Tuesday, 22 November 2016

Korban Pemuja Ilmu Syaitan

Bab (9)


   Matahari telah condong kearah barat bila gerombolan penduduk yang semuanya laki-laki itu berjalan meninggalkan kampung tanpa seorang pun berkata apa-apa.Mungkin semuanya sedang memikirkan apa yang berkecamuk dibenakku.Melalui petak-petak sawah,aku terngadah menatap bukit menjulang dikejauhan.Bercabang hutan-hutan lebat dan diantaranya ada yang jarang dijamah manusia.Sekilas,aku tidak melihat bukit saja,tetapi juga melihat gambaran bulan yang samar-samar.Bulan pucat agak pekat disiang hari,pada waktu dimana matahari masih bersinar.Bulan dan matahari nampaknya seperti mau berpadu.

   Aneh,fikirku.

   Tetapi kemudian.

   "Mungkinkah nanti malam ada gerhana?."

   Keanehan lain tak lepas juga dari perhatianku.Aku sama sekali tidak menunjukkan atau mengatakan kemana kira-kira zainon dibawa pergi oleh ayahnya.Namun jelas,rombongan yang dipimpin oleh tok ketua,berjalan ke tujuan yang sama dengan arah kemana aku mengikuti ayah zainon dis suatu malam dan kemudian kemana aku dan safuan pergi menyelidik.Ah.Apa yang anehnya?.Datuk zainon seorang ketua kampung.Ia cukup tahu liku-liku daerahnya.Lagi pun,menurut khabar-khabar bukankah orang pernah sekali dua melihat ayah zainon keluar dari hutan larangan diatas sana.

   Semua orang berjalan cepat.

   Aku lebih cepat lagi.Meski pun letih dan kurang rehat selama beberapa hari yang mencengkam kebelakangan ini,namun ingatan pada zainon membuat semangatku membara.Sayang safuan tidak ikut sehingga aku mempunyai seorang teman untuk diajak berbicara dan menyusun siasat.Barangkali dia kini sedang berkumpul dengan keluarga sabariah yang sedang berkabung.Keluarga yang mendapat malu besar kerana perbuatan ayah sabariah.Dan kini ia sedar,betapa malu besar telah mengena pada diri tok ketua,akibat perbuatan ayah zainon.

   Kira-kira apa yang telah dan sedang terjadi diatas sana,sejak malam tadi?.Jadi,kesempatan aku tidak ada dirumah telah dimanfaatkan baik-baik oleh laki-laki yang bersikap misteri itu.Ia pernah memohon agar aku berlaku belas kasihan padanya.Mengapa?.Dan apa pula alasanku untuk mengasihani dia?.

   Dia telah membawa zainon.

   Bukan itu saja.

   Siapa tau,meski pun aku tidak percaya sama sekali,gadis itu telah ia korbankan pada mahkluk kera.Atau,ini lebih dapat aku percayai,gadis itu ia pergunakan untuk nafsunya sendiri.

   "Ayah terkutuk."Umpatku.

   Sidek yang berjalan disampingku,mengomel.

   "Apa?."

   Aku menarik nafas.

   Memandang keatas bukit yang rasanya kini berada diatas kepala.

   "Ah,tak apa-apa."Rungutku.

   Lalu mulai berjalan lagi dalam remang-remang hutan belukar.Beberapa orang mulai menyalakan obor yang mereka bawa,juga beberapa buah lampu gaslin.Aku perhatikan ada yang memegang golok di pinggang dengan mata awas memandang kegelapan disekitar.

   Malam telah datang,ketika kami berada tak jauh dari tempat dimana aku perkirakan ayah zainon menyembunyikan anak gadisnya.

   "Kemana kita akan dibawa,tok ketua?."Tanya sidek separuh berbisik,dengan nafas termengah-mengah dan tangan menyapu keringat yang membasahi mukanya.

   Aku mau mengatakan,justru pertanyaan itu juga tertera dibenak,waktu sebuah letupan tiba-tiba bergema memecahkan kesunyian hutan.Seseorang berteriak.Batang pokok berhampirannya bersepih kulitnya dilanggar peluru automatik,semua orang pandang keatas.Dibawah jilatan bulan yang seperti retak,nampak sesusuk tubuh berdiri diatas bukit berbtaut pejal dengan senjata terarah ke bawah.

   "Itu dia."

   Dan orang berteriak lantang.

   "Siapa saja yang rapat,akan aku tembak."

   Tidak seorang pun yang bergerak.Tembakan pertama tadi bukan main-main.Dan peringatan ayah zainon jelas ancaman yang sungguh-sungguh.Semua orang sedar,bahawa laki-laki itu akan berbuat apa saja demi untuk menjaga keselamatan dirinya.Beberapa saat,hanya terdengar suara angin berdesir melanggar dedaun dan semak belukar.Rasa-rasanya seperti orang seperti takut meski pun hanya untuk bernafas.Belasan obor tergantung diam diudara kelam.Cahayanya berkibar kesana kemari,menimbulkan bayang-bayang menggetarkan dalam hutan.

   Lalu,tok ketua tiba-tiba bergerak.

   Ia naik beberapa langkah keatas,dan terhenti waktu sebuah tembakan memporak perandakan dahan rendah disebatang pokok dekat kepalanya.

   Letupan kedua itu bagaikan bersenandung dengan gaung memanjang.

   Bibirku terasa kering.Kubasahi dengan ludah sambil memerhatikan bagaiaman laki-laki di puncak bukit berbatu,mengisi peluru kemudian meluruskan senjatanya dengan suara berderak.

   "Naik."Suara tok ketua meragut kesepian malam."Katakanlah apa yang kau mahu."

   Ayah zainon tertawa.Terbahak-bahak.Parau suaranya.

   "Yang aku kehendaki?.Atau kau kehendaki tok ketua?."

   Orang ramai bergumam halus dan marah.Laki-laki diatas tidak menyebut pemimpin rombongan kami sebagai ayahnya,tetapi menyebut orang tua itu dengan panggilan pangkat jawatannya.Betapa mendarah daging kebencian dalam diri laki-laki misteri diatas bukit itu.

   "Tak usah bersilat lidah,nak."Tok ketua masih lembut suaranya."Apa yang kau kehendaki sebenarnya?."

   "Bersurai.Bersurai kalian semua.Tinggalkan aku sendirian."

   "Dan zainon?."

   "Dia anakku.Tidak seorang pun boleh menjamahnya."

   "Kami cemas akan keselamatan cucuku itu,nak.Mengapa ia tidak kau berikan saja pada kami?."

   "Cemas akan keselamatan zainon?."Ayah zainon ketawa lagi."Kau cemas tok ketua.Benarkah?."Nada suaranya seperti menghina.Orang-orang disekitarku bergumam lagi.Makin marah.Dan laki-laki diatas,berteriak lantang.

   "Baiklah.Kalian akan memperolehi zainon.Tetapi tidak sekarang.Tunggulah,setelah gerhana bulan berakhir."

   Gerakan kepala seperti diarah,aku mendongak kelangit kelam.

   Bulan semakin retak-retak oleh percikan merah,hitam,kuning,kelabu,ungu berpadu menjadi satu.

   "Kami tak dapat menunggu,nak.."Tok ketua terus berbicara.Banyak sekali yang ia utarakan untuk memujuk laki-laki yang sedang putus asa itu,sehingga aku mendapat kesempatan untuk melakukan apa saja yang teringat.

   Aku menarik tangan sidek.

   Ia menoleh.Terkejut.

   "Kita harus melakukan sesuatu."Bisikku perlahan diantara suara keras orang anak beranak yang bertanya jawab itu.Tok ketua seperti mengerti apa yang aku lakukan,dan ia mengulur waktu terus dengan berbicara tak putus-putusnya.Sementara aku dan sidek merayap perlahan-lahan bergerak ke arah yang berlawanan.Semasa mendaki dari arah utara dimana tempat aku melihat zaini kelmarin meluncur menuju mata air,telingaku sayup-sayup mendengar suara tok ketua semakin tak sabar.

   "Menyerahlah.Kalau tidak,orang-orang ini tak akan menurut perintahku lagi.Kau tau,mereka sudah sejak lama tidak menyukai tingkah lakumu."

   Dari atas,ayah zainon membalas lantang.

   "Kau,datuk luar biasa.Demi menjaga nama baikmu,kau sampai tergamak memimpin serombongan manusia-manusia buas untuk membunuh anakmu sendiri."

   Pada saat itu,aku telah merangkak keatas dan berada tak jauh dibelakang ayah zainon.Ia mengumpatkan banyak kata-kata penghinaan terhadap ayahnya sendiri,yang dibalas dari bawah dengan umpat caci pula.Dengan hati-hati aku merayap mendekati laki-laki yang sedang memegang senjata itu.Dan satu ketika.

   "Hei,awas."Sidek melompat berdiri dari arah yang berlawanan denganku.Laki-laki bersenjata itu terkejut,memalingkan muka dan menarik pelatuk.Senjata ditangannya meletup dengan suara yang sangat dahsyat,tetapi sidek yang memang bertugas untuk menarik perhatian semata,telah meluru menyelinap sepantas kilat menyelamatkan diri.Pada saat yang sama,aku menerkam.

   "Hu."Seruku,dan tubuh laki-laki yang hidup satu bumbung dengan aku dalam suasana yang tidak menggambarkan kekeluargaan,telah berada dalam pelukan kedua belah tanganku.Ia memberontak,dan kami jatuh berguling ke bawah.Senjata berlaras dua milik safuan itu terlepas dari genggaman ayah zainon.Dan setiba dibawah,orang-orang yang sudah tidak sabar segera mengerumun.

   Beberapa orang diantaranya sudah bersiap berlaku kejam,tetapi aku cepat berseru.

   "Jangan."

   "Tahukah kau apa yang kau lakukan,anak bodoh?."

   Aku tersinggung oleh ucapannya.Aku meludah ketanah.

   "Dimana zainon?."

   "Tidak akan ku katakan."

   "Harus."

   "Tidak."

   Pelan-pelan aku menyeringai.

   "Saya tahu dimana ia pakcik sembunyikan.Dalam gua berisi kubur,bukan?."

   Dalam sinar belasan obor yang mengelilingi laki-laki yang terkunci rapat dalam belitan lenganku itu,nampak wajah ayah zainon menjadi pucat lesi.

   "Darimana..kau tahu?."Bisiknya lemah.

   Dan tiba-tiba aku lihat air matanya berlinang.

   Tubuhnya lemah dan waktu pelukan aku lepaskan,ia meluncur jatuh ke tanah,bersimpun sambil menangis tersedu-sedu.

   "Anakku.Anakku yang malang..."Katanya terisak-isak.

   Seseorang berteriak sinis.

   "Air mata buaya."

   Dan yang lain menyindir.

   "Bukan buaya.Tapi kera."

   Lalu suara yang riuh rendah bergema dalam hutan.

   "Jangan biarkan dia bermain sandiwara.Ia tidak patut dikasihani.Ia manusia berbahaya.Ayuh,kita ikat sekarang juga."

   Mereka mulai menarik laki-laki itu berdiri.Ia tidak melawan.

   Menyerah.Benar-benar menyerah kalah.

   Aku berteriak menahan orang-orang,tetapi mereka tidak peduli.Cepat aku menoleh sambil memanggil.

   "Datuk,tolonglah hentikan.Mereka.."Tetapi tak ada sahutan.

   Tok ketua tidak nampak batang hidungnya.

   Ayah zainon telah diseret ketempat yang lapang sedikit.Di sana,ia mulai menerima lampiasan kemarahan dan kebencian penduduk yang selama ini terpendak.Ditendang,dipukul,diludah,dicaci maki.Sesaat aku terfana oleh rasa kaget dan kemudian aku teringat,bagaimana laki-laki ini adalah ayah zainon.Memang ia telah berbuat jahat seperti sangkaan orang ramai,tetapi tak pernah aku harapkan ia dihakimi sedemikian rupa.

   "Hentikan."Jeritku marah."Hentikan."

   Aku menyambar tangan orang terdekat,membantingkannya ke tanah.Memukul pergelangan tangan seseorang yang sedang menghayunkan sebilah golok dan menendang perut orang lainnya lagi yang bertubi-tubi menghunjamkan tinju ke tubuh laki-laki yang tidak berdaya itu.

   Tiba-tiba.

   Apa?.Dia membela manusia laknat itu?.

   Disusul teriakan marah.

   "Mungkin mereka berkuncu.Hentam dia."

   Satu letupan pendek bergema.Tidak terlalu keras,namun pekik orang-orang yang sudah siap melanyak kami berdua benar-benar mengejutkan.Orang-orang yang terpekik itu,mundur sambil memegang bahagian tubuh tertentu.Masing-masing dengan mulut merintih kesakitan.Yang lain,terpegun dan kemudian menoleh ke arah datangnya letupan senjata misteri tadi.

   Dari semak belukar diantara pohon-pohon raksasa yang berdiri diam,kelihatan beberapa susuk tubuh sedang mendaki kearah kami.Mereka membawa obor,malah yang terdepan sekali menyandang senjata.Barulah aku sedari mengapa orang-orang yang sudah siap untuk melanyak aku,cepat-cepat menyingkir,dalam keadaan sakit.Ternyata mereka telah menjadi sasaran sejumlah peluru yang biasanya diperuntukkan bagi sasaran berupa burung,yang meledak selaigus dari laras double-loop ditangan orang terdepan itu.

   "Safuan."Aku berteriak girang.

   "Hish.Diamlah.Kau tau ditolong saya.Lama-lama bosan juga."Rungut si pemuda sambil berlari-lari mendekati kami.

   "Ada apa disini?."Dan waktu dia melihat orang yang terdampar dengan mulut merintih-rintih kesakitan diatas rumput,safuan terkejut.

   "Pakcik."Serunya,lalu membantu orang tua itu duduk.

   Dari terkejut,bertukar menjadi marah.

   "Siapa yang begitu kurang ajar terhadap keluarga aku,ha?.Siapa?."

   Semua orang terbungkam.

   Safuan disegani,seperti orang-orang yang menyegani datuknya.

   "Ayuh.Mengapa tak ada yang menajawab?.Kalau mau menghina,bersikap jantanlah.Berdiri satu persatu,lalu akulah yang dilawan.Bukan orang tua lemah begini.Ayuh.Tampil semua.Tampillah."

   Langkah-langkah orang-orang yang bersama safuan mendekat.

   Aku ternampak ketua parit buntar,pakcik masor,pakcik hussain orang tua aneh yang menaklukkan babi jelmaan di kampung terpencil itu,seorang dua orang-orang lain yang aku kenal sebagai penduduk desa parit buntar.Lalu seseorang yang tak pernah lekang dari ingatanku.Yunus.Ia setengah diseret oleh dua orang yang aku sebut terakhir.Dan aku agak hairan melihat bagaimana wajahnya lebam malah dari mulutnya yang pecah menitis darah yang membasahi pakaian yang dipakainya.

   "Mengapa dia?."Tanyaku takjub.

   Ketegangan ditubuh safuan mengendur.

   "Ah,hanya sekadar penebuh dosa."Ketua parit buntar menyeringai.

   "Aku kembali tak sanggup menahan penduduk yang hampir saja membunuhnya."

   "Membunuh yunus?.Tetapi mengapa?."

   "Ketika zaini sedar,nama pertama yang ia teriakkan adalah nama yunus.Ternyata bangsat ini lah yang memujuk zaini meninggalkan rumah.Lalu menyerahkannya pada seseorang yang telah membayar mahal pada yunus.Kami seret yunus ke cenderung untuk membuktikan ucapannya sekali gus untuk minta pertanggungjawabkan orang yang ia sebut-sebut.Tetapi desa kalian sepi.Kebetulan kami bertemu safuan yang baru balik dari cenderung.Ia mendengar apa yang telah terjadi didesa kalian.Lalu mengajak kami bersama-sama ke sini untuk dua maksud.Pertama,menyelamatkan orang tak bersalah..."Ia menggerakkan dagu kearah ayah zainon yang berdiri lemah."Setelah itu,menyeret syaitan laknat manusia budiman.Nah.Boleh kami tahu dimana adanya ketua kalian?."

(Bersambung...)

Sumber : Naskah Dari Pawang Syaitan

No comments:

Post a Comment