlah."

   "Tetapi jalal.Pernahkah kau bermimpikan hal yang sama selama beberapa malam berturut-turut."

   "Aku rasa tidak."

   "Aku mengalaminya.Mimpi yang sama itu semenjak aku datang kesini,atau tepatnya sejak bulan purnama mulai keluar."

   "Non,kau hanya..."

   "Jalal,diamlah.Dengarlah aku.Kadang-kadang kurasa itu hanya mimpi,tetapi mengapa aku lantas pengsan?.Mengapa aku terperanjat?.Malah jalal."Ia memanggil."Beberapa hari yang lalu aku terjumpa bulu-bulu yang aneh pada baju tidurku."

   "Bulu-bulu yang aneh?"

   "Ya.Tak begitu panjang.Warnanya kelabu kehitaman.Ada beberapa helai,jalal.Aku tak ada baju berbulu dengan warna seperti itu.Tak pernah,jalal.Tak pernah."

   "Mungkin dari gebar."

   "Kain gebar dirumah ini tak ada yang berbulu."

   "Jadi,dari mana datangnya,zainon?"

   "Itulah yang selalu menganggu fikiranku.Aku benar-benar takut,jalal.Lebih-lebih lagi kalau aku ingat warna mata mahkluk itu bila terbangun dari tidur,atau terbangun dialam tidur,mata itu jalal,mata itu..."

   "Merah seperti saga?"Aku menukas tanpa sedar.

   Zainon memandang tajam kepadaku lalu.

   "Dari mana kau tahu?"

   Aku tergamam.Lama aku berdiam diri.

   "Aku cuma mengagak."

   Zainon mengeluh panjang.Lalu membaringkan tubuhnya dengan lesu.Ia cuba tersenyum dan bertanya.

   "Pukul berapa kau sampai?"

   "Entahlah.Mungkin lebih kurang pukul sembilan."

   "Malam benar.Kukira kau tak jadi datang."Ia memegang jari jemariku dengan lembut."Kau tentu kecewa kerana aku tidak menyambut dan melayanimu,bukan."

   "Aku gembira bertemu kau lagi,zainon."Jawabku.

   "Kau tentunya penat.Tidurlah disisiku."

   "Tak baik,non.Apa kata ayahmu?"

   "Ia akan mengerti."

   "Ini didesa zainon.Bukan dikota."

   "Aku percaya kau tak akan berbuat nakal,jalal.Tidurlah disampingku.Jangan kau tinggalkan aku lagi.Aku takut mimpi itu datang kembali."

   "Aku akan mendampingimu."Aku mengambil sebuah kerusi lalu aku dekatkan kekatil.Kemudian aku duduk,menggenggam tangan zainon dengan mesra,menyuruhnya tidur.Ia tersenyum,tidak berkedip mata menatap wajahku.Kini mukanya bersemu merah.Bibirnya pun merah.Aku ingin menciumnya,tetapi keinginan jelek itu aku tekan dalam-dalam didada.Kelopak mata zainon perlahan-lahan menutup,dan kebimbanganku lenyap sama sekali bila melihat gadis itu tersenyum dalam tidurnya.

(Bersambung...)

Sumber : Naskah Dari Pawang Syaitan

No comments:

Post a Comment